"Saat kau mencintai seseorang, kau menginginkan dia untuk melihat potensi yang ada di dirimu. Satu hari Suu Kyi hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa dari Oxford, tapi beberapa hari kemudian dia jadi ibu dari sebuah negara, siapa yang tahu. Itu semua berkat dukungan cinta seorang pria, Michael Aris".

Itulah kata-kata yang diucapkan oleh Datuk Michelle Yeoh Choo-Kheng, aktris berkebangsaan Malaysia yang kini telah menjadi aktris internasional berkat perannya dalam berbagai film box office seperti: "Crouching Tiger, Hidden Dragon" (2000), "James Bond: Tomorrow Never Dies" (1997), "Memoirs of a Geisha" (2005), "The Mummy: Tomb of the Dragon Emperor" (2008), "Kung Fu Panda 2" (2011), dan "The Lady" (2011).

Aktris kelahiran Ipoh, Malaysia, 6 Agustus 1962 tersebut menghadiri Malam Dana dan Premier film "The Lady" di Jakarta, Minggu (25/3) malam.

"Tolong matikan telepon selular anda sejenak, jangan foto-foto saya lagi, karena saya akan membawa anda melintasi waktu ke sebuah daratan bernama Burma pada tahun 80-an," demikian kata puteri pasangan Yeoh Kian Teik dan Janet Yeoh tersebut menjelang pemutaran film "The Lady" di Studio XXI, Epicentrum, Jakarta Selatan, Minggu (25/3) malam.

Dengan sikap berdiri yang sempurna nan anggun dalam balutan gaun malam bernuansa biru langit, aktris berusia 49 tahun yang bercita-cita menjadi penari balet profesional tersebut menjabarkan film yang akan disaksikan sebagai "sebuah film tentang kisah percintaan luar biasa" yang berlatarbelakangkan "kekacauan politik".

Sejak umur empat tahun, Michelle Yeoh memang sudah terpesona dengan tarian balet, ketika berumur 15 tahun dia pindah ke Inggris bersama kedua orang tuanya.

Setelah dewasa, Michelle mengambil jurusan balet dari Royal Academy of Dance, London, Inggris, namun, cedera tulang ekor parah menghentikannya untuk mengejar impian sebagai penari balet.

Michelle akhirnya mengalihkan perhatiannya ke seni bela diri, koreografi, dan aksi ketangkasan, Michelle pun meraih gelar B.A. untuk Seni Kreatif dan Drama.

Mantan Miss Malaysia tahun 1983 tersebut mengatakan bahwa "The Lady" bukanlah film politik yang berat.

"Ini adalah film tentang drama kemanusiaan, bukan untuk mengajari politik, jadi jangan khawatir," canda Michelle di hadapan ratusan penonton undangan dalam Studio XXI.

Di antara undangan tersebut termasuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu dan Direktur Institut Demokrasi dan Hak Asasi Manusia The Habibie Center, Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar.

Saat tamu undangan lain masih membandel mengambil foto Michelle dengan berbagai kamera, setengah bercanda Michelle berkata, "Ayolah, bukan saya yang sebenarnya ingin kalian foto, tapi mereka (Mari Elka dan Dewi Fortuna), saya hanyalah aktris yang sok-sok-an berperan jadi perempuan hebat, tapi sebenarnya merekalah perempuan-perempuan tangguh itu."

The Lady
"Tolong gunakan kemerdekaan anda untuk mempromosikan kemerdekaan kami," itulah sederet kalimat populer Aung San Suu Kyi yang muncul dalam film "The Lady".

"The Lady", film besutan Luc Besson, yang dibintangi oleh  Michelle Yeoh sebagai Aung San Suu Kyi dan David Thewlis sebagai Dr. Michael Aris, suami Suu Kyi tersebut memang mengisahkan seputar perjuangan cinta dan politik Sang pemeluk Demokrasi dari Myanmar; Aung San Suu Kyi.

Film dimulai dengan kenangan Suu Kyi kecil yang sedang bercengkrama bersama ayahnya; Jenderal Aung San pada suatu pagi yang cerah. Suasana Asia Tenggara yang asri dan akrab dengan alam sangat tergambar dalam film tersebut.

Suu Kyi kecil meminta ayahnya untuk mendongeng, dan Sang ayah pun bercerita tentang tanah Burma yang dulu kaya akan batu-batu mulia. Setelah itu, Jenderal Aung San, yang seorang revolusioner nasionalis, dan politisi Burma kemudian dikisahkan tewas dibantai oleh pasukan bersyal merah.

Lalu jaman berganti, Suu Kyi telah dewasa dan menjadi ibu rumah tangga di OXford, Inggris. Dia menikah dengan dosen dan akademisi, Dr. Michael Aris yang berkebangsaan Inggris.

Film bercerita mengenai detail kisah perpisahan Suu Kyi dan Dr. Aris yang panjang walaupun mereka masih saling cinta, terutama setelah Suu Kyi terus-menerus ditahan sejak tahun 1989.

Persiapan matang
Dalam film tersebut, Michelle terlihat total dalam memerankan Daw (The Lady atau Nyonya) Suu Kyi. Michelle mengatakan dia memang mengidolakan Suu Kyi sebagai pemenang hadiah Nobel pada tahun 1991.

"Begitu saya membaca artikel bahwa film tentang Daw Suu akan dibuat, maka saya buru-buru menghubungi agen saya di Los Angeles, saya katakan saya harus mendapatkan peran itu, dan beruntung mereka menginginkan saya," kata Michelle.

Michelle mengaku, sebagai aktris, awalnya dia begitu bangga saat tahu dia akan memerankan peran seorang Suu Kyi yang luar biasa, wanita Asia yang melawan militer hanya dengan keyakinan dan kebulatan tekad.

"Tapi saat saya baca skrip-nya, saya kaget. Itu adalah sebuah kisah cinta," kata dia.

Memerankan seorang Suu Kyi tidak mudah, Michelle mengaku bahwa selama delapan bulan penuh dia harus "mempelajari Daw Suu".

"Ada beberapa hal mengenai Daw Suu yang sebelumnya belum pernah saya lakukan seumur hidup, antara lain berbicara bahasa Burma," kata Michelle.

Demi bisa fasih saat menyampaikan pidato dalam bahasa Burma, Michelle berguru pada guru khusus.

"Awalnya saya kira bahasa Burma akan semudah bahasa Mandarin, Kanton, Inggris, atau Bahasa, tapi tidak begitu, dialeknya sulit, tiap pagi selama delapan bulan saat bangun tidur, saya harus melafalkan beberapa huruf agar lidah saya lentur. Selain itu, pidato berbahasa Burma memiliki nuansa yang berbeda-beda tergantung siapa yang membawakannya, dan bagi saya, untuk menyamai Daw Suu cukup sulit," kata Michelle.

Michelle mengaku dia tidak bisa membaca tulisan Burma.

"Saya hanya belajar pinying, tidak membaca dari tulisan, kalian tahu, tulisan Burma sangat indah, dan sulit," katanya sambil tertawa.

Selain masalah bahasa Burma, Michelle juga mengalami kesulitan membawakan bahasa Inggris dengan dialek Suu Kyi.

"Daw Suu punya aksen Inggris yang khas dengan sedikit nuansa India yang kental, jadi saya juga harus les bahasa Inggris lagi," kata Michelle.

Michelle juga mengambil les piano agar bisa memainkan piano untuk salah satu adegan pada film.

"Saya juga harus bersikap kalem, dan lebih tenang, bagi saya itu sulit, oleh karena itu, saya menonton sekitar 200 potongan video Daw Suu untuk bisa meniru gayanya, Daw Suu sanggup diam berjam-jam tanpa bergerak sekalipun, tapi saya tidak," kata dia.

Tidak hanya itu, Michelle juga wajib menurunkan berat badannya agar mirip Suu Kyi.

"Saya melakukan lari maraton seperti orang gila agar berat badan saya turun, dan saya berhasil turun 9 kilo karena itu," kata Michelle.

Tapi, ketika Michelle bertemu Kim Aris, anak kedua Suu Kyi dan Michael Aris, di Yangoon Myanmar, tiga minggu setelah pembebasan Suu Kyi, dia mengatakan Michelle belum cukup kurus.

"Kau tahu, Kim bilang 'Meme (sebutan Ibu dalam bahasa Burma) jauh lebih ramping dari Anda,'" ungkap Michelle tertawa.

Bertemu Suu Kyi dan deportasi
"Saya tahu, beberapa orang berpendapat bahwa kita tidak seharusnya bertemu secara langsung dengan idola atau orang yang kita kagumi karena itu hanya akan merusak citra kita tentang dia, tapi saya memutuskan untuk menemui Daw Suu tiga minggu setelah dia bebas dari tahanan rumah di tahun 2010," kata Michelle.

Dalam perjalanan ke Burma, Michelle mengatakan dia seperti mendengar suara-suara di kepalanya agar tidak menemui Suu Kyi.

"Ada suara-suara di kepala saya mengatakan; jangan temui dia, dia tidak sesempurna itu, tapi akhirnya saya pergi juga," kata dia.

Bulan Desember 2010, Michelle berkesempatan mengunjungi Suu Kyi di rumahnya, di pinggir danau di Naypyidaw (Yangoon), tiga minggu setelah tokoh pro demokrasi itu dibebaskan dari tujuh tahun tahanan rumah.

Michelle menemui Suu Kyi bersama anaknya yang selama ini tinggal di Inggris, Kim Aris.

Namun, Michelle gagal untuk kembali mengunjungi Daw Suu pada 2011 usai menyelesaikan film "The Lady" di Thailand. Dia dideportasi setibanya di bandara Naypyidaw.

"Waktu itu seorang gadis yang bertugas di imigrasi minta izin untuk mengambil foto saya, lalu temannya datang mengambil foto, selama itu, dalam hati saya berkata; 'ayo stempel paspor saya, stempel!' tapi mereka tidak melakukannya," kata dia.

(T.I027/Z003)

Pewarta: Ida Nurcahyani

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012