Rejanglebong, (Antara) - Petani cabai merah keriting di Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, mengeluhkan serangan hama dan penyakit pada tanaman mereka sehingga mengakibatkan penurunan produksi.
Suyani (50) petani cabai yang ada di Desa Air Merah Kecamatan Curup Tengah, Minggu mengungkapkan, dari lahan miliknya seluas 3/4 hektare hanya menghasilkan 500 kg, padahal jika tidak diserang hama dan penyakit mencapai 1,8 ton.
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai merah berupa serangan lalat buah, kemudian jenis penyakit busuk buah, mati batang serta penyakit keriting daun.
"Serangan hama dan penyakit kali ini merupakan yang terparah dalam beberapa tahun belakangan," katanya.
Menurut dia, petani sudah melakukan upaya penangkalan dengan menyeprotkan jenis racun dan obat-obatan pertanian, namun beberapa jenis penyakit cabai itu belum berhasil ditanggulangi.
Akibat turunnya produksi tanaman cabai, Suyani menyatakan, mengalami kerugian hingga puluhan juta, mengingat dengan lahan seluas itu telah menghabiskan modal hingga Rp16 juta.
Sedangkan hasil yang didapat kali ini hanya berkisar Rp5 juta dengan asumsi harga jual cabai ditingkatan petani saat ini sebesar Rp10.000-11.500 per kg.
"Kami hanya petani penggarap dengan sistem bagi hasil, dua banding satu. Satu untuk petani penggarap, satu untuk pengembalian modal dan satu untuk pemilik modal. Kalau hasilnya seperti ini paling banyak kami dapat Rp2 juta, selebihnya untuk pemodal. Pendapatan ini sangat kecil karena memakan waktu hingga empat bulan, jadi sekitar Rp500 ribu per bulan," kata Suparti (47) isteri Suyani menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015
Suyani (50) petani cabai yang ada di Desa Air Merah Kecamatan Curup Tengah, Minggu mengungkapkan, dari lahan miliknya seluas 3/4 hektare hanya menghasilkan 500 kg, padahal jika tidak diserang hama dan penyakit mencapai 1,8 ton.
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai merah berupa serangan lalat buah, kemudian jenis penyakit busuk buah, mati batang serta penyakit keriting daun.
"Serangan hama dan penyakit kali ini merupakan yang terparah dalam beberapa tahun belakangan," katanya.
Menurut dia, petani sudah melakukan upaya penangkalan dengan menyeprotkan jenis racun dan obat-obatan pertanian, namun beberapa jenis penyakit cabai itu belum berhasil ditanggulangi.
Akibat turunnya produksi tanaman cabai, Suyani menyatakan, mengalami kerugian hingga puluhan juta, mengingat dengan lahan seluas itu telah menghabiskan modal hingga Rp16 juta.
Sedangkan hasil yang didapat kali ini hanya berkisar Rp5 juta dengan asumsi harga jual cabai ditingkatan petani saat ini sebesar Rp10.000-11.500 per kg.
"Kami hanya petani penggarap dengan sistem bagi hasil, dua banding satu. Satu untuk petani penggarap, satu untuk pengembalian modal dan satu untuk pemilik modal. Kalau hasilnya seperti ini paling banyak kami dapat Rp2 juta, selebihnya untuk pemodal. Pendapatan ini sangat kecil karena memakan waktu hingga empat bulan, jadi sekitar Rp500 ribu per bulan," kata Suparti (47) isteri Suyani menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015