Bengkulu (Antara) - Masyarakat adat Semende yang mendiami kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di wilayah Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu menolak digusur dari wilayah adat mereka, Sabtu.

"Leluhur kami sudah berdiam di wilayah ini sejak lama, ada dokumen tentang keberadaan masyarakat adat Semende tahun 1891 saat masih zaman kolonial, jadi kami mempertahankan tanah adat nenek moyang," kata Midi, warga suku Semende yang tinggal di Dusun Lamo Banding Agung, dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), saat dihubungi dari Bengkulu, Sabtu.

Ia mengatakan operasi penurunan warga yang dianggap perambah dari TNBBS oleh polisi kehutanan, tidak tepat diberlakukan bagi masyarakat adat Semende.

Sebab, mereka bukan perambah yang datang ke kawasan itu membuka lahan seluas-luasnya.

"Nenek moyang kami memang sudah berdiam di daerah ini sejak lama, bahkan sebelum negara ini dibentuk," tambahnya.

Ia mengatakan warga Dusun Lamo Banding Agung tetap bertahan di pondok mereka meski operasi atau razia dilakukan polisi kehutanan TNBBS bersama polisi dan polhut Dinas Kehutanan Kabupaten Kaur.

Razia kata dia akan dilakukan hingga 24 Desember, namun hingga saat ini belum seorangpun masyarakat adat Semende yang ditangkap aparat polisi kehutanan.

"Dalam razia hari ini tidak ada warga Semende yang ditangkap, kami tidak tahu apakah besok akan ditangkap, yang jelas kami tetap mempertahankan tanah adat kami," kata Midi.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu Deff Tri Hamdi mengatakan dirujuk dari kronologis sejarah, sejak 1891 Dusun Lamo di Desa Banding Agung telah ditetapkan sebagai tanah warga marga Semende oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui Kewidanaan Kaur.

"Jadi secara hukum, wilayah itu sah milik tanah marga sejak tahun 1891. Artinya, ini bukan perambahan, kenapa mereka diusir?" tanyanya.

Ia mendesak Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah segera mengimplementasikan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang pengeluaran hutan adat dari hutan negara.

Desakan ini merujuk pada sikap represif aparat dan pemerintah daerah saat melakukan penertiban atas tanah adat yang diklaim milik negara.

"Putusan ini telah lama keluar. Dari putusan ini, harusnya sudah ada tindak lanjut dari Gubernur, agar masyarakat adat yang ada di Bengkulu, bisa memiliki kedaulatan sendiri atas tanah dan miliknya," tuturnya, menerangkan.

Implementasi kebijakan yang lamban menurutnya, akan merugikan keberadaan dan hak masyarakat adat.

Termasuk bagi 378 Kepala Keluarga (KK) atau sebanyak 600 jiwa masyarakat adat suku Semende di Dusun Lamo Banding Agung, Kaur. (Antara)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013