Jalan panjang berliku pencarian makam Tan Malaka

Selasa, 28 Januari 2014 21:59 WIB

Jakarta (ANTARA) - Tenggelamnya nama dan peran pejuang kemerdekaan Tan Malaka, diduga menjadi salah satu produk rezim pemerintahan Orde Baru dalam melanggengkan propaganda sejarah.

Setelah diberi gelar pahlawan kemerdekaan nasional pada 1963 oleh Presiden Soekarno, sosok Tan Malaka nyaris tidak pernah terdengar kembali dan hanya segelintir orang Indonesia yang mengetahuinya.  Materi  penelitian intelektual yang mengkaji pemikiran sang pemegang prinsip "Merdeka 100 persen" itu juga sulit dicari.

Beberapa peneliti menganggap, saat era Orde Baru, banyak pihak di pemerintahan yang berseberangan dengan Tan.

Peneliti sejarah LIPI Asvi Warman Adam mengatakan gejolak politik saat Orde Baru membuat banyak pihak berusaha menutup-nutupi sosok dan pemikiran Tan

Sejarawan Belanda Harry A. Poeze yang mengaku meneliti Tan Malaka sudah selama 40 tahun, mengungkapkan gerakan pendukung Tan sangat dikhawatirkan akan mampu mengungkap  siapa sosok dalang sebenarnya pembunuh pencipta naskah terkenal Madilog, itu.

Buku-buku tentang pemikiran Tan dilarang beredar saat itu. Upaya peneilitian ilmiah tentang Tan saat itu, kata Harry, selalu dihalang-halangi.

"Banyak pihak ingin menghalangi tersebarluasnya informasi tentang Tan Malaka, karena takut juga bila siapa saja dalang pembunuhan Tan dapat terungkap," kata dia.

Setelah rezim Orde Baru runtuh di 1998, baru pada 2009, para peneliti termasuk Harry, dan keluarga mewacanakan untuk menggali makam Tan Malaka di Selopanggung, Senen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Mendapat suntikan dana bantuan dari Taufiq Kiemas, suami Presiden RI ke-lima Megawati Soekarnoputri, serta beberapa tokoh bangsa lainnya, penggalian akhirnya dilakukan dan melibatkan sejumlah ahli forensik dan peneliti.

Asvi Warman mengatakan, dari penggalian tersebut ditemukan sedikit sekali sisa serpihan kerangka jenazah Tan, yakni 0,25 gram gigi dan 1,1 gram tulang.

Sedangkan menurut Harry, tidak ada kerangka dari badan atau kepala Tan yang masih utuh dalam penemuan itu, hanya serpihan gigi dan tulang.

Namun, Asvi dan Harry meyakini bahwa makam di Selopanggung itu merupakan pusara terakhir Tan Malaka.

Indikasinya, mereka merujuk pada data penelitian forensik yang menyimpulkan bahwa jenazah yang pernah bersemayam di makam itu merupakan seorang laki-laki, bertinggi badan 163-165 sentimeter, dikubur secara Islam dan dikubur dalam keadaan tangan terikat di belakang badan.

"Perkiraan kami, posisi itu sama dengan posisi Tan waktu ditembak mati oleh Letnan Sukotjo," kata Asvi.

Kepada ANTARA News, Harry mengatakan tim forensik menyimpulkan tangan jenazah Tan terikat di belakang berdasarkan kontur tanah setelah menggali makam itu sedalam dua meter.

Satu pintu terakhir untuk meyakinkan penemuan makam Tan Malaka itu adalah tes DNA sisa serpihan tubuh Tan dengan beberapa anggota kaluarga Tan, salah satunya adalah keponakan Tan Zulfikar Kamarudin.

Tes DNA sudah diupayakan oleh tim forensik yang terdiri dari dua dokter spesialis forensik Djaja Surya Atmadja dan Evi Untoro serta dokter gigi Nurtamy Soedarsono

Namun, setelah empat tahun pascapenggalian jenazah Tan, tim forensik masih kesulitan untuk mengeluarkan sampel DNA dari sisa serpihan kerangka tubuh yang diyakini sebagai Tan.

Keluarga meyakini makam Tan di Selopanggung

Meskipun tes DNA belum memberikan konfirmasi tentang keberadaan makam Tan, keponakan Tan Malaka, Zulfikar Kamarudin meyakini sepenuhnya bahwa pusara yang ditemukan peneliti di Selopanggung merupakan tempat pengistirahatan Tan.

Keyakinan Zulfikar tersebut didasarkan pada keterangan dari penelitian Harry, yang telah mewawancarai puluhan orang yang pernah dekat dengan Tan, termasuk saksi mata saat Tan ditangkap, kemudian ditembak mati.

"Keluarga telah berdiskusi beberapa kali dengan para peneliti, dan kami takjub dengan upaya para penelti untuk mengetahui keberadaan Tan Malaka," ujarnya.

Zulfikar mengatakan keluarga sependapat dengan para peniliti bahwa 90 persen secara antropologi fisik dan historis, makam Tan Malaka sudah ditemukan di Selopanggung. Sisa 10 persen yang melengkapi penelitian itu adalah hasil tes DNA Tan.

Dia mengatakan akan mengirim surat kepada Kementerian Sosial untuk mempertimbangkan pemindahan secara simbolis makam Tan di Selopanggung ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Namun, demi menghormati kepentingan pemerintah daerah Kabupaten Kediri, keluarga menyetujui pemindahan akan dilakukan secara simbolis dengan mengambil tanah dari makam di Selopanggung, kemudian dibuatkan makam di Kalibata.

Kemudian upaya tes DNA dilanjutkan dan Pemerintah Kediri mendirikan monumen dan tugu yang menandakan makam asli Tan Malaka.

Menuntut pengakuan dari pemerintah

Asvi mengatakan pemindahan secara simbolis makam Tan ke Kalibata juga untuk meminta pengakuan pemerintah terhadap status pahlawan nasional milik Tan Malaka.

"Sesuai UU Nomor 20 Tahun 2009, pahlawan nasional berhak dimakamkan di Kalibata," katanya.

Jika disetujui oleh pemerintah, pemindahan makam ini juga menjadi pengakuan kesalahan pemerintah saat era Orde Baru, kata Asvi.

Dia menambahkan kepastian makam Tan Malaka kini seakan tersandera oleh proses uji DNA yang begitu mengherankan karena memakan waktu sangat lama.

DNA Tan Malaka sudah dibawa ke berbagai konferensi internasional untuk ditemukan sampelnya dan diuji dengan sampel milik keluarga yang masih hidup, mamun upaya itu masih nihil.

Menurut Asvi, terdapat anggapan bahwa upaya tes DNA ini sengaja dihalangi oleh berbagai pihak. Namun dia mengaku tidak ingin berspekulasi terlalu jauh.

Dia meyakini tim forensik yang dipimpin oleh Djaja Surya Atmaja masih ingin melanjutkan proses uji DNA ini hingga melengkapi hasil kajian antropoligis dan historis.

"Saya yakin Djaja masih merasa utang dengan lamanya proses ini, maka itu kami berikan opsi kepada mereka untuk tetap melanjutkan upaya uji DNA, tapi kami tetap meminta makam Tan dipindahkan secara simbolis," ujarnya.

Kini, keluarga dan para peneliti menunggu tindak lanjut dari pemerintah mengenai hasil penelitian tersebut.

Asvi menginginkan pemerintah sudah mengambil keputusan mengenai rekomendasi dari penelitian tersebut, sebelum 19 Februari 2014, tanggal hari dan bulan saat Tan diculik dan dibawa ke suatu tempat untuk ditembak mati pada 21 Februari 1949. (Antara)

Pewarta: Oleh Indra Arief Pribadi

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014

Terkait

Diskusi Tan Malaka di Undip didesaki pengunjung

Senin, 17 Februari 2014 23:56

Mukomuko tambah anggaran pengadaan tanah makam

Sabtu, 12 Oktober 2024 19:24
Terpopuler