Jakarta (Antara) - Ketua Dewan Pembina Gerakan Indonesia Adil, Sejahtera, Aman (ASA) Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso menyatakan prihatin melihat perkembangan ekonomi yang sangat memprihatinkan, dari masalah krisis kedelai sampai nilai tukar rupiah yang cenderung terus menurun.

"Krisis sudah di depan mata. Situasi ekonomi yang cenderung memburuk dikhawatirkan dapat memicu terjadinya kerawanan sosial bahkan gerakan sosial yang dapat merugikan semua pihak. Oleh karena itu harus ada terobosan untuk mengatasi masalah ini," katanya kepada pers di Jakarta, Rabu.

Mantan Panglima TNI itu selanjutnya mengemukakan, sejak zaman Kerajaan Majapahit baru sekarang ini para perajin tahu dan tempe menghadapi kesulitan untuk mendapatkan kedelai, sehingga beberapa di antara mereka bahkan ada yang sampai "gulung tikar".        

Sebagaimana disiarkan media massa, belakangan ini terjadi kenaikan harga kedelai. Krisis komoditas ini telah memukul industri tahu dan tempe, sehingga sejumlah produsen tahu dan tempe di Jakarta, Sukoharjo, Kendal, Magelang, Yogyakarta, dan di beberapa daerah lain ada yang mogok berproduksi,

Di sisi lain, menurut Djoko Santoso, nilai tukar Rupiah belakangan ini sudah menembus angka Rp11.000 per dolar AS dan terus cenderung merambat naik menuju Rp12.000  serta inflasi cenderung naik di atas 9,0 persen.

Dalam kaitan ini ia menyatakan sependapat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar paket kebijakan ekonomi yang sudah dirumuskan pada Agustus 2013 segera diterapkan. Ada beberapa sasaran yang harus segera dicapai, yakni stabilitas harga, pencegahan PHK, serta penanganan nilai tukar rupiah dan indeks saham.

Presiden saat membuka rapat terbatas mengenai permasalahan ekonomi di kantor Presiden pada 10 September 2013 meminta para menteri terkait agar segera mengimplementasikan paket kebijakan ekonomi untuk mengatasi situasi ekonomi yang mengkhawatirkan.

Kepala Negara juga meminta agar rencana investasi bisa direalisasikan dalam tiga bulan ke depan. Selain itu ia meminta agar ketidaksepahaman antar-kementerian segera diselesaikan, sebab Indonesia bukan hanya harus keluar dari guncangan ekonomi, tetapi juga bahkan harus bisa bersaing secara global.

Pada bagian lain, Djoko Santoso menegaskan perlunya para pelaku ekonomi bahu-membahu mencari solusi terobosan untuk menyelamatkan perekonomian dari keterpurukan dengan membangun rasa nasionalisme (kebangsaan) dan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, daripada kepentingan-kepentingan lainnya.

Ditanya tentang rencana pemindahan ibu kota sebagaimana dikemukakan Presiden SBY kepada pers di sela-sela kunjungan kerja di St. Petersburg, Rusia, pada 7 September lalu, mantan Panglima TNI itu mengemukakan bahwa pemindahan ibukota bukan prioritas.

"Rencana pemindahan ibukota memang bagus, tapi saat ini perbincangan mengenai masalah tersebut tidak pas, bahkan dikhawatirkan terkesan memindahkan isu dari permasalahan ekonomi yang kian hari makin memprihatinkan," tegasnya.

Dalam perkembangan lain, jumlah cadangan devisa pada akhir Agustus 2013 tercatat sebesar 93,0 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan 5,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Jika hanya dibandingkan dengan impor, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan 5,2 bulan impor.

BI menilai jumlah cadangan devisa tersebut masih cukup untuk menghadapi tekanan pada neraca pembayaran. Namun demikian, masih tingginya tekanan dan ketidakpastian perekonomian global memerlukan langkah-langkah antisipasi baik dengan penguatan respon bauran kebijakan maupun ketahanan dalam menghadapi gejolak eksternal, termasuk bantalan kecukupan cadangan devisa secara berlapis (second line of defense).

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013