Bengkulu (Antara-IPKB) - Situasi kependudukan di Indonesia  mencakup jumlah yang besar, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, kualitas penduduk masih rendah, dan penyebaran penduduk tidak merata. Situasi itu berdampak pada beberapa aspek kehidupan sosial masyarakat. 

Aspek ekonomi, lingkungan, serta politik dan pertahanan keamanan.

Direktur Analisis Dampak Kependudukan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Widati dalam kunjungan kerjanya di Bengkulu pada April baru ini mengatakan, situasi penduduk demikian itu diperlukan analisa dampak kependudukan, melalui kajian akademis untuk dijadikan sebagai rujukan dalam pelaksanaan program peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Kependudukan, kata Widati, meliputi persoalan kelahiran, kematian dan pesebaran. Ketiga hal itu akan mengalami struktur umur dan pesebaran yang tidak merata. Perlu prioritas penangaman masalah kependudukan, maka dapat berdampak pada aspek kehidupan sosial.

Dengan kelahiran, akan tingginya laju pertumbuhan penduduk.

Diprediksikan, dengan kelahiran masih sebesar 1,49 persen maka jumlah penduduk pada 2050 mencapai 330 juta jiwa.

"Penduduk Indonesia sampai 2050 adalah 309–330 juta jiwa, masih menjadi negara ke 6 dengan penduduk terbesar dunia."

Dikatakannya, jumlah penduduk yang besar berdampak pada lingkungan, terjadinya kerusakan lingkungan, kelangkaan sumber daya alam, kerawanan pangan, kemiskinan dan konflik sosial.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk, tambah Widati, akan lebih dirasakan oleh penduduk perdesaan yang kian sempit ruang ekonominya.

Itu akibat tingginya tindak pengeksploitasian lingkungan, mengarahkan pada kemiskinan. Pengeksploitasian sumberdaya alam dan lingkungan secara berlebihan yang dapat menimbulkan pencemaran seperti tanah, air, dan terjadinya tanah longsor.

Sempitnya ruang penduduk perdesaan maka pendorong warga di wilayah itu untuk keluar dari daerah agraris-perdesaan. 

Secara alami mereka terlibat dalam gerak (mobilitas) penduduk untuk mencari ruang ekonomi baru perkotaan.

"Gerak (mobilitas) penduduk ini, di daerah perkotaan antara lain dapat memperparah masalah pengangguran dan permukiman kumuh," kata Widati.

Ia menyebutkan, pada 1971, hanya 17,3 persen penduduk tinggal di daerah perkotaan. Pada tahun 2000, tingkat urbanisasi meningkat menjadi 42 persen dan pada akhir tahun 2010 sebesar 54,2 persen penduduk tinggal di perkotaan. 

"Pada tahun 2025 persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan diperkirakan mencapai 68,3 persen. "Ini berarti bahwa 2/3 dari populasi di Indonesia akan tinggal di perkotaan."

Dampak lingkungan pun perlu menjadikan perhatian untuk dikaji. Makin berkurangnya lahan produktif dan alih fungsi lahan, seperti sawah, lahan perkebunan menjadi pemukiman dan kawasan industri.
Berkurangnya luas hutan konservasi akibat  tuntutan pembukaan areal perkebunan rakyat/swasta.(rs)

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016