Bengkulu,  (Antara) - Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah meminta pemerintah pusat mengevaluasi izin usaha pertambangan di daerah itu, sebab kontribusi bagi daerah tidak signifikan sementara daya rusaknya sangat tinggi.

"Malah daerah dirugikan karena jalan umum rusak, jadi kami minta pemerintah pusat mengevaluasi perizinan pertambangan," kata dia di Bengkulu, Jumat.

Gubernur mengatakan saat evaluasi dan monitoring sektor pertambangan dan perkebunan yang digelar di Jakarta beberapa hari lalu, beberapa aktivitas pertambangan di Bengkulu bahkan berada dalam kawasan hutan.

Dalam evaluasi itu tidak hanya Gubernur Bengkulu yang menyampaikan permasalahan tentang pertambangan dan perkebunan, tapi juga Gubernur Provinsi Lampung dan Banten.

Data Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2014 menyebutkan terdapat 123,6 ribu hektare wilayah pertambangan yang masuk di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi di Provinsi Bengkulu, Lampung dan Banten.

"Ada 34 izin usaha pertambangan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan, termasuk di Bengkulu," tambah dia.

Khusus di Bengkulu berdasarkan data tersebut, izin usaha pertambangan tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung dan konservasi seluas 118,6 ribu hektare.

Dalam data itu juga disebutkan bahwa 98 persen pemegang izin pertambangan di tiga provinsi yakni Bengkulu, Lampung dan Banten belum memiliki jaminan reklamasi dan hampir 100 persen belum memiliki jaminan pascatambang.

"Karena itu kami minta pemerintah pusat tegas mencabut izin perusahaan pertambangan yang tidak memenuhi aturan operasi," ucapnya.

Pewarta: Oleh Helti Marini Sipayung

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015