Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengingatkan pemerintah bahwa pemberian jaminan kesehatan melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus berpihak kepada masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi dan rentan.
“Dalam undang-undang, sudah dijelaskan bagaimana seharusnya orang miskin dan kelompok masyarakat yang lemah mendapatkan jaminan sosial,” kata Edy dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan Pasal 34 ayat (2) UUD NRI 1945 telah mengatur bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Selain itu, lanjut dia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pun mengatur bahwa iuran bagi fakir miskin dan golongan tidak mampu membayar kepesertaan jaminan sosial ditanggung pemerintah.
Selain itu, lanjut dia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pun mengatur bahwa iuran bagi fakir miskin dan golongan tidak mampu membayar kepesertaan jaminan sosial ditanggung pemerintah.
Hal tersebut juga disampaikan Edy untuk menanggapi masalah yang tengah dihadapi oleh Ali Rohimat, penyandang disabilitas di Bandung, Jawa Barat, yang bingung ketika sakit Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang beberapa tahun sebelumnya dia dapatkan dari sebuah organisasi kedisabilitasan ternyata tidak dapat digunakan lagi. Saat semakin menua seperti sekarang, tubuh Ali sering mengalami sakit.
Akhirnya Ali berobat dengan biaya mandiri karena penanganan terhadap penyakitnya tidak dapat ditunda.
Selain tentang masalah keberpihakan pada masyarakat rentan dan tidak mampu, Edy pun menyoroti peserta JKN dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) kerap berganti karena pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) melakukan pembersihan data (cleansing data).
Meskipun pembersihan data kepesertaan JKN itu memang bernilai penting dilakukan agar tepat sasaran, Edy mengingatkan pemerintah bahwa pembersihan data harus dilaksanakan secara objektif.
"Cleansing data harus objektif. Harus dilihat kondisi ekonominya seperti apa,” ujarnya.
Berikutnya Edy berharap masyarakat yang tak lagi mendapatkan bantuan iuran untuk kepesertaan JKN diberitahu mengenai hal tersebut.
"Pemberitahuan penonaktifan peserta PBI ini bisa melibatkan pemerintah desa. Lalu, ada follow up dari pihak BPJS Kesehatan, mereka yang tidak aktif dapat menjadi aktif dengan jenis kepesertaan apa, bagaimana prosesnya, berapa iurannya,” kata Eddy.
Hingga 31 Januari 2024 sebagaimana dikutip dari laman resmi BPJS Kesehatan, dari total 267.784.186 peserta, kelompok penerima bantuan iuran mendominasi. BPJS mencatat terdapat 36,1 persen peserta JKN dari kelompok penerima bantuan iuran.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024