"Heyyaaaaa...", teriak Fikri. Teriakan itu ditujukan untuk mengusir sekawanan burung yang hinggap di batang padi di sisi kanan hamparan padi sawah miliknya.

Sambil membawa sebilah bambu sepanjang dua meter yang dipasangi kantong plastik warna hitam di salah satu ujungnya, ia berlari kecil ke arah kawanan burung itu.

Hardikan dan alat pengusir sederhana itu cukup ampuh. Kawanan burung tersebut terbang menjauh dari hamparan padi.

Setelah mengusir burung pemakan padi itu, Fikri kembali ke gubuk beratap seng tanpa dinding di tengah sawah itu.

Ia duduk di samping istrinya yang terlihat tenang, tapi perhatiannya tidak lepas dari hamparan padi seluas satu hektare tersebut.

Bulir padi muda milik petani di areal persawahan irigasi Danau Dendam Tak Sudah itu menjadi incaran burung-burung.

"Ini risiko menanam padi lebih awal, jadi sasaran burung," kata Fikri saat ditemui di persawahan pinggir Kota Bengkulu itu, Jumat.

Menurut Fikri, pada musim tanam kali ini petani menghadapi sejumlah kendala sehingga tidak bisa menanam padi serentak.

Akibatnya, dari lebih 500 hektare areal tanaman padi di wilayah itu, sebagian kecil, termasuk milik Fikri sudah berbuah, sedangkan hamparan lainnya yang lebih luas masih berumur satu bulan.

Meski padinya menjadi sasaran burung, Fikri masih tergolong beruntung.

Padi yang ditanam pada pekan pertama Juni 2015 itu selamat dari dampak kekeringan akibat fenomena El Nino yang melanda sebagian besar wilayah Nusantara.

"Meski hasil padi dipastikan berkurang sekitar 30 persen, setidaknya masih ada yang dipanen," ucapnya.



Kalender tanam

Musim kering yang melanda wilayah Bengkulu dalam sebulan terakhir membuat debit air Danau Dendam Tak Sudah menyusut. Akibatnya, air tidak sampai ke petak sawah irigasi milik petani.

Padi yang baru ditanam pada awal Juli 2015 atau masih berumur lebih satu bulan dengan luas lebih 200 hektare didera kekeringan.

Untuk menyelamatkan tanaman padi, sebagian petani di Kecamatan Sungai Serut itu harus mengairi sawah dengan bantuan mesin pompa.

Petani setempat, Budi Betet mengatakan sekali dua hari ia memompa air dari saluran rigasi sekunder ke petak-petak sawahnya untuk mengatasi kekeringan.

"Kami beruntung karena petak sawah dekat dengan irigasi sekunder, petani lain tidak bisa memompa karena sumber air tidak ada," tuturnya.

Menurut Kepala Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Bengkulu, Dodi Sugandi para petani di Kota Bengkulu yang menanam padi di atas pertengahan Juni 2015, termasuk terlambat tanam.

"Mereka terlambat tanam karena sudah masuk musim kering," ujarnya.

Ia mengatakan bila petani mengacu pada kalender tanam yang disusun Kementerian Pertanian maka padi petani akan terhindar dari kekeringan.

Kalender tanam adalah pedoman atau alat bantu yang berisi informasi tentang prediksi musim, awal tanam, pola tanam, luas tanam potensial, wilayah rawan banjir dan kekeringan serta potensi serangan organisme pengganggu tanaman.

Selain itu, kalender tanam juga berisi informasi soal rekomendasi dosis dan kebutuhan pupuk, varietas yang sesuai (pada lahan sawah) berdasarkan prediksi variabilitas dan perubahan iklim.

Informasi yang disusun dalam kalender tanam kata dia, mengacu pada data prakiraan cuaca yang dirilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

"Sesuai prakiraan cuaca maka tiap kabupaten dan kota akan berbeda pola tanamnya, bahkan ke tingkat kecamatan," ucapnya.

Berdasarkan kalender tanam kata Dedi, saat tanam untuk wilayah Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu yang disarankan adalah minggu ketiga Mei hingga minggu pertama Juni 2015.

Namun, dari 310 hektare luas lahan baku di wilayah itu, hanya 214 hektare yang bisa ditanami pada musim kering April hingga September 2015.

"Artinya bila ditanami seluruhnya 310 hektare, beberapa areal akan kekeringan karena sudah diperkirakan dengan kemampuan air irigasi," ucapnya.

Bila musim tanam melewati jadwal, dipastikan padi tersebut akan terkena dampak kekeringan seperti yang terjadi saat ini.

Dedi menambahkan bahwa kalender tanam dirilis secara nasional dan sudah disampaikan ke pemangku kepentingan, termasuk kepada penyuluh pertanian untuk diteruskan kepada petani.

"Kalau penyuluh sering bertemu petani maka informasi ini akan sampai dan sebaliknya," ujarnya.

Ia mencontohkan petani di Kabupaten Seluma yang sudah menanam padi varietas amfibi atau padi yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Padi jenis inhibrid padi rawa (inpara) dikembangkan petani yang memiliki lahan rawa di wilayah itu dengan produksi mencapai 6 ton per hektare.

Menurut Dedi, kalender tanam tersebut penting disosialisasikan karena 70 persen petani padi di daerah ini masih menerapkan tanam padi sekali dalam setahun.



Dampak El Nino

Menurut Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Bengkulu, Sudiyanto, musim kering yang melanda wilayah Bengkulu berpotensi terjadi hingga pertengahan Oktober 2015.

"Untuk sawah tadah hujan diperkirakan sulit memenuhi kebutuhan air," kata Sudiyanto.

Ia mengatakan ada dua daerah yang paling parah mengalami musim kering yakni Kabupaten Lebong yang berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Kabupaten Kepahiang yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Musim kering di dua wilayah ini dipengaruhi oleh wilayah sekitar yang dilanda kemarau cukup parah yakni Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan.

Menurut dia, musim kering yang cukup panjang dipengaruhi oleh fenomena El Nino di mana suhu muka laut agak dingin.

El Nino adalah suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik sekitar equator, khususnya di bagian tengah dan timur atau sekitar pantai Peru.

Karena lautan dan atmosfer adalah dua sistem yang saling terhubung, maka penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kondisi atmosfer yang pada akhirnya berakibat pada terjadinya penyimpangan iklim.

Dalam kondisi iklim normal, suhu permukaan laut di sekitar Indonesia umumnya hangat dan karenanya proses penguapan mudah terjadi dan awan-awan hujan mudah terbentuk.

Namun, ketika fenomena El Nino terjadi, saat suhu permukaan laut di pasifik equator bagian tengah dan timur menghangat, justru perairan sekitar Indonesia umumnya mengalami penurunan suhu sehingga terjadi perubahan pada peredaran masa udara yang berdampak pada berkurangnya pembentukan awan-awan hujan di Indonesia.

Meski demikian Sudiyanto menyebutkan bahwa El Nino yang melanda wilayah Bengkulu tergolong El Nino lemah, artinya beberapa wilayah di daerah ini masih berpotensi dilanda hujan meski intensitasnya ringan.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu Evarini mengatakan optimistis target produksi padi di daerah ini tidak akan terganggu dengan fenomena El Nino.

"Beberapa daerah sudah masuk musim panen, jadi tidak terlalu pengaruh dengan musim kering," imbuhnya.

Ia mengemukakan musim panen sudah terjadi di tingkat petani, khususnya petani di Kabupaten Lebong, Mukomuko dan Kaur.

Karena itu pemerintah optimistis peningkatan produksi padi sebesar 15 persen dari 600 ribu ton akan tercapai tahun ini.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015