"Ketentuan BPH Migas bukan mengatur jenis kendaraan (dump truk/bukan dump truk) maupun status kepemilikan kendaraan (pribadi atau perusahaan), namun jenis muatan yang diangkut kendaraan tersebut tidak boleh menggunakan BBM subsidi," kata Asisten II Pemerintah Provinsi Bengkulu, Raden Ahmad Denni, di Bengkulu, Sabtu.
Menurut dia, selama ini banyak ditemukan penggunaan BBM bersubsidi oleh mereka yang tidak berhak, seperti perusahaan-perusahaan angkutan batu bara, galian C dan kendaraan angkut sawit. Hal ini harus menjadi perhatian dan kesadaran bersama.
"Tidak boleh menggunakan BBM subsid," kata Denni.
Nantinya, kata dia dengan kesadaran pihak-pihak terkait, penyaluran BBM subsidi benar-benar bisa didistribusikan tepat sasaran kepada masyarakat yang berhak menerima.
"Masyarakat yang tidak mengangkut pertambangan material dan perkebunan. Artinya kalau yang mereka angkut hasil pertambangan, maka harus pakai nonsubsidi, ketika tidak mengangkut hasil tambang dan perkebunan bisa memakai BBM subsidi," katanya.
Pemerintah Provinsi Bengkulu menyatakan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 500/1900/B.3/2023 tentang Pengendalian Kuota Jenis BBM tidak berlaku lagi terhitung 3 Januari 2024.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dalam surat pemberitahuan terbarunya mencabut surat edaran tersebut dan menjelaskan pendistribusian BBM bersubsidi di Provinsi Bengkulu memerlukan penerapan prinsip kehati-hatian, akurat, tepat sasaran, tepat volume dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
"Meski SE Gubernur tersebut dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. Namun, aturan tentang penggunaan BBM tetap mengacu pada ketentuan BPH Migas," ujarnya.