Rejanglebong (Antara) - Produksi gula aren di Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, turun drastis hingga 50 persen dari produksi biasanya yang mencapai 50 ton per hari, menyusul berlangsungnya musim kemarau sejak beberapa bulan terakhir.

"Air nira berkurang karena pengaruh musim kemarau yang disertai angin kencang," kata Kepala Desa Air Meles Atas Kecamatan Selupu Rejang, Wahdiono di Rejanglebong, Rabu.

Kondisi itu diperparah dengan menurunnya harga gula aren dari Rp13 ribu menjadi Rp10 ribu per kilogram.

Wahdiono mengatakan turunnya produksi dan harga gula aren tersebut turut mempengaruhi pendapatan masyarakat di desa yang dipimpinnya. Dari 602 kepala keluarga (KK) di Desa Air Meles Atas, sekitar 90 persen warga bekerja sebagai pembuat gula aren.

Gula aren yang dihasilkan per orang pada umumnya berkisar 10 sampai 18 kg per hari, namun saat ini melorot hingga 50 persen akibat musim kemarau.

Gula aren yang dihasilkan warga Desa Air Meles Atas itu sebagian besar dipasarkan di desa mereka sendiri dan sekitarnya. Para pedagang pengumpul biasanya setiap sore akan mendatangi mereka.

"Mereka tidak banyak jual keluar karena sudah terikat dengan pengumpul yang sudah menjadi langganan," ujarnya.

Akibat menurunnya pendapatan pembuat gula aren di daerah itu, sebagian pembuat gula aren beralih pekerjaan menjadi buruh bangunan, tukang ojek atau pekerjaan lainnya.

Masyarakat tidak bisa melakoni pekerjaan lain seperti bertani mengingat saat ini lahan mereka mengalami kekeringan sehingga tidak bisa ditanami sayuran.

Sementara itu, Acil (39) seorang pembuat gula aren di Desa Air Meles Atas, mengaku terpaksa bekerja serabutan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dia mengaku mencari rumbut untuk pakan ternak milik tetangga yang membutuhkan.

Namun dia mengaku tetap tabah menjalani hidup ini dan tidak menyalahkan adanya musim kemarau karena itu telah menjadi kodrat alam dan kehendak Tuhan. ***3*** 

Pewarta: Nur Muhammad

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015