Hanya dalam hitungan hari, pada 20 Oktober 2024 nanti, Joko Widodo (Jokowi) akan melepaskan jabatan sebagai Presiden setelah memimpin pemerintahan selama 10 tahun, selama dua periode yakni 2014--2019 dan 2019--2024.

Pria yang mengawali karier politik dari Kota Surakarta (Solo), Jawa Tengah itu, akan pulang kembali ke kampung halamannya di Solo usai serah-terima jabatan 20 Oktober 2024. Rencana ini dikemukakan Presiden Joko Widodo berulang kali dalam berbagai kesempatan.

Kabarnya, Jokowi juga sudah mengajukan pindah kependudukan ke Solo, Jawa Tengah, sejak September 2024.

Banyak kebijakan dan pencapaian pembangunan yang ditorehkan selama masa 10 tahun kepemimpinan Jokowi sebagai Presiden.

Semua kebijakan dan pencapaian pembangunan itu bisa direalisasikan Jokowi, antara lain, berkat strategi dan gaya politik sederhananya, yang dapat memenangi hati rakyat serta lawan politik, baik sejak sebelum menjadi Kepala Negara, hingga berhasil menyelesaikan masa jabatannya sebagai Presiden selama 2 periode.

Gaya politik sederhana Joko Widodo, agaknya mengalir begitu saja, karena terbiasa hidup sederhana sedari kecil di Solo. Ia terbiasa terjun langsung ke lapangan menyapa masyarakat dan melakukan dialog.

Sejenak mengenang kembali perjalanan Jokowi. Pria kelahiran Surakarta 1961, yang dulu memiliki nama Mulyono, mengenyam pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas di Kota Surakarta.

Sejak kecil ia sudah terbiasa mencari uang sendiri, baik untuk membiayai keperluan sekolah maupun tambahan uang jajan sehari-hari.

Mulai dari berdagang, mengojek payung, dan menjadi kuli panggul pernah dilakoni Joko Widodo.

Selepas SMA tahun 1980, ia kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Di sana ia belajar tentang struktur kayu. Ayah Jokowi, Widjiatno Notomihardjo yang juga merupakan seorang tukang kayu, memantiknya mempelajari usaha bertukang kayu.

Setelah lulus kuliah pada tahun 1985, Jokowi memang sempat bekerja di sebuah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang kertas.

Akan tetapi, tidak lama berselang Jokowi memutuskan ikut berbisnis kayu bersama sang paman, sebelum akhirnya memberanikan diri membuka perusahaan sendiri.

Jokowi mulai memasuki dunia politik dengan bergabung bersama PDI Perjuangan sekitar tahun 2004. Saat itu ia sudah berpredikat sebagai pengusaha dan eksportir kayu atau mebel.

Ia lantas diusung sebagai Wali Kota Solo pada Pilkada 2005, dan mampu memenangi kontestasi tersebut. Sejak itu jalan politik Jokowi dapat dikatakan cenderung mulus.

Jabatan Wali Kota Solo menjadi kendaraan politik bagi Jokowi untuk membenahi kota dengan gaya komunikasi yang berbeda dari pejabat-pejabat publik kebanyakan. Jokowi melakukan pembenahan kota dengan cara turun langsung ke bawah mendengar dan merangkul masyarakat.

Di era itu Jokowi dikenal dekat dengan masyarakat kecil atau wong cilik. Hal ini membuatnya dicintai warga Solo dan ia diberi kepercayaan untuk menjabat hingga dua periode.

Kecintaan dan dukungan besar masyarakat kepada Jokowi membuat putra Solo itu juga mudah merangkul mitra-mitra politik.

Pada pertengahan periode keduanya menjabat sebagai Wali Kota Solo, tahun 2012, Jokowi kemudian menerima tugas dari partai untuk maju di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.

Ia maju di Pilkada Jakarta tahun 2012, dan terpilih bersama Basuki Tjahaja Purnama. Selang 2 tahun kemudian--sebelum ia menyelesaikan tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta-- Joko Widodo ditugaskan lagi maju sebagai calon Presiden oleh PDI Perjuangan.

Saat itu citra politik Jokowi sedang naik daun. Publik mengenalnya sebagai sosok pejabat publik yang merakyat, sederhana, dan apa adanya. Tidak sedikit yang menyebutnya capres dengan wajah “ndeso” yang justru disukai publik.

Citra politik yang sangat positif itu membuka jalannya memenangi kontestasi Pilpres 2014 dan menjadi Presiden RI hingga dua periode, dengan mengalahkan Pabowo Subianto sebanyak dua kali berturut-turut.

Karier politik Jokowi terkesan mudah dan cepat. Ia mampu memanfaatkan potensi citra dirinya dengan baik untuk meraih tujuan besar memimpin Indonesia.
 

Pembangunan infrastruktur

Pada awal kiprahnya maju sebagai capres tahun 2014 bersama pasangan cawapres Jusuf Kalla, Jokowi melandaskan visi-misinya pada semangat Reformasi 1998 yang menjanjikan kelahiran Indonesia baru yang lebih demokratis, sejahtera, berkeadilan, dan bermartabat.
 


Ia ingin mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong. Jokowi pun mencetuskan sembilan agenda aksi untuk mewujudkan visi-misinya itu, yang selanjutnya disebut sebagai Nawa Cita.

Nawa Cita Joko Widodo menjadi pegangan publik untuk mengukur kesuksesan pemerintahan Joko Widodo pada periode pertama kala itu.

Melalui Nawa Cita, Joko Widodo ingin memastikan kehadiran negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.

Ketika terpilih di Pilpres 2014, ia bersama Jusuf Kalla memastikan kehadiran Pemerintah dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

Kemudian membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya serta meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

Joko Widodo juga meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional agar membawa Indonesia maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; melakukan revolusi karakter bangsa; dan memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Jokowi banyak membangun infrastruktur pada periode pertamanya. Seluruh pembangunan dilakukannya dengan menggunakan kacamata Indonesia-sentris.

Jokowi tidak mau pembangunan hanya terpusat di Pulau Jawa, seperti terjadi sebelumnya.

Sebagai contoh, Jokowi mewujudkan janjinya membangun dari pinggiran, salah satunya dengan menjadikan perbatasan sebagai etalase utama bangsa.

Ia membenahi seluruh Pos Batas Lintas Negara (PLBN) yang ada di Tanah Air, serta rajin berkunjung ke daerah terpencil, tak terkecuali Papua, untuk meninjau dan "belanja" masalah. Langkah tersebut memantik pembangunan masif di daerah-daerah.

Jokowi juga gencar membangun infrastruktur jalan, termasuk tol, rel kereta listrik, hingga landasan udara. Konektivitas menjadi kunci pembangunan di setiap daerah.

Dengan infrastruktur jalan yang baik, konektivitas dapat tercipta serta berdampak positif bagi mobilisasi orang dan distribusi barang.

Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dirilis Kantor Staf Presiden, capaian pembangunan jalan tol selama tahun 2015--2023 sepanjang 2.050 km.

Bendungan, embung, hingga waduk sebagai penyokong sektor pertanian juga begitu banyak dibangun pada masa pemerintahan Joko Widodo.

Sepanjang tahun 2015--2023, pembangunan jaringan irigasi telah mencakup 1.181.120 hektare dan rehabilitasi jaringan irigasi mencakup 4.344.868 hektare, sedangkan pembangunan bendungan sejak 2015--2024 telah terealisasi sebanyak 42 bendungan dari target 61 bendungan.

Kepuasan publik atas kinerja Jokowi pada periode pertama, setidaknya tercermin dari kembali terpilihnya dia dalam kontestasi Pilpres 2019, yang menjadi periode kedua kepimpinannya.

Dengan terpilih kembali, artinya mayoritas publik merasakan ada perubahan ke arah positif di periode pertama kepemimpinan Presiden Widodo.
 

IKN warisan Jokowi

Jokowi mengarungi periode kedua kepemimpinannya dengan berpasangan bersama Ma’ruf Amin. Pada periode keduanya, Jokowi enggan mengendurkan aksinya melakukan pembangunan berbasis Indonesia-sentris.

Setiap bulan ia pasti berkunjung ke daerah, meresmikan infrastruktur atau sekadar mengecek perkembangan segala lini pembangunan, termasuk memastikan sektor pelayanan dan jasa milik Pemerintah berjalan baik, hingga mengecek stabilitas harga bahan pokok di daerah.
 


Pemerintahan Joko Widodo periode kedua sejatinya sempat terganggu oleh merebaknya pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020, yang memaksa Pemerintah melakukan realokasi anggaran untuk penanganan pandemi.

Namun berbekal kebijakan “gas dan rem” yang cermat, Jokowi berhasil membawa bangsa Indonesia melalui pandemi dengan cukup baik.

Pembangunan karakter bangsa, infrastruktur, termasuk juga peningkatan peran Indonesia di dunia internasional, menjadi buah kepemimpinan pria asal Solo itu.

Gebrakan terbesar Jokowi di periode kedua adalah merealisasikan pemindahan ibu kota negara. Berbekal kajian yang panjang dan mendalam, ia kemudian menunjuk Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru, yang kini dikenal dengan sebutan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pembangunan IKN ditandai dengan terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Tahun 2022--2024 dicanangkan sebagai pemindahan ibu kota tahap awal.

Walaupun masih menyisakan pekerjaan rumah yang begitu besar, dalam kurun waktu 2 tahun, 2022--2024, pembangunan IKN berhasil dilakukan dengan cukup baik. Istana Kepresidenan IKN sudah bisa digunakan.

Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang meliputinya, pemindahan ibu kota negara memiliki semangat dan landasan yang baik, yakni untuk mendorong pembangunan Indonesia-sentris yang lebih masif lagi.

Dengan keberadaan ibu kota sekaligus pusat pemerintahan di Kalimantan Timur yang secara geografis berada tepat di tengah NKRI, pembangunan Indonesia-sentris diharapkan dapat lebih mudah diwujudkan.

 

Kebijakan hilirisasi

Menjelang akhir masa pemerintahannya, Joko Widodo juga membuat gebrakan besar dengan menggencarkan hilirisasi di segala sektor, untuk memberikan nilai tambah bagi sumber daya alam yang dimiliki bangsa.

Berdasarkan data capaian 10 tahun pemerintahan Joko Widodo yang dirangkum dan dilansir Kantor Staf Presiden, meski berulang kali ditekan negara-negara Uni Eropa yang menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) atas tuduhan proteksionisme komoditas bijih nikel, kebijakan hilirisasi tetap dijadikan langkah strategis ekonomi-politik masa Presiden Jokowi.

Keluar dari perilaku diskriminatif negara-negara industri maju menjadi kunci kemajuan bangsa Indonesia di tengah derasnya arus industrialisasi.

Jokowi ingin membawa Indonesia keluar dari fenomena kutukan sumber daya alam, di mana Indonesia hanya menjadi pemasok bahan mentah. Melalui kebijakan hilirisasi, Indonesia ingin mengolah sendiri bahan mentah hasil sumber daya alam Indonesia menjadi barang bernilai tambah.

Berbagai aturan diteken, pembangunan smelter digenjot, dan daya tahan industri dalam negeri dijaga. Hilirisasi adalah mesin pertumbuhan (engine of growth) yang memanfaatkan keunggulan komparatif Indonesia untuk sejajar dengan negara-negara industri maju.

Kesulitan dalam melewati tahap industrialisasi ini merupakan tahapan yang harus dilewati sebagai bagian dari proses modernisasi sebuah negara.

Indonesia telah memulai hilirisasi industri di sektor mineral, seperti nikel dan bauksit, serta sektor agro seperti kelapa sawit. Hasilnya sudah terlihat membawa peningkatan devisa negara, investasi, nilai tambah produk, dan penciptaan lebih banyak lapangan kerja, yang semuanya berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan hilirisasi ini patut didukung oleh semua lapisan bangsa. Indonesia harus mampu menunjukkan kemandiriannya untuk tumbuh dan berkembang berbekal sumber daya yang ada di berbagai sektor.

Secara umum apa yang telah dilakukan dan diperjuangkan pemerintahan Joko Widodo selama 10 tahun untuk mewujudkan Indonesia maju, seyogyanya dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Keberlanjutan menjadi sangat penting agar bangsa Indonesia tidak mengulang dari awal upaya-upaya mewujudkan Indonesia maju, setiap kali ada pergantian kepemimpinan.

Editor: Achmad Zaenal M

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024