Puluhan aktivis mahasiswa, pemuda dan aktivis lingkungan yang bergabung dalam Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat menggelar aksi damai di Simpang Lima Ratu Samban Kota Bengkulu mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk tidak menerbitkan izin rekomendasi penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tambang batu bara PT Inmas Abadi di kawasan Bentang Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara.

Koordinator aksi, Erin Dwiyanda mengatakan koalisi sejak 2017 telah menolak keras rencana penambangan batu bara PT Inmas Abadi di Bentang Seblat Kabupaten Bengkulu Utara. 

"Permintaan kami agar pemerintah baik tingkat daerah maupun di pusat agar tidak menganggap remeh Bentang Seblat. Terlalu banyak korban yang akan jatuh jika Bentang Seblat hancur, satwa gajah, harimau, serta aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup warga," kata Erin di sela aksi, Senin. 

Ia menambahkan bahwa pada 14 Oktober 2021, PT Inmas Abadi mengumumkan di salah satu koran lokal bahwa akan menyusun Amdal yang saat ini prosesnya di Kementerian Lingkungan Hidup. 

Pengumuman di koran ini memicu kembali penolakan keras terhadap PT Inmas Abadi yang sudah pernah disuarakan para aktivis mahasiswa, lingkungan dan warga pada 2018.

Karena itu, para pengunjukrasa mendesak Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) untuk mencabut izin Nomor i.315 ESDM tahun 2017 tentang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi kepada PT. Inmas Abadi.

Izin operasi produksi tersebut sudah bermasalah sejak awal sebab calon area pengerukan perut bumi berada di kawasan hutan konservasi, hutan produksi terbatas, hutan yang dapat dikonversi hingga membelah Sungai Seblat.

Dari hasil analisis Koalisi Selamatkan Bentang Alam Sebelat dari 4.051 hektare areal pertambangan yang diberikan kepada PT Inmas Abadi seluas 735 hektare berada di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, seluas 1.915 hektare berada di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis dan seluas 540 hektare berada di hutan produksi konversi.

Selain itu, tambahnya, keberadaan tambang batu bara tidak sebanding dengan ancaman kerusakan yang terjadi, ditambah dengan lokasi operasi berada di hulu Sungai Seblat sehingga masyarakat sekitar akan dihantui banjir seperti yang pernah melanda Sungai Seblat pada 2016. 

Presiden Mahasiswa Universitas Bengkulu, Tere Ade Rompas mengatakan bahwa tambang batu bara PT Inmas Abadi hanya akan mengakibatkan dampak buruk yang berkelanjutan dan memunculkan masalah baru untuk lingkungan di kawasan Bentang Alam Seblat khususnya masyarakat terdampak.

"Seperti permasalahan seperti di PLTU Teluk Sepang dan beberapa perusahaan lain yang akhirnya hanya menanamkan bibit permasalahan baru di Bengkulu yang hingga saat ini belum mampu dituntaskan oleh pemerintah pusat dan daerah," terangnya. 

Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator Pusat koordinasi Daerah  Mahasiswa Pecinta Alam se Provinsi Bengkulu, Respi Candra Pratama, menyatakan bahwa kawasan Bentang Alam Seblat adalah rumah terakhir gajah tersisa. 

"Selamatkan Bentang Alam Seblat, jangan sampai gajah hanya dianggap mitos oleh generasi selanjutnya" katanya.

Pewarta: Anggi Mayasari

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021