Aktivis lingkungan dari Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam (Mapetala) Bengkulu mendeklarasikan bahwa wilayah Bengkulu saat ini dalam kondisi darurat sampah setelah meneliti tiga sungai sumber bahan baku air Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) di Bengkulu yang tercemar mikroplastik.
Ketua Mapatala Bengkulu, Andi Kurnia di Bengkulu, Kamis mengatakan, bahwa dalam 100 liter air yang diteliti bersama aktivis dari lembaga penelitian Ecoton ditemukan 10-20 partikel mikroplastik dengan menggunakan metode tes cepat serta dalam ikan di Pantai Segara Bengkulu ditemukan 16-41 partikel mikroplastik.
"Sampah plastik yang dibuang ke sungai-sungai dan berakhir di laut Bengkulu sudah memberikan dampak nyata pada kerusakan ekosistem," kata Andi.
Menurut Andi, dalam lambung ikan layur (Trichiurus lepturus), ikan gulama (Johnius trachycephalus), ikan kuwe (Carangoides caeruleopinnatus) ikan lemah (Lactarius lactarius ) dan ikan lencam (Lethrinus lentjan) di Pantai Segara Bengkulu berdasarkan hasil penelitian oleh Prodi Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu pada September 2020 hingga Februari 2021 juga di temukan partikel mikroplastik.
Hal tersebut disebabkan produksi sampah plastik setiap tahun dibuang ke laut, sehingga di pesisir Pantai Panjang juga ditemui beragam jenis sampah seperti styrofoam, tas kresek, sandal, popok dan kemasan makanan dalam bentuk sachet tercecer sepanjang pantai.
Dari pantauan Mapetala kata dia, sampah laut (marine debris) yang dijumpai di Pantai Panjang sekitar 65 persen adalah jenis sampah anorganik seperti karet, beling dan terbanyak adalah sampah plastik.
Sedangkan 35 persen adalah sampah organik berupa sampah sisa makanan, kayu, daun dan material alam lainnya. Sampah tersebut berasal dari sungai-sungai yang bermuara di Pantai Panjang.
"Yang mengkhawatirkan adalah proses fragmentasi yang memecah sampah plastik menjadi ukuran lebih kecil yang disebut mikroplastik," ujarnya.
Untuk mengendalikan kontaminasi mikroplastik di perairan Bengkulu, tim peneliti Mapetala, Telapak Badan Teritori Bengkulu berkolaborasi dengan tim Ekspedisi Sungai Nusantara dari Ecoton mengidentifikasi timbulan sampah dan menemukan 20 timbulan sampah liar di Kota Bengkulu. Penumpukan sampah terbanyak ditemukan di sepanjang Pantai Panjang Bengkulu, tiang penyangga jembatan dan jalan.
"Kami mengidentifikasi timbulan sampah illegal di Kota Bengkulu dan menemukan lebih dari 20 lokasi timbulan sampah liar terutama di jembatan dan saluran air, sampah yang ada kita kumpulkan dan identifikasi merk atau brand produsennya," katanya.
Lanjut Andi, timbunan sampah liar yang ditemukan pada 20 titik Kota Bengkulu ini disebabkan karena sampah-sampah yang teridentifikasi sebagian besar tidak terpilah alias dicampur antara organik dan anorganik.
Tidak adanya upaya penegakan hukum Peraturan Daerah sehingga membuat masyarakat masih mencampur sampah organik dengan anorganik, tidak tersedianya sarana pengumpulan sampah di tiap RT atau Tiap Desa/Kelurahan yang memadai dan cukup.
Akiabtnya, masyarakat di Bengkulu masih membuang sampahnya ke tepi jalan, lahan terbuka/kebun sawit, saluran air, jembatan dan sungai, minimnya Fasilitas tempat sampah pada fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara, Amirrudin Muttaqin menjelaskan bahwa gangguan yang saat ini dirasakan oleh tubuh yang terkontaminasi mikroplastik adalah penurunan kualitas dan kuantitas sperma.
"Sistem pengolahan sampah Pemkot Bengkulu menjadi salah satu faktor utama kontribusi sampah plastik ke perairan di Bengkulu, sampah-sampah plastik yang tidak terkelola inilah yang menjadi sumber terbentuknya mikroplastik," jelasnya.
Oleh sebab itu, pemerintah Kota Bengkulu harus menyediakan tempat sampah organik dan sampah anorganik pada fasilitas umum dan fasilitas sosial mengacu pada Pasal 19 Perda nomor dua tahun 2011.
Pemerintah menurutnya juga perlu membuat regulasi larangan atau pengurangan penggunaan sampah plastik sekali pakai seperti mengurangi timbulnya sampah plastik. Serta mengajak dan mendorong produsen pengguna plastik seperti PT Wings, PT Indofood, PT Unilever, PT Unicharm, PT Mayora, PT Santos, PT Nestle, Danone, Coca-cola dan produsen penghasil sampah plastik agar ikut bertanggungjawab atas sampah packaging atau bungkus produk mereka.
Berdasarkan Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah setiap produsen penghasil sampah berkewajiban untuk ikut bertanggungjawab atas sampah yang mereka hasilkan atau disebut EPRExtendeed producer Responsibility.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
Ketua Mapatala Bengkulu, Andi Kurnia di Bengkulu, Kamis mengatakan, bahwa dalam 100 liter air yang diteliti bersama aktivis dari lembaga penelitian Ecoton ditemukan 10-20 partikel mikroplastik dengan menggunakan metode tes cepat serta dalam ikan di Pantai Segara Bengkulu ditemukan 16-41 partikel mikroplastik.
"Sampah plastik yang dibuang ke sungai-sungai dan berakhir di laut Bengkulu sudah memberikan dampak nyata pada kerusakan ekosistem," kata Andi.
Menurut Andi, dalam lambung ikan layur (Trichiurus lepturus), ikan gulama (Johnius trachycephalus), ikan kuwe (Carangoides caeruleopinnatus) ikan lemah (Lactarius lactarius ) dan ikan lencam (Lethrinus lentjan) di Pantai Segara Bengkulu berdasarkan hasil penelitian oleh Prodi Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu pada September 2020 hingga Februari 2021 juga di temukan partikel mikroplastik.
Hal tersebut disebabkan produksi sampah plastik setiap tahun dibuang ke laut, sehingga di pesisir Pantai Panjang juga ditemui beragam jenis sampah seperti styrofoam, tas kresek, sandal, popok dan kemasan makanan dalam bentuk sachet tercecer sepanjang pantai.
Dari pantauan Mapetala kata dia, sampah laut (marine debris) yang dijumpai di Pantai Panjang sekitar 65 persen adalah jenis sampah anorganik seperti karet, beling dan terbanyak adalah sampah plastik.
Sedangkan 35 persen adalah sampah organik berupa sampah sisa makanan, kayu, daun dan material alam lainnya. Sampah tersebut berasal dari sungai-sungai yang bermuara di Pantai Panjang.
"Yang mengkhawatirkan adalah proses fragmentasi yang memecah sampah plastik menjadi ukuran lebih kecil yang disebut mikroplastik," ujarnya.
Untuk mengendalikan kontaminasi mikroplastik di perairan Bengkulu, tim peneliti Mapetala, Telapak Badan Teritori Bengkulu berkolaborasi dengan tim Ekspedisi Sungai Nusantara dari Ecoton mengidentifikasi timbulan sampah dan menemukan 20 timbulan sampah liar di Kota Bengkulu. Penumpukan sampah terbanyak ditemukan di sepanjang Pantai Panjang Bengkulu, tiang penyangga jembatan dan jalan.
"Kami mengidentifikasi timbulan sampah illegal di Kota Bengkulu dan menemukan lebih dari 20 lokasi timbulan sampah liar terutama di jembatan dan saluran air, sampah yang ada kita kumpulkan dan identifikasi merk atau brand produsennya," katanya.
Lanjut Andi, timbunan sampah liar yang ditemukan pada 20 titik Kota Bengkulu ini disebabkan karena sampah-sampah yang teridentifikasi sebagian besar tidak terpilah alias dicampur antara organik dan anorganik.
Tidak adanya upaya penegakan hukum Peraturan Daerah sehingga membuat masyarakat masih mencampur sampah organik dengan anorganik, tidak tersedianya sarana pengumpulan sampah di tiap RT atau Tiap Desa/Kelurahan yang memadai dan cukup.
Akiabtnya, masyarakat di Bengkulu masih membuang sampahnya ke tepi jalan, lahan terbuka/kebun sawit, saluran air, jembatan dan sungai, minimnya Fasilitas tempat sampah pada fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara, Amirrudin Muttaqin menjelaskan bahwa gangguan yang saat ini dirasakan oleh tubuh yang terkontaminasi mikroplastik adalah penurunan kualitas dan kuantitas sperma.
"Sistem pengolahan sampah Pemkot Bengkulu menjadi salah satu faktor utama kontribusi sampah plastik ke perairan di Bengkulu, sampah-sampah plastik yang tidak terkelola inilah yang menjadi sumber terbentuknya mikroplastik," jelasnya.
Oleh sebab itu, pemerintah Kota Bengkulu harus menyediakan tempat sampah organik dan sampah anorganik pada fasilitas umum dan fasilitas sosial mengacu pada Pasal 19 Perda nomor dua tahun 2011.
Pemerintah menurutnya juga perlu membuat regulasi larangan atau pengurangan penggunaan sampah plastik sekali pakai seperti mengurangi timbulnya sampah plastik. Serta mengajak dan mendorong produsen pengguna plastik seperti PT Wings, PT Indofood, PT Unilever, PT Unicharm, PT Mayora, PT Santos, PT Nestle, Danone, Coca-cola dan produsen penghasil sampah plastik agar ikut bertanggungjawab atas sampah packaging atau bungkus produk mereka.
Berdasarkan Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah setiap produsen penghasil sampah berkewajiban untuk ikut bertanggungjawab atas sampah yang mereka hasilkan atau disebut EPRExtendeed producer Responsibility.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022