Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, meminta masyarakat yang telanjur menanam sawit tanpa izin (ilegal) di kawasan hutan swadaya membentuk koperasi untuk mengikuti program perhutanan sosial sesuai aturan yang berlaku.
 
"Sebaiknya warga membentuk koperasi agar mereka memiliki badan hukum untuk mengikuti program perhutanan sosial," kata Kepala KPH Kabupaten Mukomuko Aprin Sihaloho dalam keterangannya, di Mukomuko, Sabtu.
 
Ia mengatakan hal itu terkait dengan upaya yang dilakukan instansinya untuk mencegah perambahan hutan yang dilakukan warga dan pengusaha di daerah maupun di luar daerah ini.
 
Kemudian, katanya, warga yang tergabung dalam koperasi mengusulkan program perhutanan sosial kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
 
Ia mengatakan saat ini sudah ada warga pemilik lahan perkebunan kelapa sawit seluas ratusan hektare dalam hutan di daerah ini yang berinisiatif membentuk koperasi.
 
Selain itu, katanya, ada sejumlah warga yang telanjur menanam kelapa sawit dalam hutan di Kecamatan Lubuk Pinang akan membentuk koperasi untuk mengelola lahan perkebunan dalam kawasan hutan.
 
Kemudian instansinya, kata dia, telah mendata warga lain yang telanjur menanam tanaman kelapa sawit dalam hutan meminta mereka membentuk koperasi untuk mengikuti program perhutanan sosial.
 
Terkait dengan kriteria dan persyaratan penerima program ini adalah tanaman kelapa sawit yang sudah berusia di atas lima tahun dan luas lahan yang diusahakan maksimal seluas lima hektare, paparnya.
 
Ia mengatakan warga yang mendapatkan program ini diberikan hak untuk mengelola lahan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan selama 35 tahun dan bisa diperpanjang selama 35 tahun.
 
Dia menyebutkan ada seluas 78 ribu hektare hutan produksi dan hutan produksi terbatas di daerah ini.
 
Dari kawasan hutan seluas 78 ribu hektare tersebut, papar dia, seluas 12 ribu hektare di antaranya dikelola PT Sifef Biodivesity, seluas 22 ribu hektare dikelola PT BAT, 6.000 hektare dikelola PT API, dan 10 ribu hektare diusulkan sebagai hutan desa.
 
Ia mengatakan hingga kini masih ada seluas 28 ribu hektare hutan yang berada di bawah pengawasan instansinya. Dari puluhan ribu hektare tersebut sekitar 60-70 persen rusak akibat perambahan.
 

Pewarta: Ferri Aryanto

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022