Mahasiswi Indonesia, Lidyana, meraih "Third Prize" dalam kompetisi "Looking China Youth Film Project 2024" melalui film dokumenter karyanya berjudul "Get Married".
Penghargaan itu diterima Lidyana pada Kamis (25/4) di Beijing Normal University, Beijing, China.
"Get Married", kata Lidyana yang dihubungi melalui pesan singkat oleh ANTARA dari Beijing, Jumat, sebenarnya adalah cerita mengenai keluarganya.
Baca juga: Film "Malam Pencabut Nyawa" ditayangkan di bioskop mulai 22 Mei
"Saya kemudian memberi tahu kerabat di kampung halaman kakek di Jieyang tentang pernikahan saya dan kebetulan putra dari sepupu saya juga akan menikah, jadi film ini mengenai pernikahan di China," ujarnya.
"Looking China Youth Film Project" sendiri sudah berlangsung 10 kali dan merupakan kerja sama Yayasan Huilin, Academy for International Communication of Chinese Culture (AICCC), serta Beijing Normal University.
Program itu diikuti para pelajar dari berbagai negara di China.
Baca juga: Angkat pemuja setan, Mongol Stres kembali dalam film "Gereja Setan The Movie" tahun 2024
Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok untuk datang ke berbagai wilayah di Tiongkok. Di sana, mereka membuat film dokumenter tentang realitas, tradisi, dan budaya Tiongkok.
Lidyana mengaku bahwa dirinya sebenarnya belum pernah belajar tentang pembuatan film. Namun, ujarnya, ada seorang dosen yang menawarinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
"Awal pembuatan agak bingung harus mulai dari mana, lalu pilih tema apa. Tapi saya bekerja dalam kelompok bersama dua orang mahasiswa China yang memang belajar khusus tentang perfilman, jadi dibantu mereka," ungkapnya.
Lidyana saat ini sedang belajar linguistik dan linguistik terapan untuk jenjang doktoral di Universitas Jinan, Provinsi Shandong. Ia memilih tema pernikahan karena ia sendiri belum pernah melihat orang China menikah.
Baca juga: Sisi edukasi film horor sangat kurang
"Jadi ingin tahu, apakah sama dengan pernikahan Tionghoa di Indonesia, lalu anak zaman sekarang kan lebih suka budaya Barat, yang budaya Timur mulai pudar," katanya.
"Inginnya sih mengimbau agar anak muda tetap melestarikan budaya atau setidaknya tahu budaya sendiri," ujarnya lagi.
Lidyana, yang sudah sejak 2012 tinggal dan menuntut ilmu di China, mengungkapkan bahwa dirinya hanya punya waktu 15 hari untuk membuat film dokumenter dengan durasi 12 menit 39 detik tersebut.
"Keponakan saya menikah bulan April 2023 di Jieyang, Provinsi Guandong. Saya sendiri menikah pada Juli 2023 di Indonesia dan China," katanya.
Baca juga: Film "Keluar Main 1994" mengangkat cerita keluarga
Saat mengambil video mengenai keponakannya itu, Lidyana mengaku merasakan keindahan budaya kampung halaman kakeknya sekaligus kekayaan ciri khas budaya pernikahan Chaoshan.
"Kalau ada kesempatan untuk membuat film lain, ya pasti mau buat lagi tapi untuk karier ke depan belum tahu, mungkin akan jadi guru di sini karena suami juga orang China jadi ke depannya tetap di China," ungkap Lidyana.
Program "Looking China Youth Film Project" sendiri telah diikuti 1.008 anak muda pembuat film dari 30 provinsi di China yang memproduksi 950 film dokumenter pendek dan memenangkan lebih dari 180 penghargaan internasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
Penghargaan itu diterima Lidyana pada Kamis (25/4) di Beijing Normal University, Beijing, China.
"Get Married", kata Lidyana yang dihubungi melalui pesan singkat oleh ANTARA dari Beijing, Jumat, sebenarnya adalah cerita mengenai keluarganya.
Baca juga: Film "Malam Pencabut Nyawa" ditayangkan di bioskop mulai 22 Mei
"Saya kemudian memberi tahu kerabat di kampung halaman kakek di Jieyang tentang pernikahan saya dan kebetulan putra dari sepupu saya juga akan menikah, jadi film ini mengenai pernikahan di China," ujarnya.
"Looking China Youth Film Project" sendiri sudah berlangsung 10 kali dan merupakan kerja sama Yayasan Huilin, Academy for International Communication of Chinese Culture (AICCC), serta Beijing Normal University.
Program itu diikuti para pelajar dari berbagai negara di China.
Baca juga: Angkat pemuja setan, Mongol Stres kembali dalam film "Gereja Setan The Movie" tahun 2024
Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok untuk datang ke berbagai wilayah di Tiongkok. Di sana, mereka membuat film dokumenter tentang realitas, tradisi, dan budaya Tiongkok.
Lidyana mengaku bahwa dirinya sebenarnya belum pernah belajar tentang pembuatan film. Namun, ujarnya, ada seorang dosen yang menawarinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
"Awal pembuatan agak bingung harus mulai dari mana, lalu pilih tema apa. Tapi saya bekerja dalam kelompok bersama dua orang mahasiswa China yang memang belajar khusus tentang perfilman, jadi dibantu mereka," ungkapnya.
Lidyana saat ini sedang belajar linguistik dan linguistik terapan untuk jenjang doktoral di Universitas Jinan, Provinsi Shandong. Ia memilih tema pernikahan karena ia sendiri belum pernah melihat orang China menikah.
Baca juga: Sisi edukasi film horor sangat kurang
"Jadi ingin tahu, apakah sama dengan pernikahan Tionghoa di Indonesia, lalu anak zaman sekarang kan lebih suka budaya Barat, yang budaya Timur mulai pudar," katanya.
"Inginnya sih mengimbau agar anak muda tetap melestarikan budaya atau setidaknya tahu budaya sendiri," ujarnya lagi.
Lidyana, yang sudah sejak 2012 tinggal dan menuntut ilmu di China, mengungkapkan bahwa dirinya hanya punya waktu 15 hari untuk membuat film dokumenter dengan durasi 12 menit 39 detik tersebut.
"Keponakan saya menikah bulan April 2023 di Jieyang, Provinsi Guandong. Saya sendiri menikah pada Juli 2023 di Indonesia dan China," katanya.
Baca juga: Film "Keluar Main 1994" mengangkat cerita keluarga
Saat mengambil video mengenai keponakannya itu, Lidyana mengaku merasakan keindahan budaya kampung halaman kakeknya sekaligus kekayaan ciri khas budaya pernikahan Chaoshan.
"Kalau ada kesempatan untuk membuat film lain, ya pasti mau buat lagi tapi untuk karier ke depan belum tahu, mungkin akan jadi guru di sini karena suami juga orang China jadi ke depannya tetap di China," ungkap Lidyana.
Program "Looking China Youth Film Project" sendiri telah diikuti 1.008 anak muda pembuat film dari 30 provinsi di China yang memproduksi 950 film dokumenter pendek dan memenangkan lebih dari 180 penghargaan internasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024