Mukomuko (Antara) - Badan Penyuluh Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten, Provinsi Bengkulu, akan mengubah secara bertahap kebiasaan lama petani setempat dari menggunakan cara tradisional dengan membuka sawah, menjadi pertanian modern.

"Kita akan mencoba mengubah secara bertahap cara bersawah petani di Kecamatan Selagan Raya," kata Kepala Badan Penyuluh Pertanian dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Mukomuko, Sukiman, di Mukomuko, Rabu.

Ia mengatakan, pihaknya akan mencoba menjadi beberapa petak sawah dari seluas 1.400 hektare sawah di daerah itu sebagai contoh pertanian modern.

Ia berharap, contoh pertanian modern dengan produksi gabah yang lebih banyak dapat memotivasi petani untuk mengubah cara lama petani bersawah di wilayah tersebut.

"Mungkin cara ini dapat memberikan motivasi bagi petani di wilayah itu untuk mengubah cara lama petani disana memiliki sawah," ujarnya.

Ia menjelaskan, bahwa kebiasaan lama petani membuka sawah di wilayah itu telah menjadibudaya. Sehingga membuat mereka sulit untuk meningkatkan ekonominya. Hingga kini produksi gabah petani itu berkisar 3,5 hingga empat ton per hektare.

Ia menjelaskan, sosial budaya petani di sana yang tidak bisa mereka tinggalkan sampai sekarang seperti penggunaan pupuk hanya terpaku pada satu jenis saja.

"Kalau di sana itu petaninya cukup pakai pupuk urea saja dan kadang-kadang phonska, sehingga berpengaruh terhadap kesuburan tanaman," ujarnya.

Padahal, kata dia, penyuluh pertanian setempat, rutin mengajarkan petani agar menggunakan beragam pupuk setiap melakukan penanaman padi.

Menurut dia, pupuk itu tidak hanya cukup satu jenis saja tetapi dicampur dengan pupuk jenis lain seperti SP36, KCL, urea, dan phonska, perpaduan itu meningkatkan kesuburan tanaman.

Selain itu, kata dia, petani di sana juga masih betah menggunakan alat bajak singkal untuk menggemburkan tanah. Padahal tekanan bajak itu tidak maksimal.

"Kalau pakai bajak itu pengolahan tanah sawah tidak dalam sehingga mempengaruhi kesuburan tanaman padi," ujarnya.

Seharusnya, kata dia, petani menggunakan traktor tangan yang mampu menggali tanah lebih dalam lagi.

Ia menjelaskan, instansi itu melalui penyuluh pertanian lapangan (PPL) telah berusaha mengubah sosial budaya petani itu, tetapi tetap saja tidak berubah.

Menurut dia, faktor  ekonomi petani di sana juga turut mempengaruhi sehingga petani tetap bertahan menggunakan cara mereka agar tetap melakukan aktivitas pertanian pangan.

Ia menerangkan, dari seluas 6.800 hektare lahan persawahan produktif di daerah itu, produksi gabah rata-rata per tahun hanya sebesar lima ton per hektare.

"Produksi gabah tersebut rendah karena sosial budaya petani di kecamatan itu yang tidak mau berubah," ujarnya.

Ia yakin, kalau petani di sana berubah, maka produksi gabah di wilayah itu bisa mencapai minimal enam ton per hektare.

"Di sebagian areal persawahan petani di daerah ini seperti di Kecamatan Lubuk Pinang produksi gabah petani bisa mencapai tujuh ton per hektare," ujarnya lagi.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014