Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa saksi kasus korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan Lampung periode 2004 dengan tersangka Izederick Emir Moies di Jepang.

"Kasus Emir itu melibatkan kalangan internasional, waktu kami memeriksa Sri Mulyani kami juga berangkatkan penyidik dan berkomunikasi dengan Departemen Keadilan Amerika Serikat, setelah itu kami dapat informasi tambahan setelah itu dan kami dapat informasi tambahan ternyata ini tidak hanya melibatkan lembaga di Amerika saja, tapi juga di Jepang," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto di Jakarta, Kamis.

Namun menurut Bambang, pemeriksaan saksi di Jepang memerlukan Mutual Legal Assistance (MLA).

"Tapi di Jepang agak berbeda, kita harus pakai MLA yang prosesnya agak lama karena masing-masing negara punya ciri khas sendiri, yang penting bagi kami dapat memeriksa orang yang seharusnya diperiksa," kata Bambang.

Ia berkeyakinan bahwa Jepang tidak keberatan dengan pemeriksaan saksi di negaranya tersebut.

"Secara informal, pemerintah Jepang tidak keberatan, itu 'firm', tapi formalnya harus jelas karena menyangkut 'government to government', menyangkut koorporasi yang cukup besar di Jepang," jelas Bambang.

Bambang juga yakin bahwa MLA tidak akan menjadi hambatan.

"Dalam kasus Emir, kami sudah periksa sebagian besar saksi di dalam negeri, tapi karena ini pemberi suap dari sana (luar negeri) jadi bila tidak diperiksa akan susah, yang di Amerika sudah selesai, tinggal yang di Jepang," kata Bambang.

Hasil pemeriksaan saksi di Amerika Serikat, menurut Bambang menunjukkan pengakuan dari saksi dan hasil sidang perkara PT Alsthom di Amerika dapat dipakai untuk alat bukti tambahan.

Emir dalam kasus ini diduga menerima suap 300 ribu dolar AS dari PT AI (Alsthom Indonesia) yang perusahaan induknya berada di Prancis terkait proyek pembangunan PLTU Tarahan Lampung 2004.

Politisi asal PDI Perjuangan tersebut disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi mengenai penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Pengacara Emir, Yanuar P Wasesa mengakui bahwa kliennya menerima uang 300 ribu dolar AS (sekitar Rp3 miliar) dari warga negara asing Pirooz Sharafi.

Pirooz menurut Yanuar adalah teman Emir saat berkuliah di Massachusetts Institute of Technology (MIT), AS.

"Pirooz adalah teman Emir di MIT, ia mengirim uang ke PT Anugrah Nusantara Utama, baru ke Emir, mereka adalah kawan lama yang pernah berbisnis konsentrat nanas kemudian mencoba merintis bisnis batubara," kata Yanuar.

Namun Yanuar mengaku bahwa Emir pernah meluluskan permintaan Pirooz untuk berkenalan dengan pihak PT Alsthom.

"Pernah berkenalan di DPR, tapi tidak bicara soal proyek PT Alshom, karena mereka mempresentasikan produk untuk PLTU Tarahan yang lebih murah menurut Alsthom. Jadi, menurut analisa Pak Emir, Pirooz menjual namanya," ungkap Yanuar.

Yanuar menjelaskan pemberian uang diberikan sebelum Emir diperkenalkan ke PT Alsthom.

Departemen Kehakiman AS pada 14 April 2013 menangkap Wakil Presiden  PT Alstom Power Systems Prancis yaitu Frederic Pierucci di Bandara John F. Kennedy New York karena melanggar peraturan "Foreign Corrupt Practice Act" (FCPA) dan pencucian uang.

Kemudian, mantan direktur sales regional PT Alstom David Rothschild sudah divonis bersalah pada November 2012 di pengadilan federal di Connecticut karena berkonspirasi dalam FCPA.

Media AS menyebut keduanya menyuap pejabat Indonesia, termasuk satu anggota DPR dan pejabat Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk membantu menjamin kontrak untuk menyuplai produk ke PLTU Tarahan yang dibangun oleh PLN.

Suap tersebut diberikan lewat dua konsultan untuk menyamarkan pemberian suap, salah satu konsultan dituduh menerima ratusan ribu dolar dari akun bank di Maryland untuk menyuap anggota DPR.

KPK mengusut kasus ini berdasarkan pengembangan dari kasus korupsi pengadaan Outsourcing Roll Out Customer Information Service Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya).

Proyek PLTU Tarahan itu mulai dibangun pada 26 Juli 2004 dan telah diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Agustus 2007.

Pelaksana dari proyek ini adalah PT PLN, Marubeni Corp., Mitsui Miike dan Alsthom Power dengan nilai investasi proyek sebesar 268 juta dolar AS yang berasal dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC).

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013