"Saat ini 85 persen pembiayaan investasi PLTU di Indonesia berasal dari China sehingga pengumuman Presiden Xi Jinping ini sangat penting untuk pemerintah Indonesia agar segera merealisasikan transisi energi," kata Peneliti Tambang dan Energi Auriga Nusantara, Widya Kartika dalam media briefing dengan topik "Komitmen Iklim Presiden China Xi Jinping: Bagaimana Implikasinya terhadap Project-Project Batubara dengan Afiliasi Pendanaan Institusi Keuangan Tiongkok di Indonesia" yang digelar secara virtual oleh Koalisi #BersihkanIndonesia, Rabu.
Berdasarkan analisis Auriga, hingga saat ini China telah membangun 14 PLTU batu bara dengan total kapasitas 6.307 Megawatt (MW). Masalahnya kata Widya sejumlah proyek tersebut ditengarai bermasalah seperti kasus PLTU 1 Riau yang masuk dalam pusaran kasus korupsi, melibatkan petinggi PT PLN hingga pejabat level menteri.
Selain itu, sebagian besar PLTU batu bara yang dibangun dengan investasi China masih menggunakan teknologi usang yaitu sub-critical sehingga pembakaran batu bara menjadi sumber emisi yang memicu krisis iklim global.
Sementara menurut Peneliti Trend Asia, Andri Prasetyo menyebutkan proyek-proyek penambahan PLTU baru di Indonesia dengan total kapasitas 14.327 MW, dimana China terlibat didalamnya akan menghasilkan tambahan sebesar lebih dari 90 juta ton emisi karbon pertahun.
"Moratorium proyek PLTU harus dilakukan segera, target Net-Zero Indonesia harus di percepat, dan proyek 'false climate solution' seperti hilirisasi batubara (gasifikasi) harus segera dihentikan," kata Andri.
Sedangkan Ketua Kanopi Hijau Indonesia sekaligus konsolidator gerakan Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) Ali Akbar menyebutkan bahwa pihaknya akan terus mengawal komitmen Xi Jinping agar segera terealisasi.
"Sebab apa yang disampaikan oleh Presiden China Xi Jinping baru menjadi komitmen sehingga kami terus mengawal komitmen tersebut," kata Ali.
PLTU batu bara Teluk Sepang di wilayah Bengkulu yang didanai bank China dengan kapasitas 100 MW masih berstatus konstruksi dengan target COD pada 2021. Sehingga, jika komitmen Xi Jinping terealisasi maka pembangunan pembangkit kedua di Bengkulu akan berhenti.
Pihaknya juga akan mengawal komitmen pemerintah China dalam proyek PLTU di Pulau Sumatera sebab saat ini teradapat 11 PLTU dalam tahap konstruksi, 1 PLTU dalam tahap perencanaan, dan 33 PLTU telah beroperasi.
"Kami menyambut baik komitmen presiden China, paling tidak China tidak memberikan dukungan terhadap pembangunan PLTU saat ini seperti di Riau dan Jambi," ujarnya.
Perwakilan Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Jawa Barat Meiki mengatakan masyarakat harus melakukan tekanan yang lebih intensif kepada pemerintah China seperti kampanye-kampanye ke masyarakat luas terkait komitmen presiden China.
"Kemudian mengirim surat, meminta klarifikasi serta meminta pengurangan emisi ke Indonesia," katanya.
Sebelumnya, dalam sidang umum ke-76 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar di New York, Selasa (21/9), Presiden China Xi Jinping berjanji tidak akan mendanai proyek PLTU batu bara baru di luar negeri.
"China akan berusaha untuk mencapai puncak emisi karbon dioksida yang dilepaskan sebelum 2030 dan mencapai karbon netral sebelum 2060," kata Xi Jinping.
China juga berkomitmen mendukung negara berkembang dalam mengembangkan energi hijau dan rendah karbon.