Bengkulu (Antara-IPKB) - Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) telah berlangsung dalam kurun satu kwartal, sejak dimulai diberlakukannya pada pukul 00.00 awal 2016. Apakah ini menjadi kabar gembira bagi penduduk di tanah air untuk dapat berkarya dalam sejumlah bidang.
Kondisi kependudukan dengan masih rendahnya kualitas penduduk dalam beberapa aspek, Indonesia kesulitan untuk berkompetisi pada era masyarakat ekonomi asean (MEA). Berkompetisi pada era pasar bebas negera-negara asia tenggara itu, sumber daya manusia (SDM) memerlukan jenjang pendidikan tinggi dan keterampilan bagi tenaga kerja.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Wendi Hartanto, dalam kunjungan kerjanya di Bengkulu jelang akhir April 2016 baru ini menyampaikan, pada 2015 jumlah penduduk Indonesia sebesar 256 juta jiwa. Dengan kelompok umur produktif 15-64 tahun mencapai 66,09 persen.
Struktur kelompok umur tersebut dapat menjadi peluang Indonesia meraih puncak bonus demografi pada 2030. " Peluang tersebut dapat dinikmati jika kelompok produktif itu mampu menopang kebutuhan anggota keluarga non produktif," kata Wendi.
Namun, melihat kondisi kependudukan saat ini, dengan kualitas yang masih rendah akan menghambat bonus demografi dan peluang bersaingnya tenaga kerja Indonesia era MEA yang telah bergulir empat bulan lalu.
Karena, tingkat pendidikan masyarakat masih rendah dengan rata-rata lama sekolah hanya 7,8 tahun tamatan (SD).
Dengan tingkat pendidikan hanya tamatan sekolah dasar, maka keterampilan tenaga kerja dominan terserap sektor informal dan bahkan pada buruh pertanian.
Menurut dia, jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah, dan pertumbuhan cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam.
Mendukung percepatan pembangunan semua aspek diperlukan pelaksanaan program sektor pendidikan, kependudukan dan KB guna menekan kelahiran yang tinggi dan meningkatkan kualitas penduduk.
Ia menambahkan, upaya mengatasi permasalahan tersebut diperlukan keterlibatan lembaga dan tenaga pendidik dalam memberikan pengetahuan kependudukan bagi remaja pelajar.
Sementara itu Kepala Perwakilan BKKBN Bengkulu Maryana, menyoal kondisi kependudukan di Bengkulu dan ketenaga kerjaan.
Maryana menyebutkan, tenaga kerja Provinsi Bengkulu umumnya berpendidikan rendah yaitu tamat SD sebanyak 369,1 ribu orang atau 45,5 persen dan tamat SMP sebesar 166,1 ribu orang atau 19,1 persen (Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2014).
"Berdasarkan data tersebut, tenaga kerja berpendidikan rendah di Provinsi Bengkulu sebanyak 535,2 ribu orang atau 61,6 persen," katanya.
Ia mengatakan, tingkat pendidikan yang rendah juga berdampak pada kualitas tenaga kerja dan penyerapannya.
"Sakernas Agustus 2014 memperlihatkan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor informal sebanyak 571,5 ribu orang atau 65,8 persen. Sebanyak 172 ribu orang atau sebesar 19,8 persen" kata Maryana.
Ia menambahkan, kompelksnya masalah kependudukan, pihaknya bersama pemerintah provinsi setempat segera menyediakan rancangan induk kependudukan untuk dapat dijadikan rujukan dalam pembangunan kualitas SDM, pungkas Maryana. (rs)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016