Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode Juli 2014-Agustus 2019 Hari Setianto dan Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri 2012-Juni 2014 Bachtiar Effendi divonis 15 tahun penjara.
Hakim menyatakan keduanya terbukti bersama-sama melakukan korupsi pengelolaan dana PT Asabri yang merugikan keuangan negara senilai Rp22,788 triliun.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Bachtiar Effendi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun ditambah denda Rp750 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa malam.
Vonis terhadap Bachtiar Effendi tersebut lebih tinggi dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang meminta agar Bachtiar divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Bachtiar Effendi juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp453,783 juta dengan memperhitungkan barang bukti dan dokumen yang disita, dan bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi akan dipidana 4 tahun penjara
"Mengadili, menyatakan terdakwa Hari Setianto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun ditambah denda Rp750 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata hakim pula.
Vonis terhadap Hari Setianto itu lebih tinggi dibanding tuntutan JPU yang menuntut agar Hari Setianto dituntut 14 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hari Setianto diwajibkan untuk membayar uang pengganti senilai Rp378,873 juta dengan memperhitungkan barang bukti dan dokumen yang disita, dan bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi akan dipidana 4 tahun.
Keduanya menurut majelis hakim yang terdiri dari Ignatius Eko Purwanto, Saifuddin Zuhri, Rosmina, Ali Muhatorm, dan Mulyono Dwi Purwanto terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan pertama yaitu Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saat sidang, ada seorang hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) yaitu hakim anggota 5, Mulyono Dwi Purwanto.
"Metode audit yang digunakan untuk menghitung perhitungan kerugian negara adalah 'total loss' dengan modifikasi yaitu menghitung selisih uang yang dikeluarkan PT Asabri untuk pembelian instrumen investasi yang tidak sesuai aturan hukum dikurangi dengan dana yang kembali dari investasi per 31 Desember 2019. Sedangkan menurut standar akuntansi per tanggal tertentu, posisi laba atau rugi adalah 'unrealize' karena belum terjadi atau rill terjual berdasarkan harga perolehan sehingga masih potensi," kata Mulyono.
Artinya hakim Mulyono menilai kerugian negara senilai Rp22,788 triliun berdasarkan laporan BPK masih berupa potensi dan bukan kerugian negara riil.
Ada empat terdakwa dalam perkara Asabri yang belum dijatuhi vonis. Dua terdakwa yaitu Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo dan Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi akan menjalani sidang pembacaaan vonis pada Rabu (5/1).
"Terdakwa Lukman Purnomosidi dan Jimmy Sutopo, untuk perkara saudara berdua, majelis hakim belum siap dengan putusan, maka pembacaan putusan kami agendakan kembali, kami tunda besok pagi. Sidang perkara saudara dinyatakan ditunda untuk besok pagi hari Rabu, 5 Januari 2022 pukul 09.00 WIB," kata hakim Eko.
Sementara dua terdakwa lain dalam perkara ini, yaitu Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat yang dituntut hukuman mati dan uang pengganti Rp12,434 triliun.
Sedangkan Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro masih menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Dalam perkara ini, PT. Asabri mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tabungan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta Asabri setiap bulannya yang dipotong dari gaji pokok TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan sebesar 8 persen dengan rincian untuk Dana Pensiun dipotong sebesar 4,75 persen dari gaji pokok dan untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong sebesar 3,25 persen dari gaji pokok.
Namun para terdakwa melakukan investasi saham, reksadana, Medium Term Note (MTN) atau surat utang jangka menengah dan investasi lainnya yang berisiko tinggi antara lain saham LCGP (PT Eureka Prima Jakarta Tbk) sejak Oktober 2012, MYRX (PT Hanson International Tbk) di pasar reguler sejak 4 Oktober 2012 dan SUGI (PT Sugih Energy Tbk).
Kerja sama melalui produk reksadana di antaranya untuk memindahkan saham-saham PT Asabri yang memiliki kinerja tidak baik dan mengalami penurunan harga, sehingga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp22,788 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
Hakim menyatakan keduanya terbukti bersama-sama melakukan korupsi pengelolaan dana PT Asabri yang merugikan keuangan negara senilai Rp22,788 triliun.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Bachtiar Effendi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun ditambah denda Rp750 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa malam.
Vonis terhadap Bachtiar Effendi tersebut lebih tinggi dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang meminta agar Bachtiar divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Bachtiar Effendi juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp453,783 juta dengan memperhitungkan barang bukti dan dokumen yang disita, dan bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi akan dipidana 4 tahun penjara
"Mengadili, menyatakan terdakwa Hari Setianto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun ditambah denda Rp750 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata hakim pula.
Vonis terhadap Hari Setianto itu lebih tinggi dibanding tuntutan JPU yang menuntut agar Hari Setianto dituntut 14 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hari Setianto diwajibkan untuk membayar uang pengganti senilai Rp378,873 juta dengan memperhitungkan barang bukti dan dokumen yang disita, dan bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi akan dipidana 4 tahun.
Keduanya menurut majelis hakim yang terdiri dari Ignatius Eko Purwanto, Saifuddin Zuhri, Rosmina, Ali Muhatorm, dan Mulyono Dwi Purwanto terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan pertama yaitu Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saat sidang, ada seorang hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) yaitu hakim anggota 5, Mulyono Dwi Purwanto.
"Metode audit yang digunakan untuk menghitung perhitungan kerugian negara adalah 'total loss' dengan modifikasi yaitu menghitung selisih uang yang dikeluarkan PT Asabri untuk pembelian instrumen investasi yang tidak sesuai aturan hukum dikurangi dengan dana yang kembali dari investasi per 31 Desember 2019. Sedangkan menurut standar akuntansi per tanggal tertentu, posisi laba atau rugi adalah 'unrealize' karena belum terjadi atau rill terjual berdasarkan harga perolehan sehingga masih potensi," kata Mulyono.
Artinya hakim Mulyono menilai kerugian negara senilai Rp22,788 triliun berdasarkan laporan BPK masih berupa potensi dan bukan kerugian negara riil.
Ada empat terdakwa dalam perkara Asabri yang belum dijatuhi vonis. Dua terdakwa yaitu Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo dan Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi akan menjalani sidang pembacaaan vonis pada Rabu (5/1).
"Terdakwa Lukman Purnomosidi dan Jimmy Sutopo, untuk perkara saudara berdua, majelis hakim belum siap dengan putusan, maka pembacaan putusan kami agendakan kembali, kami tunda besok pagi. Sidang perkara saudara dinyatakan ditunda untuk besok pagi hari Rabu, 5 Januari 2022 pukul 09.00 WIB," kata hakim Eko.
Sementara dua terdakwa lain dalam perkara ini, yaitu Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat yang dituntut hukuman mati dan uang pengganti Rp12,434 triliun.
Sedangkan Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro masih menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Dalam perkara ini, PT. Asabri mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tabungan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta Asabri setiap bulannya yang dipotong dari gaji pokok TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan sebesar 8 persen dengan rincian untuk Dana Pensiun dipotong sebesar 4,75 persen dari gaji pokok dan untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong sebesar 3,25 persen dari gaji pokok.
Namun para terdakwa melakukan investasi saham, reksadana, Medium Term Note (MTN) atau surat utang jangka menengah dan investasi lainnya yang berisiko tinggi antara lain saham LCGP (PT Eureka Prima Jakarta Tbk) sejak Oktober 2012, MYRX (PT Hanson International Tbk) di pasar reguler sejak 4 Oktober 2012 dan SUGI (PT Sugih Energy Tbk).
Kerja sama melalui produk reksadana di antaranya untuk memindahkan saham-saham PT Asabri yang memiliki kinerja tidak baik dan mengalami penurunan harga, sehingga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp22,788 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022