Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta masyarakat tidak menyepelekan penyakit polio meski mayoritas kasusnya tidak menimbulkan gejala klinis pada anak.
Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan bahwa meskipun tanpa gejala, polio sangat bisa menular kepada anak-anak lain. Dari 200 anak yang tertular, akan ada satu anak lumpuh dan beberapa menderita meningitis atau peradangan selaput otak.
"Bahayanya Kejadian Luar Biasa (KLB) polio ini adalah sebagian besar tanpa gejala, tapi nanti yang jadi korban adalah anak yang lumpuh. Selalu seperti itu. Kita enggak bisa menyepelekan dari 200 anak cuma satu kok yang lumpuh. Kalau anak kita yang lumpuh, bagaimana?" katanya dalam acara bincang-bincang kesehatan yang digelar daring diikuti di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Bengkulu targetkan 95 persen untuk capaian imunisasi campak dan polio
Baca juga: Dokter: Vaksin bisa cegah anak terserang polio lebih dari 90 persen
Ia menambahkan jika anak lumpuh karena kerusakan saraf yang berat akibat polio, anak tersebut akan sangat sulit, mungkin tidak bisa pulih seperti semula. Bahkan, kakinya juga akan mengecil, khususnya di bagian proksimal, sehingga anak harus menggunakan tongkat untuk beraktivitas.
"Kalau sekadar lemah saja, ada beberapa laporan dia bisa dengan latihan kemudian membaik. Tergantung kerusakan sarafnya. Tapi, kalau sudah berat biasanya tidak bisa balik lagi. Banyak teman saya waktu SD pakai tongkat karena polio. Tapi. zaman anak saya SD, enggak ada di kelasnya yang pakai tongkat karena sudah eradikasi polio. Apakah kita mau ke depan ini kita jumpai lagi anak-anak SD yang pakai tongkat gara-gara polio?" imbuhnya.
Piprim menjelaskan polio merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang termasuk dalam genus enterovirus, yang menyerang saluran cerna. Penyakit ini terdiri atas tiga tipe, yaitu tipe 1, 2, dan 3.
Seperti virus pada umumnya, lanjutnya, pasien yang menderita polio dapat mengalami gejala nyeri tenggorokan, perut yang tidak nyaman, demam ringan, lemas, nyeri kepala ringan, dan beberapa pasien akan mengalami lumpuh layuh akut.
"Lumpuh layuh akut adalah ketika terjadi kelumpuhan mendadak di bawah 14 hari, bersifat layuh, jadi ototnya lemas. Disuruh angkat masih bisa, tapi lemas atau bahkan tidak bisa sama sekali, dan memang enggak semuanya akan lumpuh," ujar Piprim.
Menurut Piprim, polio dapat menular dengan cara fekal-oral. Hal ini berkaitan dengan kebersihan dan sanitasi yang buruk, misalnya tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air atau menggunakan air yang terkontaminasi tinja yang mengandung virus polio.
Untuk itu, kata dia, perilaku hidup bersih dan sehat serta sanitasi yang baik menjadi salah satu langkah guna menekan penyebaran polio. Selain itu, penting juga bagi orang tua untuk memastikan anak mendapatkan imunisasi yang lengkap agar anak terlindungi dari virus penyebab polio.
"Sebagaimana infeksi virus pada umumnya, ini terkait dengan status imunitasnya," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: IDAI: Jangan anggap sepele polio meski mayoritas tak bergejala
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan bahwa meskipun tanpa gejala, polio sangat bisa menular kepada anak-anak lain. Dari 200 anak yang tertular, akan ada satu anak lumpuh dan beberapa menderita meningitis atau peradangan selaput otak.
"Bahayanya Kejadian Luar Biasa (KLB) polio ini adalah sebagian besar tanpa gejala, tapi nanti yang jadi korban adalah anak yang lumpuh. Selalu seperti itu. Kita enggak bisa menyepelekan dari 200 anak cuma satu kok yang lumpuh. Kalau anak kita yang lumpuh, bagaimana?" katanya dalam acara bincang-bincang kesehatan yang digelar daring diikuti di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Bengkulu targetkan 95 persen untuk capaian imunisasi campak dan polio
Baca juga: Dokter: Vaksin bisa cegah anak terserang polio lebih dari 90 persen
Ia menambahkan jika anak lumpuh karena kerusakan saraf yang berat akibat polio, anak tersebut akan sangat sulit, mungkin tidak bisa pulih seperti semula. Bahkan, kakinya juga akan mengecil, khususnya di bagian proksimal, sehingga anak harus menggunakan tongkat untuk beraktivitas.
"Kalau sekadar lemah saja, ada beberapa laporan dia bisa dengan latihan kemudian membaik. Tergantung kerusakan sarafnya. Tapi, kalau sudah berat biasanya tidak bisa balik lagi. Banyak teman saya waktu SD pakai tongkat karena polio. Tapi. zaman anak saya SD, enggak ada di kelasnya yang pakai tongkat karena sudah eradikasi polio. Apakah kita mau ke depan ini kita jumpai lagi anak-anak SD yang pakai tongkat gara-gara polio?" imbuhnya.
Piprim menjelaskan polio merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang termasuk dalam genus enterovirus, yang menyerang saluran cerna. Penyakit ini terdiri atas tiga tipe, yaitu tipe 1, 2, dan 3.
Seperti virus pada umumnya, lanjutnya, pasien yang menderita polio dapat mengalami gejala nyeri tenggorokan, perut yang tidak nyaman, demam ringan, lemas, nyeri kepala ringan, dan beberapa pasien akan mengalami lumpuh layuh akut.
"Lumpuh layuh akut adalah ketika terjadi kelumpuhan mendadak di bawah 14 hari, bersifat layuh, jadi ototnya lemas. Disuruh angkat masih bisa, tapi lemas atau bahkan tidak bisa sama sekali, dan memang enggak semuanya akan lumpuh," ujar Piprim.
Menurut Piprim, polio dapat menular dengan cara fekal-oral. Hal ini berkaitan dengan kebersihan dan sanitasi yang buruk, misalnya tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air atau menggunakan air yang terkontaminasi tinja yang mengandung virus polio.
Untuk itu, kata dia, perilaku hidup bersih dan sehat serta sanitasi yang baik menjadi salah satu langkah guna menekan penyebaran polio. Selain itu, penting juga bagi orang tua untuk memastikan anak mendapatkan imunisasi yang lengkap agar anak terlindungi dari virus penyebab polio.
"Sebagaimana infeksi virus pada umumnya, ini terkait dengan status imunitasnya," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: IDAI: Jangan anggap sepele polio meski mayoritas tak bergejala
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022