Perkembangan politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dinamis dan cukup menghangat. Kontestasi terlihat sudah mulai mengerucut pada tiga nama bakal calon presiden (capres) RI, yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Dari tiga nama tersebut, baru Anies Baswedan yang terlihat sudah memutuskan maju bersama pasangan calon wakil presiden (cawapres), yaitu Muhaimin Iskandar atau Gus Imin.
Selain Gus Imin, publik pun berharap ada sosok cawapres dari kalangan perempuan. Isu terbaru yang muncul di ruang publik, memunculkan sejumlah nama dari kalangan tokoh perempuan.
Baca juga: Pilihan jalur skripsi dan nonskripsi sebagai karya ilmiah
Sebut saja Ketua Umum PDIP sekaligus mantan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2014-2019 Susi Pudjiastuti, Gubernur Jatim sekaligus mantan Mentero Sosial Khofifah Indar Parawansa..
Selain itu, Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Sosial sekaligus mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Putri Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid (Gus Dur) Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) dan lainnya.
Dalam hal ini, pemilih perempuan mempunyai kriteria sendiri dalam memilih calon presiden. Sifat merakyat dan sederhana serta tegas dan berwibawa yang melekat pada kepribadian seorang tokoh, juga rekam jejak prestasinya sebagai pemimpin, menjadi catatan utama kriteria seorang calon presiden bagi pemilih perempuan.
Kehadiran perempuan sebagai cawapres akan lebih mewarnai pemilu dengan gagasan, terobosan, inovasinya dalam menjawab seluruh permasalahan kebangsaan. Perempuan memang perlu dihadirkan secara langsung yang tidak bisa diwakilkan untuk memastikan terwujudnya inklusivitas dalam pemilu.
Bahkan, dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 menunjukkan bahwa jumlah pemilih perempuan lebih besar dibandingkan dengan jumlah pemilih laki-laki yakni 96.231.646 atau 49,92 persen. Tidak hanya itu, pemilih perempuan juga tercatat yang paling banyak memberikan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS), yaitu sejumlah 51,43 persen pada Pilpres 2019.
Inilah alasan mengapa tokoh perempuan penting untuk tampil sebagai pemimpin nasional dalam ajang pilpres.
Kehadiran perempuan bukan hanya sekadar penggugur kewajiban belaka, tetapi jauh lebih substantif dari itu, yakni sebagai upaya mewujudkan kepemimpinan perempuan yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kepemimpinan perempuan di banyak negara sudah banyak teruji dalam mengatasi berbagai permasalahan, termasuk juga di Indonesia. Para kepala daerah perempuan telah berhasil melakukan banyak terobosan untuk progresivitas daerahnya.
Baca juga: Menyusuri perdagangan antarnegara di perbatasan
Meski peluang capres dari kalangan perempuan saat ini tertutup, namun masih terbukanya peluang untuk cawapres perempuan. Publik juga perlu tahu siapa-siapa saja cawapres perempuan yang layak diberikan dukungan oleh partai politik.
Meskipun dari beberapa nama yang muncul masih fluktuatif tetapi nama-nama yang muncul dapat menjadi acuan dalam waktu dekat ini. Dengan komunikasi politik yang masih acak, tidak ada salahnya partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung cawapres perempuan.
Sebab, partai politik menjadi kunci penting untuk mendorong dan membuka kesempatan seluas-luasnya dan selebar-lebarnya untuk melahirkan kandidat cawapres perempuan.
Pemilu berkualitas
Dengan adanya cawapres perempuan, menunjukkan inklusivitas pemilu, kesetaraan, keadilan bukan hanya sekadar wacana belaka tetapi menjadi implementasi serius untuk ditindaklanjuti oleh partai politik sebagai perwujudan bahwa demokrasi ini hadir tidak meninggalkan kaum perempuan.
Riset yang dilakukan oleh Westminster Foundation for Democracy (WFD) bekerja sama dengan Global Institute for Women Leadership King’s College menunjukkan ada hubungan atau korelasi positif antara kepemimpinan perempuan dan perbaikan kualitas demokrasi. Riset tersebut dikaji lebih dari 500 penelitian empiris di berbagai negara.
Hal ini membuktikan bahwa demokrasi tidak hanya ditandai perhelatan elektoral rutin selama lima tahun saja, tetapi juga menjadi bagian dari sistem nilai untuk membangun suatu sistem politik yang berdasarkan pada prinsip-prinsp kebebasan, dan kesetaraan untuk semua orang.
Tentu saja cawapres yang diusung oleh partai politik yakni perempuan yang memiliki track record baik, memiliki kapasitas dan kapabilitas yang membuat demokrasi di Indonesia semakin sehat, bukan malah sebaliknya membuat demokrasi semakin terpuruk.
Baca juga: Berdayakan masyarakat peduli mangrove rambai
Menghadirkan representasi cawapres perempuan tidak hanya untuk inklusivitas pemilu tetapi juga menjadi kekuatan alternatif demokrasi yang bersih dan efektif.
Partai politik juga perlu berupaya melakukan kaderisasi secara sistematik dan berkesinambungan. Partai dinilai optimal menjalankan kewajibannya tatkala mampu menghadirkan calon pemimpin perempuan berkualitas dan berintegritas ke publik, bukan yang memiliki popularitas tetapi mengaburkan kapasitas.
Fungsi kaderisasi di internal partai sangat penting untuk mengedepankan spirit perubahan dan transformasi generasi yang semakin terbuka agar tidak menghambat kader perempuan untuk ikut berkontestasi secara sehat dan beradab di kepemimpinan nasional.
Hasil Survei
Nama Zannuba Ariffah Chafsoh atau dikenal dengan Yenny Wahid menguat dalam survei dan simulasi pasangan Capres dan Cawapres RI menjelang Pilpres 2024 .
Melalui pemaparan hasil survei yang digelar Dialektika Institute di Surabaya pada Senin (11/9/2023), diperoleh temuan bahwa sebanyak 27,6 persen responden survei memilih nama Yenny Wahid sebagai kandidat Cawapres.
Sementara sebanyak 25,4 persen memilih nama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan 27,6% responden memilih nama Puan Maharani.
Survei Dialektika Institute dilaksanakan pada tanggal 1-10 September 2023. Survei dilaksanakan dengan metode wawancara melalui telepon dengan melibatkan sampel responden sebanyak 1. 000, tersebar secara proporsional di Provinsi jawa Tengah dan Jawa Timur.
Penentuan sampel dilakukan dengan metode Pemilihan responden dilakukan secara acak sistematis program komputerisasi yaitu dengan memasukkan database nomor telepon yang dahulu pernah menjadi responden survei periode 2013-2023 dengan margin of error 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Populasi responden berdasarkan jumlah penduduk Jateng dan Jatim 57.885.670 jiwa.
Survei tersebut dilakukan untuk mendalami isu mutakhir yang muncul di ruang publik, yaitu munculnya kandidat potensial cawapres untuk Pilpres 2024 dari kalangan perempuan. Dalam kajian Dialektika, isu tersebut kemudian mengerucut pada wacana cawapres dari kalangan tokoh perempuan.
Selain itu, survei tersebut sekaligus untuk mengukur kekuatan elektoral cawapres dari kalangan perempuan di daerah yang selama ini dikenal sebagai basis warga Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin.
Melalui simulasi top of mind terhadap cawapres Perempuan di Pilpres 2024, sebanyak 72,3 persen responden merespons positif memilih cawapres perempuan, 18,5 persen tidak memilih, 6,4 persen ragu-ragu dan 2,8 persen tidak tahu/tidak menjawab.
Beberapa argumen yang disampaikan terkait dengan pilihan responden adalah untuk membuka ruang politik yang pro gender, kehadiran perempuan di posisi strategis, pentingnya tokoh perempuan di posisi strategis untuk memperjuangkan kepentingan kaum perempuan.
Baca juga: Kuliner khas Solo menuju gastronomi bintang lima
Adapun terkait dengan cawapres yang merupakan representasi NU menunjukkan sebanyak 21,2 persen responden memilih cawapres dari NU, 5,6 persen memilih bukan NU, dan 73,2 persen netral.
Selanjutnya, terkait dengan pengukuran elektabilitas cawapres perempuan menyebut sebanyak 27,6 persen responden memilih Yenny Wahid, Khofifah Indar parawansa 25,4 persen, Puan Maharani 14,9 persen, Susi Pudjiastuti 12,6 persen, Sri Mulyani 8,5 persen dan 11 persen belum menentukan pilihan.
Pada survei ini, juga dilakukan simulasi nama pasangan yakni Capres-cawapres pasangan Prabowo-Yenny Wahid mendapat dukungan responden sebesar 40,7 persen, Ganjar Pranowo-Yenny Wahid 32 persen dan Anies Baswedan-Yenny Wahid 27,8 persen.
Temuan survei tersebut sebetulnya tidak mengejutkan karena itu dilakukan di basis NU. Apalagi survei dibatasi di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tentu nama yang muncul tidak akan banyak pasti Yenny Wahid dan Khofifah tentu akan menjadi nama tertinggi.
Meski demikian, hasil survei ini memotret bahwa ada calon potensial cawapres dari kalangan perempuan yang bisa menjadi alternatif bagi masyarakat Indonesia untuk menentukan pilihannya di Pilpres 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
Dari tiga nama tersebut, baru Anies Baswedan yang terlihat sudah memutuskan maju bersama pasangan calon wakil presiden (cawapres), yaitu Muhaimin Iskandar atau Gus Imin.
Selain Gus Imin, publik pun berharap ada sosok cawapres dari kalangan perempuan. Isu terbaru yang muncul di ruang publik, memunculkan sejumlah nama dari kalangan tokoh perempuan.
Baca juga: Pilihan jalur skripsi dan nonskripsi sebagai karya ilmiah
Sebut saja Ketua Umum PDIP sekaligus mantan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2014-2019 Susi Pudjiastuti, Gubernur Jatim sekaligus mantan Mentero Sosial Khofifah Indar Parawansa..
Selain itu, Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Sosial sekaligus mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Putri Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid (Gus Dur) Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) dan lainnya.
Dalam hal ini, pemilih perempuan mempunyai kriteria sendiri dalam memilih calon presiden. Sifat merakyat dan sederhana serta tegas dan berwibawa yang melekat pada kepribadian seorang tokoh, juga rekam jejak prestasinya sebagai pemimpin, menjadi catatan utama kriteria seorang calon presiden bagi pemilih perempuan.
Kehadiran perempuan sebagai cawapres akan lebih mewarnai pemilu dengan gagasan, terobosan, inovasinya dalam menjawab seluruh permasalahan kebangsaan. Perempuan memang perlu dihadirkan secara langsung yang tidak bisa diwakilkan untuk memastikan terwujudnya inklusivitas dalam pemilu.
Bahkan, dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 menunjukkan bahwa jumlah pemilih perempuan lebih besar dibandingkan dengan jumlah pemilih laki-laki yakni 96.231.646 atau 49,92 persen. Tidak hanya itu, pemilih perempuan juga tercatat yang paling banyak memberikan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS), yaitu sejumlah 51,43 persen pada Pilpres 2019.
Inilah alasan mengapa tokoh perempuan penting untuk tampil sebagai pemimpin nasional dalam ajang pilpres.
Kehadiran perempuan bukan hanya sekadar penggugur kewajiban belaka, tetapi jauh lebih substantif dari itu, yakni sebagai upaya mewujudkan kepemimpinan perempuan yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kepemimpinan perempuan di banyak negara sudah banyak teruji dalam mengatasi berbagai permasalahan, termasuk juga di Indonesia. Para kepala daerah perempuan telah berhasil melakukan banyak terobosan untuk progresivitas daerahnya.
Baca juga: Menyusuri perdagangan antarnegara di perbatasan
Meski peluang capres dari kalangan perempuan saat ini tertutup, namun masih terbukanya peluang untuk cawapres perempuan. Publik juga perlu tahu siapa-siapa saja cawapres perempuan yang layak diberikan dukungan oleh partai politik.
Meskipun dari beberapa nama yang muncul masih fluktuatif tetapi nama-nama yang muncul dapat menjadi acuan dalam waktu dekat ini. Dengan komunikasi politik yang masih acak, tidak ada salahnya partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung cawapres perempuan.
Sebab, partai politik menjadi kunci penting untuk mendorong dan membuka kesempatan seluas-luasnya dan selebar-lebarnya untuk melahirkan kandidat cawapres perempuan.
Pemilu berkualitas
Dengan adanya cawapres perempuan, menunjukkan inklusivitas pemilu, kesetaraan, keadilan bukan hanya sekadar wacana belaka tetapi menjadi implementasi serius untuk ditindaklanjuti oleh partai politik sebagai perwujudan bahwa demokrasi ini hadir tidak meninggalkan kaum perempuan.
Riset yang dilakukan oleh Westminster Foundation for Democracy (WFD) bekerja sama dengan Global Institute for Women Leadership King’s College menunjukkan ada hubungan atau korelasi positif antara kepemimpinan perempuan dan perbaikan kualitas demokrasi. Riset tersebut dikaji lebih dari 500 penelitian empiris di berbagai negara.
Hal ini membuktikan bahwa demokrasi tidak hanya ditandai perhelatan elektoral rutin selama lima tahun saja, tetapi juga menjadi bagian dari sistem nilai untuk membangun suatu sistem politik yang berdasarkan pada prinsip-prinsp kebebasan, dan kesetaraan untuk semua orang.
Tentu saja cawapres yang diusung oleh partai politik yakni perempuan yang memiliki track record baik, memiliki kapasitas dan kapabilitas yang membuat demokrasi di Indonesia semakin sehat, bukan malah sebaliknya membuat demokrasi semakin terpuruk.
Baca juga: Berdayakan masyarakat peduli mangrove rambai
Menghadirkan representasi cawapres perempuan tidak hanya untuk inklusivitas pemilu tetapi juga menjadi kekuatan alternatif demokrasi yang bersih dan efektif.
Partai politik juga perlu berupaya melakukan kaderisasi secara sistematik dan berkesinambungan. Partai dinilai optimal menjalankan kewajibannya tatkala mampu menghadirkan calon pemimpin perempuan berkualitas dan berintegritas ke publik, bukan yang memiliki popularitas tetapi mengaburkan kapasitas.
Fungsi kaderisasi di internal partai sangat penting untuk mengedepankan spirit perubahan dan transformasi generasi yang semakin terbuka agar tidak menghambat kader perempuan untuk ikut berkontestasi secara sehat dan beradab di kepemimpinan nasional.
Hasil Survei
Nama Zannuba Ariffah Chafsoh atau dikenal dengan Yenny Wahid menguat dalam survei dan simulasi pasangan Capres dan Cawapres RI menjelang Pilpres 2024 .
Melalui pemaparan hasil survei yang digelar Dialektika Institute di Surabaya pada Senin (11/9/2023), diperoleh temuan bahwa sebanyak 27,6 persen responden survei memilih nama Yenny Wahid sebagai kandidat Cawapres.
Sementara sebanyak 25,4 persen memilih nama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan 27,6% responden memilih nama Puan Maharani.
Survei Dialektika Institute dilaksanakan pada tanggal 1-10 September 2023. Survei dilaksanakan dengan metode wawancara melalui telepon dengan melibatkan sampel responden sebanyak 1. 000, tersebar secara proporsional di Provinsi jawa Tengah dan Jawa Timur.
Penentuan sampel dilakukan dengan metode Pemilihan responden dilakukan secara acak sistematis program komputerisasi yaitu dengan memasukkan database nomor telepon yang dahulu pernah menjadi responden survei periode 2013-2023 dengan margin of error 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Populasi responden berdasarkan jumlah penduduk Jateng dan Jatim 57.885.670 jiwa.
Survei tersebut dilakukan untuk mendalami isu mutakhir yang muncul di ruang publik, yaitu munculnya kandidat potensial cawapres untuk Pilpres 2024 dari kalangan perempuan. Dalam kajian Dialektika, isu tersebut kemudian mengerucut pada wacana cawapres dari kalangan tokoh perempuan.
Selain itu, survei tersebut sekaligus untuk mengukur kekuatan elektoral cawapres dari kalangan perempuan di daerah yang selama ini dikenal sebagai basis warga Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin.
Melalui simulasi top of mind terhadap cawapres Perempuan di Pilpres 2024, sebanyak 72,3 persen responden merespons positif memilih cawapres perempuan, 18,5 persen tidak memilih, 6,4 persen ragu-ragu dan 2,8 persen tidak tahu/tidak menjawab.
Beberapa argumen yang disampaikan terkait dengan pilihan responden adalah untuk membuka ruang politik yang pro gender, kehadiran perempuan di posisi strategis, pentingnya tokoh perempuan di posisi strategis untuk memperjuangkan kepentingan kaum perempuan.
Baca juga: Kuliner khas Solo menuju gastronomi bintang lima
Adapun terkait dengan cawapres yang merupakan representasi NU menunjukkan sebanyak 21,2 persen responden memilih cawapres dari NU, 5,6 persen memilih bukan NU, dan 73,2 persen netral.
Selanjutnya, terkait dengan pengukuran elektabilitas cawapres perempuan menyebut sebanyak 27,6 persen responden memilih Yenny Wahid, Khofifah Indar parawansa 25,4 persen, Puan Maharani 14,9 persen, Susi Pudjiastuti 12,6 persen, Sri Mulyani 8,5 persen dan 11 persen belum menentukan pilihan.
Pada survei ini, juga dilakukan simulasi nama pasangan yakni Capres-cawapres pasangan Prabowo-Yenny Wahid mendapat dukungan responden sebesar 40,7 persen, Ganjar Pranowo-Yenny Wahid 32 persen dan Anies Baswedan-Yenny Wahid 27,8 persen.
Temuan survei tersebut sebetulnya tidak mengejutkan karena itu dilakukan di basis NU. Apalagi survei dibatasi di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tentu nama yang muncul tidak akan banyak pasti Yenny Wahid dan Khofifah tentu akan menjadi nama tertinggi.
Meski demikian, hasil survei ini memotret bahwa ada calon potensial cawapres dari kalangan perempuan yang bisa menjadi alternatif bagi masyarakat Indonesia untuk menentukan pilihannya di Pilpres 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023