Khatib Shalat Idul Fitri di Masjid Mujahidin Kantor Gubernur Sulteng Prof Zainal Abidin mengajak umat Islam untuk menjadikan Idul Fitri 1443 Hijriah sebagai momentum untuk introspeksi diri demi membangun hubungan kemanusiaan.
"Hari ini adalah hari berbahagia, hari introspeksi diri, hari refleksi diri, dan hari solidaritas dalam mewujudkan persaudaraan yang berbasis kebangsaan dan kemanusiaan.," kata Zainal Abidin dalam khutbahnya, di Palu, Senin.
Zainal Abidin menyampaikan Khutbah Idul Fitri tentang refleksi spirit Ramadhan dan Idul Fitri dalam restorasi sosial yang berbasis kebangsaan dan semangat humanitarian. Wakil Gubernur Sulteng Ma'mun Amir, dan Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng serta beberapa pejabat eselon II dan III ikut shalat di masjid tersebut.
Dalam khutbahnya, Zainal Abidin mengutip sebuah hadits yang berbunyi, "Janganlah kamu berdengki-dengkian, bermusuh-musuhan, dan bertolak-belakang, tetapi jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara".
Hari kemenangan dan kembali kepada fitrah, menurut dia, tentu sangat baik jika dijadikan momentum untuk introspeksi diri atau muhasabah.
Kata fitri atau fitrah kerapkali dianalogikan seperti bayi yang baru lahir. Kembali kepada fitrah sama artinya dengan kembali menghayati kehidupan sebagai bayi yang bersih, tulus, dan apa adanya.
"Jalan keimanan sesungguhnya seperti bayi yang memiliki karakter bersih, tulus, dan otentik. Sekarang kita bisa mengajukan pertanyaan kepada diri kita, apakah saat kita menyatakan beriman kepada Allah, kita benar-benar seperti bayi yang berhati bersih, ikhlas dan otentik?" ujarnya.
"Kata bersih diartikan sebagai tidak adanya kotoran yang bersemayam dalam hati, ikhlas bermakna sebagai ketiadaan pamrih, sementara otentik merupakan sebuah sikap yang tidak dibuat-buat," ujarnya.
Orang yang beriman adalah orang menyelaraskan antara hati nurani, perkataan, dan perbuatan. Kalau ada orang yang mengaku beriman tapi antara hati, perkataan dan perbuatannya tidak sama, maka, sejatinya, ia belum layak dikatakan sebagai manusia yang beriman.
Menurut dia, ada perbedaan yang hakiki antara orang yang beriman dengan orang yang beragama. Orang yang beragama adalah orang yang rajin ibadah ritual, terkadang penampilannya terlihat, menampilkan simbol-simbol agama. Sementara, orang beriman adalah, orang yang “percaya dan bertindak” sejalan dengan nilai-nilai iman.
Dalam khutbahnya, Zainal Abidin juga mengajak jamaah untuk memanjatkan doa semoga bangsa dan negara serta seluruh rakyat Indonesia dalam keadaan damai, tenteram dan sejahtera dalam kasih dan lindungan Allah SWT, sehingga terwujud imunitas sosial dan solidaritas antar-sesama anak bangsa, yang menjadi modal utama dalam membangun suasana yang harmonis untuk menyongsong hari esok yang lebih baik.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
"Hari ini adalah hari berbahagia, hari introspeksi diri, hari refleksi diri, dan hari solidaritas dalam mewujudkan persaudaraan yang berbasis kebangsaan dan kemanusiaan.," kata Zainal Abidin dalam khutbahnya, di Palu, Senin.
Zainal Abidin menyampaikan Khutbah Idul Fitri tentang refleksi spirit Ramadhan dan Idul Fitri dalam restorasi sosial yang berbasis kebangsaan dan semangat humanitarian. Wakil Gubernur Sulteng Ma'mun Amir, dan Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng serta beberapa pejabat eselon II dan III ikut shalat di masjid tersebut.
Dalam khutbahnya, Zainal Abidin mengutip sebuah hadits yang berbunyi, "Janganlah kamu berdengki-dengkian, bermusuh-musuhan, dan bertolak-belakang, tetapi jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara".
Hari kemenangan dan kembali kepada fitrah, menurut dia, tentu sangat baik jika dijadikan momentum untuk introspeksi diri atau muhasabah.
Kata fitri atau fitrah kerapkali dianalogikan seperti bayi yang baru lahir. Kembali kepada fitrah sama artinya dengan kembali menghayati kehidupan sebagai bayi yang bersih, tulus, dan apa adanya.
"Jalan keimanan sesungguhnya seperti bayi yang memiliki karakter bersih, tulus, dan otentik. Sekarang kita bisa mengajukan pertanyaan kepada diri kita, apakah saat kita menyatakan beriman kepada Allah, kita benar-benar seperti bayi yang berhati bersih, ikhlas dan otentik?" ujarnya.
"Kata bersih diartikan sebagai tidak adanya kotoran yang bersemayam dalam hati, ikhlas bermakna sebagai ketiadaan pamrih, sementara otentik merupakan sebuah sikap yang tidak dibuat-buat," ujarnya.
Orang yang beriman adalah orang menyelaraskan antara hati nurani, perkataan, dan perbuatan. Kalau ada orang yang mengaku beriman tapi antara hati, perkataan dan perbuatannya tidak sama, maka, sejatinya, ia belum layak dikatakan sebagai manusia yang beriman.
Menurut dia, ada perbedaan yang hakiki antara orang yang beriman dengan orang yang beragama. Orang yang beragama adalah orang yang rajin ibadah ritual, terkadang penampilannya terlihat, menampilkan simbol-simbol agama. Sementara, orang beriman adalah, orang yang “percaya dan bertindak” sejalan dengan nilai-nilai iman.
Dalam khutbahnya, Zainal Abidin juga mengajak jamaah untuk memanjatkan doa semoga bangsa dan negara serta seluruh rakyat Indonesia dalam keadaan damai, tenteram dan sejahtera dalam kasih dan lindungan Allah SWT, sehingga terwujud imunitas sosial dan solidaritas antar-sesama anak bangsa, yang menjadi modal utama dalam membangun suasana yang harmonis untuk menyongsong hari esok yang lebih baik.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022