Pekanbaru (Antara) - Pengamat Seni dari Sumatera Barat, Rasmi R, SSt. MSi mengatakan, nasib pelaku seni di Indonesia kini makin melarat, akibat produksi seni yang mereka hasilnya terus dibajak.

"Pembajakan produksi seni terus terjadi sementara keberadaan PARFI, Astrindo dan lainnya tidak berperan dalam efektif menegakkan keadilan, kendati dalam KUHP sudah tercatat ada sanksi hukumnya," kata Rasmi R, SSt. MSi dihubungi Antara dari Pekanbaru, Selasa.

Pendapat demikian disampaikannya terkait produksi seni dan budaya di tanah air paling tidak dihargai, justru   di luar negeri itu terjadi sebaliknya, penyanyi bisa menjadi milyarder dari hasil karyanya seperti Michael Jackson, Madonna dan lainnya.

Menurut Rasmi, para pelaku seni di luar negeri, justru memiliki kekayaan yang luar biasa, namun kenapa sebaliknya yang justru terjadi di Indonesia, lebih akibat orang di Indonesia lebih senang berperan sebagai pembajak.

Lalu, katanya lagi,  sudah berapa miliar yang mereka peroleh atas bajakan tersebut dan hal ini dapat dibuktikan  antara lain dengan mensurvei 100 unit saja paling tidak 90 persen telah menyimpan lagu bajakan dalam flashdisknya.

"Atau yang paling gampang survei saja pemilik HP sebanyak 100 orang, paling sedikit  95 persen menyimpan lagu bajakan. Paling sedikit lagu yang ada sebanyak 100 judul, kalau royaltinya hanya Rp1.000, berarti sudah Rp 100.000 hak pemilik lagu yang dirampas," katanya.

Ia memandang bahwa, prilaku demikian merupakan penyakit sosial  namun untuk memperbaikinya tentunya diperlukan lembaga sosial masyarakat. Untuk memberantasnya perlu keterlibatan  komunitas hukum, agama, perekonomian, perindustrian, IT, bea cukai dan DPR yang saling terintegrasi.

Bahkan peran perguruan tinggi --khususnya akademi kerawitan, sendratasik--  juga sangat diperlukan, dalam melakukan penelitian penelitian tentang strategi atau hasil terapan  agar dapat dinikmati oleh insan seni melalui karyanya.

"Pembelaan harus dilakukan karena para insan seni adalah aset pembangunan bangsa yang harus diberdayakan, sebab negara ini didirikan oleh para intelektual dna mahasiswa. Artinya kalau mahasiswa bergerak bangsa Indonesia ini akan berubah," katanya.

Ia menambahkan membasmi praktek pembajakan lebih mudah dibandingkan dengan melawan kuruptor.

Oleh karena itu, strategi penumbuhan lembaga pembasmi pembajakan harus dimulai dari perguruan tinggi dengan membuat jaringan ke seluruhan perguruan tinggi di Indonesia. Perlu keterlibatan Lembaga Sosial Masyarakat lainnya secara nasional yang terus digaungkan.

Selain itu mendirikan "Aliansi Masyarakat  peduli seni dan budaya" secara universal. Karena perkembangan IT cukup pesat, peran dan keahlian mereka bisa diandalkan dalam mengantisipasi pembajakan. ciptakan program IT yang mempersulit pembajakan, lembaga memiliki kewenangan hendaknya untuk menjebloskan pembajak ke penjara.

Disamping itu meminta penegak hukum menegakkan keadilan dengan melakukan demo dan sweeping produk bajakan di tempat yang tepat, serta membangun sekretariat pada tiap tingkatan dengan moto yang familiar dan mengancam.   

"Untuk dana operasional sekretariat ini bisa bersumber dari kontribusi pelaku seni yang sukses atau sebagian simpatisan, maka jangankan pembajak, koruptor pun takut dengan mahasiswa, jika organisasi ini aktif," katanya. ***1***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016