Mukomuko (Antara) - Pejabat Bidang Kehutanan Pemerintah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, mempertanyakan penegakan hukum terhadap perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang diduga melakukan perambahan kawasan hutan di daerah itu.

"Tidak hanya warga saja yang merambah kawasan hutan di daerah ini tetapi juga perusahaan, tetapi kenapa tidak pidana," kata Kabid Kehutanan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan (DP3K) Kabupaten Mukomuko, Budi Yanto di Mukomuko, Jumat.  

Ia mengatakan hal itu karena kesal setiap ada permasalahan yang berkaitan dengan perambahan kawasan hutan di daerah itu selalu warga setempat yang disudutkan sebagai perambah kawasan hutan negara.

Padahal, katanya, warga itu merambah kawasan dan menanam komoditi perkebunan dalam kawasan hutan itu untuk urusan "perut" bukan bisnis.

Selain itu, katanya, warga merambah kawasan hutan karena mereka melihat perusahaan perkebunan dan penanaman modal asing yang terlebih dahulu merambah kawasan hutan.

Ia mengatakan, seperti kawasan hutan produksi terbatas (HPT) Air Manjuto seluas 1.515 hektare yang diduga ditanami tanaman kelapa sawit oleh oknum perusahaan PMA di daerah itu.

Menurutnya, meskipun perusahaan itu telah menggurus izin pengalihan status HPT menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), namun tetap saja perusahaan sudah melakukan pelanggaran karena telah terlebih dahulu menanam tanaman kelapa sawit dalam HPT tersebut.

"Sebelum perusahaan dapat HPK, mereka sudah terlebih dahulu menanam tanaman kelapa sawit di HPT. Tetapi kenapa tidak pidana," ujarnya.

Selain itu, ia mempertanyakan, ada atau tidak aturan yang mengatur HPK tersebut boleh menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.  

Ia berharap, anggota DPRD yang sedang menyelesaikan permasalahan warga Kecamatan Selagan Raya yang menolak keberadaan PT Sipef Biodiversiti perusahaan yang berinvestasi dalam kawasan hutan di daerah itu, lebih jeli lagi.

"Jangan warga saja yang selalu disalahkan karena merambah kawasan hutan. Padahal perusahaan di daerah ini yang mengajarkan mereka. Dan kemampuan warga membuka lahan dalam hutan itu hanya dua hektare," ujarnya lagi.

Ia berharap, dalam menyelesaikan permasalahan ini, dibuatkan lahan dalam hutan itu hutan kemasyarakatan (Hkm) dan hutan tanaman rakyat (HTR). Agar warga memperoleh hasil dari sana. ***1***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014