Bengkulu (Antara) - Sejumlah aktivis lingkungan dari Yayasan Genesis Bengkulu aksi simpatik di Bundaran Simpang Lima Kota Bengkulu, Rabu, mendesak pemerintah mengusut kasus kejahatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menimbulkan asap pekat di Sumatera.

Koordinator aksi, Uli Siagian dalam orasinya mengatakan, asap yang menyelimuti Sumatera dan Kalimantan bukanlah bencana, melainkan kejahatan yang diduga dilakukan korporasi yang menggunakan cara bakar untuk membersihkan lahan.

"Karena itu pemerintah harus mengusut kejahatan pembakaran hutan dan lahan ini," tegasnya.

Kebakaran hutan yang masih terjadi di sejumlah wilayah menurut dia juga mencerminkan kelalaian pemerintah menjaga kawasan hutan yang masih tersisa.

Aksi itu lanjutnya, merupakan solidaritas bagi warga yang terpaksa menghirup asap di Provinsi Jambi, Sumatera Selatan dan Riau saudara-saudara di Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau.

Yayasan Genesis yang merupakan lembaga anggota Walhi Bengkulu menyebutkan bahwa data dari aktivis lingkungan di Sumatera Selatan, Riau dan Jambi menunjukkan titik-titik api berada di wilayah konsesi perkebunan skala besar maupun hutan tanaman industri (HTI).

Ia mencontohkan data yang diolah Walhi Sumsel dari berbagai sumber menunjukkan 383 titik api di hutan tanaman industri dan 426 titik di konsesi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan.

Sementara data titip api yang dimiliki Walhi Jambi menunjukkan 80 persen titik api berada di konsesi perusahaan perkebunan dan HTI.

Tidak jauh berbeda dengan data yang dirilis Walhi Riau bahwa saat ini ada 185 titik api dengan rincian 51 titik api di konsesi perkebunan, 48 titik di HTI, 43 titik di kawasan lindung, 35 titik di Taman Nasional Teso Nilo, dan 8 titik di Bukit Batabuh.

"Data ini sudah jelas menunjukkan bukti-bukti kejahatan pembakaran hutan dan lahan, karena itu pemerintah harus bertindak," tuturnya.

Selain mengusut tuntas pelaku pembakaran hutan dan lahan, para aktivis juga mendesak pemerintah untuk meninjau ulang izin hak guna usaha perkebunan yang memiliki titik-titik api.

Mereka juga menuntut para elit untuk menghentikan politisasi asap, sebab asap bukan instrumen pencitraan.

"Pemerintah harus memastikan keselamatan hutan yang masih tersisa demi keselamatan rakyat," tukasnya.

Aksi simpati tersebut mendapat penjagaan ketat dari aparat kepolisian. Setelah menyampaikan aspirasinya para aktivis membubarkan diri dengan tertib.***4***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015