Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Bengkulu Amon Zamora memprediksi konflik antara harimau Sumatra (Phantera tigris sumatrae) dan manusia pada 2012 ini akan terus terjadi penyebabnya karena perambahan kawasan hutan hingga kini masa saja berlangsung.
"Kita sudah menerima laporan ada jejak harimau di Kabupaten Seluma dan Bengkulu Selatan beberapa waktu lalu. Ini berarti keberadaan harimau di hutan makin terdesak," kata Amon di Bengkulu, Minggu.
Ia mengatakan, dalam tempo tiga bulan ini BKSDA telah menyelamatkan dua ekor harimau Sumatra dari Kabupaten Bengkulu Utara dan Air Rami Kabupaten Mukomuko satu di antaranya terjerat yang dipasang warga.
"Konflik itu bisa saja terus berlangsung akibat kerusakan hutan terus bertambah oleh aktifitas para perambah," katanya.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan, areal hutan produksi terbatas (HPT) sekitar 30 persen mengalami rusak parah, hal ini berbandng terbalik dengan hasil analisa BKSDA yang mencacat sekitar 60 persen dalam keadaan rusak parah akibat perambahan dan sudah berganti menjadi kebun kopi dan sawit dari luas hutan secara keseluruhan 920
hektare.
"Untuk kawasan konservasi ada sekitar 44.000 hektare dan sekitar 30 persen mengalami kerusakan," tambahnya.
Dari luas hutan konservasi tersebut terdapat tiga kantong satwa liar yang masih bagus yakni Semidang Bukit Kabu di Seluma, PLG Seblat dan Taman Wisata Bukit Kaba.
Dari tiga areal tersebut, hanya PLG Seblat saja yang sudah aman dari perambahan, sedangkan dua areal lainnya masih marak.
"Kalau perambahan tidak juga dihentikan dikhawatirkan akan ada lagi manusia yang mati akibat diterkam harimau," katanya.
Untuk meminimalisir terjadinya konflik, katanya, BKSDA memberikan intruski kepada petugas di daerah agar melakukan pemetaan lokasi yang diduga rawan konflik.
Selain itu, ada tim khusus yang mendeteksi daerah yang banyak memasang jerat harimau seperti yang ditemukan di Kabupaten Seluma beberapa hari lalu.
"Kita juga terus berkoordinasi dengan kepolisian dan TNI untuk menangani masalah tersebut," katanya. (man)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
"Kita sudah menerima laporan ada jejak harimau di Kabupaten Seluma dan Bengkulu Selatan beberapa waktu lalu. Ini berarti keberadaan harimau di hutan makin terdesak," kata Amon di Bengkulu, Minggu.
Ia mengatakan, dalam tempo tiga bulan ini BKSDA telah menyelamatkan dua ekor harimau Sumatra dari Kabupaten Bengkulu Utara dan Air Rami Kabupaten Mukomuko satu di antaranya terjerat yang dipasang warga.
"Konflik itu bisa saja terus berlangsung akibat kerusakan hutan terus bertambah oleh aktifitas para perambah," katanya.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan, areal hutan produksi terbatas (HPT) sekitar 30 persen mengalami rusak parah, hal ini berbandng terbalik dengan hasil analisa BKSDA yang mencacat sekitar 60 persen dalam keadaan rusak parah akibat perambahan dan sudah berganti menjadi kebun kopi dan sawit dari luas hutan secara keseluruhan 920
hektare.
"Untuk kawasan konservasi ada sekitar 44.000 hektare dan sekitar 30 persen mengalami kerusakan," tambahnya.
Dari luas hutan konservasi tersebut terdapat tiga kantong satwa liar yang masih bagus yakni Semidang Bukit Kabu di Seluma, PLG Seblat dan Taman Wisata Bukit Kaba.
Dari tiga areal tersebut, hanya PLG Seblat saja yang sudah aman dari perambahan, sedangkan dua areal lainnya masih marak.
"Kalau perambahan tidak juga dihentikan dikhawatirkan akan ada lagi manusia yang mati akibat diterkam harimau," katanya.
Untuk meminimalisir terjadinya konflik, katanya, BKSDA memberikan intruski kepada petugas di daerah agar melakukan pemetaan lokasi yang diduga rawan konflik.
Selain itu, ada tim khusus yang mendeteksi daerah yang banyak memasang jerat harimau seperti yang ditemukan di Kabupaten Seluma beberapa hari lalu.
"Kita juga terus berkoordinasi dengan kepolisian dan TNI untuk menangani masalah tersebut," katanya. (man)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012