Bukan hal mudah mempertahankan bisnis kuliner selama dua dekade. Ermey Trisniarty, pendiri toko kue cokelat Dapur Cokelat, mengisahkan perjalanan yang berisi pengalaman pahit dan manis dalam merintis bisnis yang masih berdiri tegak setelah dua puluh tahun berlalu.
Kisah itu diungkapkan dalam buku "Dapur Cokelat Bercerita" yang ditulis Asteria Elanda, penulis yang berkecimpung di dunia media yang pernah menjadi redaktur pelaksana Femina dan aktif sebagai pembicara serta dosen.
"20 tahun ini proses panjang yang ga mudah dilewatkan begitu saja, di balik kestabilan banyak cerita yang jadi pembelajaran," kata Ermey dalam konferensi pers daring, Kamis.
Buku berformat hard cover yang menampilkan 10 bab ini dilengkapi dengan sembilan resep andalan Dapur Cokelat yang sudah dikenal masyarakat. Ermey mengutarakan, 20 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Bagai rasa cokelat yang kompleks, buku ini menceritakan manis dan pahitnya perjalanan dan perjuangan Dapur Cokelat berkarya dari nol hingga dikenal sebagai salah satu superbrand Indonesia saat ini.
Kecintaan Ermey akan cokelat sudah dimulai sejak kecil. Saking sukanya makan cokelat, Ermey kerap diam-diam menyembunyikan cokelat di bawah bantal untuk dimakan sebelum tidur. Maklum, dulu ibunya melarang untuk terlalu banyak makan cokelat karena takut mengakibatkan sang buah hati sakit gigi.
"Saya enggak bisa tidur kalau enggak makan cokelat," Ermey tersenyum, menyebut dua jenama cokelat lawas yang dia sukai, teman setia sebelum tidur.
Ermey kemudian menjalani pendidikan yang sesuai dengan minatnya di bidang kuliner. Dia bersekolah di SMIP (Sekolah Menengah Industri Pariwisata) DKI di Menteng, kemudian menekuni jurusan Bakery and Pastry Production dilanjutkan Manajemen Patiseri di STP (Sekolah Tinggi Pariwisata) Bandung atau yang lebih dikenal sebagai NHI (National Hotel Institute). Ermey juga konsisten menimba ilmu pattiserie ke mancanegara sejak tahun 2005 hingga saat ini.
Selulus dari STP Bandung, Ermey berkesempatan bekerja di beberapa perusahaan besar sambil menerima pesanan membuat chocolate praline bersama kakak tercinta, almarhum Gusnidar, dikerjakan di dapur rumah. Hingga akhirnya pada tahun 2001, Ermey memberanikan diri untuk membuka Toko Cokelat dengan dibantu almarhum Gusnidar dan Okky Dewanto yang kemudian menjadi suami Ermey serta Direktur Utama Dapur Cokelat.
Dengan peralatan terbatas Toko Cokelat kemudian bermetamorfosis menjadi Dapur Cokelat yang memiliki dapur produksi besar modern dan saat ini memiliki 29 gerai dan 26 titik pengantaran di seluruh Indonesia.
Nama Dapur Cokelat erat dengan konsep unik di gerai yang ia buat. Diawali dari dekorasi mug pribadi, mixer hingga oven yang sudah tidak berfungsi yang membuat suasana seperti dapur, Ermey memutuskan untuk betul-betul menciptakan suasana seperti dapur.
"Saya bikin kitchen set, taruh peralatan dapur untuk pajangan. Setelah jadi, kok lucu," katanya. Itulah alasan dari pemilihan nama Dapur Cokelat. Seorang konsumen pernah kecele gara-gara konsep toko yang unik. Dapur Cokelat disangka toko kitchen set karena dekorasinya penuh perabotan. Tapi keunikan itu juga berbuah manis karena media-media yang penasaran kemudian datang untuk meliput.
Layaknya sepotong kue Two Seasons Cake, signature cake Dapur Cokelat, terbuat dari bermacam unsur yang justru membuatnya lezat, lembut dan berkarakter, demikianlah juga perjalanan Dapur Cokelat mengalami masa naik turun dalam mengukir eksistensi di tengah ketatnya persaingan industri kuliner Tanah Air. Ujian demi ujian dilewati bersama dengan tim solid dan tangguh yang sudah dianggap Ermey keluarga sendiri.
Karyawan "dibajak" sampai produk ditiru bukan cerita asing baginya. Buat Ermey, penguasaan ilmu telah membuatnya bisa bertahan selama ini. Bila ada yang meniru, dia akan memodifikasi kreasi lama dan menciptakan kreasi baru agar konsumen tidak bosan dengan yang itu-itu saja. Kehadiran kompetitor adalah pelecut untuk terus menggerakkan usaha dan menciptakan produk lebih baik serta lebih kreatif. Tim yang solid menjadi kunci kesuksesan.
Dia juga bercerita keputusan besar yang sempat membuatnya ketar ketir, yakni ketika menggandeng bank untuk membesarkan bisnis cokelat dan kue yang mulai dirasa potensial. Ada kekhawatiran dirinya bakal terbelit utang bila ternyata bisnisnya gagal berkembang, tapi untungnya kekhawatiran itu tidak terjadi.
"Keputusannya tepat karena Dapur Cokelat bisa berkembang," katanya.
Sepanjang berbisnis, ada dua hal yang betul-betul membuatnya terguncang bagaikan badai. "Badai buat kami selama 20 tahun ada dua, ketika perubahan ke era digital dan pandemi COVID-19," ungkap Ermey.
Dia mau tidak mau berinovasi menghadapi perubahan tersebut agar bisa terus relevan dengan zaman. Ermey menegaskan, kuncinya adalah terus belajar dan inovasi tanpa henti.
Era digital dihadapi dengan digitalisasi usaha, sementara era pandemi dihadapi dengan membuat kue baru dengan harga terjangkau dan produk lain yang relevan dengan gaya hidup di rumah saja.
"Pandemi mengguncang kekokohan Dapur Cokelat, penjualan turun, omset nyusruk, tapi kita harus tetap beradaptasi dan mencari jalan keluar."
Hatinya gundah ketika harus menyampaikan kabar buruk kepada sebagian karyawan mengingat pemasukan yang turun drastis. Ermey tiga hari sulit tidur, memikirkan bagaimana cara memberitahu 30 pegawai bahwa mereka terpaksa dirumahkan. Walau sedih, dia harus tetap maju dan bekerja keras karena masih ada ratusan orang lain yang bekerja di bawahnya.
Sebuah inovasi pun lahir. Tepung premix siap masak yang awalnya hanya untuk waralaba di luar Jakarta disulap menjadi produk yang bisa dijual kepada konsumen. Ini sejalan dengan kebiasaan masyarakat di awal pandemi yang kembali ke dapur demi menjaga agar asupan makanan mereka terjamin kebersihannya.
Hobi-hobi baru di rumah bermunculan, termasuk memasak. Kehadiran tepung premix ini bisa membantu mereka yang mulai gemar memasak, sekaligus meningkatkan lagi pemasukan Dapur Cokelat. Premix puding cokelat, kue spons sampai es krim dihadirkan untuk konsumen yang ingin memasak sendiri makanan penutup dengan rasa lebih terjamin.
"Laku banget sampai kapasitas produksi tidak memenuhi, kami jadi merombak pabrik agar bisa memenuhi suplai," katanya.
Berbagai penghargaan di bidang kuliner maupun di bidang wirausaha tidak terbilang telah diraih Dapur Cokelat maupun Ermey secara pribadi sebagai seorang pengusaha sukses. Salah satu yang paling dibanggakan adalah menjadi partner resmi Istana Negara Republik Indonesia untuk Open House dan HUT ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 2019.
"Rasanya seperti mimpi, jelang lebaran kami ditelpon istana minta produk cokelat untuk open house Presiden Jokowi, minta cokelat bentuk beduk. Ini kebanggaan yang tidak bisa dilewatkan," katanya.
Asteria Elanda, penulis buku "Dapur Cokelat Bercerita", memaparkan dirinya selalu tertarik untuk menulis perjuangan seseorang, terutama perempuan. Sebelum menulis buku ini, dia sempat melakukan sedikit riset mengenai kisah Ermey mengembangkan bisnis. Dari situ, dia yakin masih banyak hal yang belum terungkap dan patut untuk diketahui banyak orang.
"Cerita dalam buku ini jujur, hampir tidak ada yang disembunyikan, termasuk perjuangan dalam masa membesarkan Dapur Cokelat dan mendapat cobaan pribadi, salah satunya sakit kanker," tutur Asteria.
Sepuluh tahun lalu, Ermey harus berhadapan dengan vonis kanker dan menjalani terapi di Singapura. Dia bisa bertahan dan bangkit berkat dukungan keluarga dan tim Dapur Cokelat.
Menurut Asteria, hal yang penting dalam penulisan buku ini adalah menyajikan cerita yang tidak menggurui serta menggambarkan Ermey secara apa adanya, sosok inspiratif yang ulet dan penuh mimpi.
Ermey masih punya impian yang belum terwujud, membangun Sekolah Dapur Cokelat untuk masyarakat tidak mampu agar mereka punya modal dalam bekerja di usaha kuliner. Dia bercita-cita bisa memberi ilmu pembuatan kue dan cokelat tanpa memungut biaya kepada mereka yang putus sekolah dan ingin membuka usaha kuliner.
"Biar orang-orang bisa bekerja secara mandiri," kata Ermey.
Pakar kuliner William Wongso memuji perjuangan Dapur Cokelat yang terus berinovasi selama dua puluh tahun. William mengatakan, cara memasarkan cokelat dulu dan sekarang jauh berbeda.
"Sekarang cokelat variannya luas sekali, di Indonesia mereknya banyak dan Dapur Cokelat masih bisa eksis," puji William.
Konsistensi menjaga kualitas dan kepercayaan diri dari Ermey disebut William sebagai faktor yang membuat jenama ini bisa terus bertahan. Begitu juga kemampuan untuk mengikuti zaman dan jeli membaca pasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
Kisah itu diungkapkan dalam buku "Dapur Cokelat Bercerita" yang ditulis Asteria Elanda, penulis yang berkecimpung di dunia media yang pernah menjadi redaktur pelaksana Femina dan aktif sebagai pembicara serta dosen.
"20 tahun ini proses panjang yang ga mudah dilewatkan begitu saja, di balik kestabilan banyak cerita yang jadi pembelajaran," kata Ermey dalam konferensi pers daring, Kamis.
Buku berformat hard cover yang menampilkan 10 bab ini dilengkapi dengan sembilan resep andalan Dapur Cokelat yang sudah dikenal masyarakat. Ermey mengutarakan, 20 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Bagai rasa cokelat yang kompleks, buku ini menceritakan manis dan pahitnya perjalanan dan perjuangan Dapur Cokelat berkarya dari nol hingga dikenal sebagai salah satu superbrand Indonesia saat ini.
Kecintaan Ermey akan cokelat sudah dimulai sejak kecil. Saking sukanya makan cokelat, Ermey kerap diam-diam menyembunyikan cokelat di bawah bantal untuk dimakan sebelum tidur. Maklum, dulu ibunya melarang untuk terlalu banyak makan cokelat karena takut mengakibatkan sang buah hati sakit gigi.
"Saya enggak bisa tidur kalau enggak makan cokelat," Ermey tersenyum, menyebut dua jenama cokelat lawas yang dia sukai, teman setia sebelum tidur.
Ermey kemudian menjalani pendidikan yang sesuai dengan minatnya di bidang kuliner. Dia bersekolah di SMIP (Sekolah Menengah Industri Pariwisata) DKI di Menteng, kemudian menekuni jurusan Bakery and Pastry Production dilanjutkan Manajemen Patiseri di STP (Sekolah Tinggi Pariwisata) Bandung atau yang lebih dikenal sebagai NHI (National Hotel Institute). Ermey juga konsisten menimba ilmu pattiserie ke mancanegara sejak tahun 2005 hingga saat ini.
Selulus dari STP Bandung, Ermey berkesempatan bekerja di beberapa perusahaan besar sambil menerima pesanan membuat chocolate praline bersama kakak tercinta, almarhum Gusnidar, dikerjakan di dapur rumah. Hingga akhirnya pada tahun 2001, Ermey memberanikan diri untuk membuka Toko Cokelat dengan dibantu almarhum Gusnidar dan Okky Dewanto yang kemudian menjadi suami Ermey serta Direktur Utama Dapur Cokelat.
Dengan peralatan terbatas Toko Cokelat kemudian bermetamorfosis menjadi Dapur Cokelat yang memiliki dapur produksi besar modern dan saat ini memiliki 29 gerai dan 26 titik pengantaran di seluruh Indonesia.
Nama Dapur Cokelat erat dengan konsep unik di gerai yang ia buat. Diawali dari dekorasi mug pribadi, mixer hingga oven yang sudah tidak berfungsi yang membuat suasana seperti dapur, Ermey memutuskan untuk betul-betul menciptakan suasana seperti dapur.
"Saya bikin kitchen set, taruh peralatan dapur untuk pajangan. Setelah jadi, kok lucu," katanya. Itulah alasan dari pemilihan nama Dapur Cokelat. Seorang konsumen pernah kecele gara-gara konsep toko yang unik. Dapur Cokelat disangka toko kitchen set karena dekorasinya penuh perabotan. Tapi keunikan itu juga berbuah manis karena media-media yang penasaran kemudian datang untuk meliput.
Layaknya sepotong kue Two Seasons Cake, signature cake Dapur Cokelat, terbuat dari bermacam unsur yang justru membuatnya lezat, lembut dan berkarakter, demikianlah juga perjalanan Dapur Cokelat mengalami masa naik turun dalam mengukir eksistensi di tengah ketatnya persaingan industri kuliner Tanah Air. Ujian demi ujian dilewati bersama dengan tim solid dan tangguh yang sudah dianggap Ermey keluarga sendiri.
Karyawan "dibajak" sampai produk ditiru bukan cerita asing baginya. Buat Ermey, penguasaan ilmu telah membuatnya bisa bertahan selama ini. Bila ada yang meniru, dia akan memodifikasi kreasi lama dan menciptakan kreasi baru agar konsumen tidak bosan dengan yang itu-itu saja. Kehadiran kompetitor adalah pelecut untuk terus menggerakkan usaha dan menciptakan produk lebih baik serta lebih kreatif. Tim yang solid menjadi kunci kesuksesan.
Dia juga bercerita keputusan besar yang sempat membuatnya ketar ketir, yakni ketika menggandeng bank untuk membesarkan bisnis cokelat dan kue yang mulai dirasa potensial. Ada kekhawatiran dirinya bakal terbelit utang bila ternyata bisnisnya gagal berkembang, tapi untungnya kekhawatiran itu tidak terjadi.
"Keputusannya tepat karena Dapur Cokelat bisa berkembang," katanya.
Sepanjang berbisnis, ada dua hal yang betul-betul membuatnya terguncang bagaikan badai. "Badai buat kami selama 20 tahun ada dua, ketika perubahan ke era digital dan pandemi COVID-19," ungkap Ermey.
Dia mau tidak mau berinovasi menghadapi perubahan tersebut agar bisa terus relevan dengan zaman. Ermey menegaskan, kuncinya adalah terus belajar dan inovasi tanpa henti.
Era digital dihadapi dengan digitalisasi usaha, sementara era pandemi dihadapi dengan membuat kue baru dengan harga terjangkau dan produk lain yang relevan dengan gaya hidup di rumah saja.
"Pandemi mengguncang kekokohan Dapur Cokelat, penjualan turun, omset nyusruk, tapi kita harus tetap beradaptasi dan mencari jalan keluar."
Hatinya gundah ketika harus menyampaikan kabar buruk kepada sebagian karyawan mengingat pemasukan yang turun drastis. Ermey tiga hari sulit tidur, memikirkan bagaimana cara memberitahu 30 pegawai bahwa mereka terpaksa dirumahkan. Walau sedih, dia harus tetap maju dan bekerja keras karena masih ada ratusan orang lain yang bekerja di bawahnya.
Sebuah inovasi pun lahir. Tepung premix siap masak yang awalnya hanya untuk waralaba di luar Jakarta disulap menjadi produk yang bisa dijual kepada konsumen. Ini sejalan dengan kebiasaan masyarakat di awal pandemi yang kembali ke dapur demi menjaga agar asupan makanan mereka terjamin kebersihannya.
Hobi-hobi baru di rumah bermunculan, termasuk memasak. Kehadiran tepung premix ini bisa membantu mereka yang mulai gemar memasak, sekaligus meningkatkan lagi pemasukan Dapur Cokelat. Premix puding cokelat, kue spons sampai es krim dihadirkan untuk konsumen yang ingin memasak sendiri makanan penutup dengan rasa lebih terjamin.
"Laku banget sampai kapasitas produksi tidak memenuhi, kami jadi merombak pabrik agar bisa memenuhi suplai," katanya.
Berbagai penghargaan di bidang kuliner maupun di bidang wirausaha tidak terbilang telah diraih Dapur Cokelat maupun Ermey secara pribadi sebagai seorang pengusaha sukses. Salah satu yang paling dibanggakan adalah menjadi partner resmi Istana Negara Republik Indonesia untuk Open House dan HUT ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 2019.
"Rasanya seperti mimpi, jelang lebaran kami ditelpon istana minta produk cokelat untuk open house Presiden Jokowi, minta cokelat bentuk beduk. Ini kebanggaan yang tidak bisa dilewatkan," katanya.
Asteria Elanda, penulis buku "Dapur Cokelat Bercerita", memaparkan dirinya selalu tertarik untuk menulis perjuangan seseorang, terutama perempuan. Sebelum menulis buku ini, dia sempat melakukan sedikit riset mengenai kisah Ermey mengembangkan bisnis. Dari situ, dia yakin masih banyak hal yang belum terungkap dan patut untuk diketahui banyak orang.
"Cerita dalam buku ini jujur, hampir tidak ada yang disembunyikan, termasuk perjuangan dalam masa membesarkan Dapur Cokelat dan mendapat cobaan pribadi, salah satunya sakit kanker," tutur Asteria.
Sepuluh tahun lalu, Ermey harus berhadapan dengan vonis kanker dan menjalani terapi di Singapura. Dia bisa bertahan dan bangkit berkat dukungan keluarga dan tim Dapur Cokelat.
Menurut Asteria, hal yang penting dalam penulisan buku ini adalah menyajikan cerita yang tidak menggurui serta menggambarkan Ermey secara apa adanya, sosok inspiratif yang ulet dan penuh mimpi.
Ermey masih punya impian yang belum terwujud, membangun Sekolah Dapur Cokelat untuk masyarakat tidak mampu agar mereka punya modal dalam bekerja di usaha kuliner. Dia bercita-cita bisa memberi ilmu pembuatan kue dan cokelat tanpa memungut biaya kepada mereka yang putus sekolah dan ingin membuka usaha kuliner.
"Biar orang-orang bisa bekerja secara mandiri," kata Ermey.
Pakar kuliner William Wongso memuji perjuangan Dapur Cokelat yang terus berinovasi selama dua puluh tahun. William mengatakan, cara memasarkan cokelat dulu dan sekarang jauh berbeda.
"Sekarang cokelat variannya luas sekali, di Indonesia mereknya banyak dan Dapur Cokelat masih bisa eksis," puji William.
Konsistensi menjaga kualitas dan kepercayaan diri dari Ermey disebut William sebagai faktor yang membuat jenama ini bisa terus bertahan. Begitu juga kemampuan untuk mengikuti zaman dan jeli membaca pasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021