Samarinda (ANTARA Bengkulu) - Runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara (Kukar), Sabtu sekitar pukul 16.30 Wita mengundang tanya, bayangkan usianya baru sekitar 11 tahun dengan dana luar biasa besar bandingkan denngan Jembatan Mahakam (I) yang kini sudah 20 tahun.

Jembatan Mahakam I dibangun semasa Gubernur Suwandi (almarhum) tercatat pilar utamanya telah ditabrak tiga kali kapal ponton yang membawa batu bara dari pedalaman Sungai Mahakam namun jembatan tertua di Kalimantan Timur itu tetap tegar meskipun dibangun pada awal 1980-an. Jembatan ini dibangun hanya menelan dana ratusan juta rupiah.

Sementara Jembatan Kutai Kartanegara dibangun awal 2000-an sejak Kutai Kartanegara dipimpin oleh Bupati AM. Sulaiman yang kemudian dilanjutkan dan dituntaskan oleh Bupati Syaukani HR dengan dana ratusan miliar rupiah.

Sejak awal, mega proyek ini mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, alasan utamanya adalah bukan proyek prioritas yang bersentuhan dengan kebutuhan utama rakyat di Kutai Kartanegara.

Proyek pembangunan jalan antardesa, antarkecamatan serta antardaerah (kabupaten dan kota) dinilai lebih prioritas ketimbang membangun jembatan yang konstruksinya mirip dengan Jembatan Golden Gate di Kalifornia itu namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Kutai Kartanegara menutup telinga terhadap kritikan itu.

Apalagi pembangunan jembatan dilaksanakan pada awal bergulirnya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah atau dikenal dengan Otda (otonomi daerah) sehingga euforia desentralisasi begitu kuat menyebabkan pengawasan dari pusat maupun provinsi begitu lemah.

Kondisi seperti itu menyebabkan daerah seperti tanpa kendali dalam menghamburkan dana daerah sekedar untuk memenuhi ambisi kebanggaan semua dari mega proyek.

Lemahnya pengawasan itu, termasuk pula dalam monitoring pelaksaan proyek, seperti diakui oleh salah satu wartawan yang menjadi korban pemukulan oleh preman-preman yang diduga disuruh oleh pejabat di Kabupaten Kutai Kartanegara 11 Juni 2006 di atas Jembatan Kutai Kartanegara, Kaltim.

Ia yakin bahwa salah satu faktor runtuhnya jembatan akibat penyimpangan konstruksi proyek.

"Salah satu alasan mengapa kami dihadang dan dikeroyok karena banyak penyimpangan proyek di Kukar, salah satunya Jembatan Kutai Kartanegara itu," kata Zulkarnain Alregar, salah seorang korban pemukulan beberapa tahun silam di Jembatan Kukar saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

Menurut Zulkarnain yang kala itu Redpel di Harian Umum Berita Kota bahwa begitu mendengar berita Jembatan Kutai Kartanegara runtuh, ia langsung yakin sepenuhya bahwa musibah itu bukan terjadi tanpa alasan akan tetapi akibat penyimpangan konstruksi proyek.

"Alasan penghadangan serta pemukulan 12 orang wartawan itu karena Pemkab Kutai Kartanegara yang saat itu dipimpin oleh Bupati Syaukani HR ingin menutup-nutupi sejumlah proyek yang diduga banyak penyimpangan di antaranya proyek jembatan tersebut," ujar dia.

"Kami mengucapkan bela sungkawa mendalam atas jatuhnya korban jiwa dan meminta agar kasus ini jangan dilihat sebagai musibah semata tanpa melihat ada unsur ulah manusia, yakni penyimpangan konstruksi proyek," ujarnya.

Golden Gate
    
Kasus pemukulan wartawan di atas jembatan itu yang kala itu mendapat sorotan tajam berbagai pihak kemudian dikenal dengan kasus "Golden Gate" karena warna jembatan keemasan serta konstruksi yang mirip Jembatan Golden Gate di Kalifornia.

"Padahal, rombongan wartawan dari Jakarta  diundang oleh Gubernur Kaltim saat itu, yakni Suwarna AF untuk melihat kesiapan daerah menghadapi PON XVII-2008 di Kaltim, khususnya arena pertandingan (venues) di Samarinda dan Tenggarong," ujar dia.

Wartawan dari Jakarta yang jadi korban keberingasan preman itu antara lain dari media Berita Kota, TVRI, Suara Pembaruan, Sinar Harapan, Media Indonesia, dan Rakyat Merdeka.

Namun, katanya, kunjungan wartawan itu dicurigai oleh Pemkab Kukar ingin memberitakan berbagai penyimpangan proyek di salah satu kabupaten terkaya di Indonesia itu.

"Kami meminta agar badan pengawas kembali melakukan audit serta menggali data tentang proyek Jembatan Kukar termasuk penyebab runtuhnya jembatan terpanjang di Indonesia ini," ujar Zulkarnain yang kini Redpel sebuah koran dua bahasa pertama di Indonesia, The 1st Times Jakarta itu.

Sebelumnya, mantan pejabat Dinas PU Kaltim pernah mengungkapkan data bahwa salah satu bentuk penyimpangan Jembatan Kutai Kartanegara adalah "mark up" pengecetan jembatan yang mencapai Rp15 miliar, padahal normalnya hanya sekitar Rp4 miliar.

Upaya untuk mengungkapkan berbagai kasus di kabupaten terkaya itu sampai kini tidak tuntas, kecuali beberapa kasus sehingga menyebabkan Syaukani HR, mantan bupati Kukar ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), antara lain masalah ganti rugi lahan Bandara Loa Kulu, dana Bansos dan dana perimbangan Migas.

Sementara dugaan penyimpangan Jembatan Golden Gate sampai sekarang tak pernah diungkapkan lagi.

Kutai termasuk daerah "unik" karena ironisme yang di depan mata, tidak jauh di dekat jembatan gantung terpanjang dan termegah di Indonesia itu, terdapat warga miskin di Tenggarong Seberang.

Daerah terkaya dengan APBD sekitar Rp5 triliun itu, juga tercatat memiliki warga miskin dan buta huruf terbanyak di provinsi itu.

    
Lalu Lintas Padat

Jembatan Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ambruk, Sabtu sekitar pukul 16.30 Wita saat lalu lintas padat sehingga beberapa mobil dan sejumlah sepeda motor yang ikut terjatuh dan tenggelam di Sungai Mahakam.

Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia.

Bentang bebasnya yang tergantung tanpa penyangga mencapai 270 meter, dari total panjang jembatan yang mencapai 710 meter dan jarak sungai yang dilintasi 580 mter. Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate yang terdapat di San Fransisco.

Pada pertengahan Februari 2011, jembatan ini sudah mengalami pergeseran sekitar 15 cm ke arah dalam, sehingga saat itu masyarakat mengkhawatirkan akan ambruk.

Kepala Dinas PU Kukar, Didi Ramyadi mengingatkan bahwa pergeseran itu masih dalam batas toleransi sehingga tidak akan ambruk.

Jika benar ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara karena ulah manusia (ada unsur penyimpangan) maka ini bukti nyata bahwa tindakan korupsi sangat berbahaya bukan saja membawa dampak negatif bagi upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat namun bisa menimbulkan bencana kemanusiaan.

Pewarta: Iskandar Zulkarnaen

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2011