Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu merawat seekor anak gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatrae), yang diduga korban konflik sehingga terpisah dari kelompoknya.

"Anak gajah itu ditemukan sekitar umur enam bulan, terlunta-lunta sendirian di sekitar perkebunan PT Alno," kata Koordinator Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat Kabupaten Bengkulu Utara Erni Suyanti Musabine, Selasa.

Ia mengatakan sudah hampir setahun, PKG Seblat yang berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu merawat anak gajah betina yang diberi nama "Bona" itu.

Penemuan "Bona" kata dia berawal dari laporan karyawan perusahaan perkebunan sawit PT Alno yang berbatasan dengan PKG Seblat, tentang adanya seekor anak gajah yang tersesat di perkebunan itu.

"Setelah menerima laporan itu tim langsung melakukan penyelamatan dan membawa Bona ke PKG Seblat," tambahnya.

Saat ditemukan, kondisi gajah itu sangat lemah karena diperkirakan sudah 15 hari terlunta-lunta di dalam perkebunan sawit tanpa makanan.

Menurut Erni yang juga dokter satwa liar BKSDA, dalam usia enam bulan bayi gajah hanya mengkonsumsi susu dan tidak pernah jauh dari induknya.

Perawatan intensif langsung diberikan oleh petugas BKSDA di PKG Seblat yang sebagian besar adalah pawang gajah atau mahout dari 18 gajah binaan di PKG itu.

Dana yang terbatas membuat perawatan Bona mengalami tantangan. Sebab, anak gajah itu hanya mengkonsumsi susu nabati atau kedelai dengan harga Rp180 ribu per kaleng yang dihabiskan dalam sehari.

"Sedangkan biaya perawatan gajah binaan untuk sehari hanya Rp50.000, kami kesulitan merawat Bona sehingga bantuan donatur sangat diharapkan," tambahnya.

Menurut Erni, sebenarnya dapat dilakukan penelurusan kelompok gajah yang merupakan induk Bona.

Namun, kondisinya yang sudah hampir satu tahun berada di PKG Seblat dan berinteraksi dengan gajah binaan serta para mahout membuatnya mengambil keputusan untuk merawat anak gajah itu.

"Kuat juga dugaan kami bahwa tujuh gajah dewasa yang mati selama 2011 salah satunya adalah induk Bona sehingga anak gajah itu hidup sendiri terpisah dari kelompok," tambahnya.

Gangguan terhadap kawasan hutan produksi dengan fungsi khusus PKG Seblat seluas 7.900 hektare menjadi penyebab utama terancamnya kelestarian satwa langka itu.

Pembukaaan lahan untuk perkebunan besar dan perambahan liar oleh masyarakat membuat ruang gerak gajah semakin terbatas sehingga konflik tidak terelakkan.(rni)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012