Medan (Antara) - Harga ekspor karet Indonesia masih bertahan rendah di kisaran 2,16 -2,18  dolar AS  per kg akibat stok di China yang cukup banyak dan nilai tukar  mata uang Yen yang menguat terhadap dolar AS serta tren menurunnya harga minyak sawit mentah.

"Stok yang banyak di China mengurangi pembelian, padahal negara itu termasuk salah satu tujuan ekspor karet terbesar Indonesia ," kata Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Kamis.

Harga semakin bertahan di posisi rendah karena nilai tukar Yen menguat dan sebaliknya harga ekspor minyak sawit mentah atau CPO melemah dan masih berfluktuasinya harga minyak mentah.

Ia menjelaskan, harga komoditas memang dipengaruhi banyak faktor dan sejak beberapa tahun terakhir dampak krisis global sangat berpengaruh besar dalam penurunan harga.

"Eksportir meningkatkan kehati-hatian untuk bertransaksi guna menekan kerugian yang lebih besar," katanya.  

Pada 16 Januari, harga karet SIR 20 Indonesia di bursa Singapura ditutup sebesar 2,18 dolar AS per kg untuk pengapalan Februari dan untuk Maret lebih rendah atau 2,17 dolar AS per kg.

Harga itu lebih rendah dari posisi perdagangan tanggal 10 Januari yang masih  2,20 dolar AS per kg

Tren menurunnya harga ekspor, otomatis membuat harga jual bahan olah karet (bokar) di pabrikan  dalam negeri juga melemah.

Kalau sebelumnya harga bokar di pabrikan Rp22.072  hingga Rp24.072 per kg, maka tanggal 16 Januari nilai jualnya Rp21.594 - Rp23.594 per kg.

"Kalau harga terus turun, maka devisa bisa lebih rendah dari 2013 (hingga November) yang berdasarkan angka BPS senilai 1,931 miliar dolar AS,"katanya.

Petani karet Sumut, K.Siregar mengaku harga karet di petani tidak mengalami banyak perubahan dari 2013 atau hanya sekitar Rp10ribuan per kg.

"Harga yang tergolong murah itu semakin membuat petani stres karena produksi semakin melamah dampak cuaca ekstrem.Tapi mau mengadu sama siapa,"katanya.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014