Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Prof. Sri Zul Chairiyah menilai harus ada rekrutmen resmi untuk pegawai honorer dari institusi yang membutuhkan guna mencegah adanya titipan ilegal dari pejabat.
“Harus ada rekrutmen resmi sesuai kebutuhan. Resminya juga dari institusi masing-masing, misalkan pemprov (pemerintah daerah provinsi) membutuhkan honorer, ini harus ada rekrutmen resmi dan terbuka untuk umum,” ucap Prof. Sri saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Ia merujuk pada rekrutmen bersama BUMN, seleksi bersama CPNS, hingga seleksi bersama PPPK yang bisa menjadi contoh untuk penyelenggaraan rekrutmen pegawai honorer.
Meskipun terkesan sulit dan kompleks, Sri berpandangan bahwa hal tersebut harus dijalankan demi keadilan dan transparansi dalam penerimaan pegawai honorer.
“Seleksi bersama juga bisa menjadi upaya konkret pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme),” kata Sri.
Lebih lanjut, Sri juga merasa bahwa metode pengawasan tentu harus ada. Pengawasan yang dilakukan untuk seleksi pegawai honorer tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di daerah masing-masing.
Menurut Sri, metode yang sama tidak bisa digunakan di seluruh daerah di Indonesia karena permasalahan yang dihadapi berbeda-beda.
“Budaya dan kebiasaannya juga berbeda,” ucap dia.
Pernyataan tersebut menanggapi keresahan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang mengungkapkan bahwa jumlah tenaga honorer di Indonesia meningkat dengan tajam. Tito menyebut jumlah tenaga honorer titipan itu semakin banyak, bahkan hampir mencapai sekitar 2 juta orang.
Adapun salah satu alasan dari peningkatan jumlah tenaga honorer adalah banyaknya oknum hasil titipan ilegal bupati, wali kota, dan gubernur setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
“Harus ada rekrutmen resmi sesuai kebutuhan. Resminya juga dari institusi masing-masing, misalkan pemprov (pemerintah daerah provinsi) membutuhkan honorer, ini harus ada rekrutmen resmi dan terbuka untuk umum,” ucap Prof. Sri saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Ia merujuk pada rekrutmen bersama BUMN, seleksi bersama CPNS, hingga seleksi bersama PPPK yang bisa menjadi contoh untuk penyelenggaraan rekrutmen pegawai honorer.
Meskipun terkesan sulit dan kompleks, Sri berpandangan bahwa hal tersebut harus dijalankan demi keadilan dan transparansi dalam penerimaan pegawai honorer.
“Seleksi bersama juga bisa menjadi upaya konkret pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme),” kata Sri.
Lebih lanjut, Sri juga merasa bahwa metode pengawasan tentu harus ada. Pengawasan yang dilakukan untuk seleksi pegawai honorer tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di daerah masing-masing.
Menurut Sri, metode yang sama tidak bisa digunakan di seluruh daerah di Indonesia karena permasalahan yang dihadapi berbeda-beda.
“Budaya dan kebiasaannya juga berbeda,” ucap dia.
Pernyataan tersebut menanggapi keresahan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang mengungkapkan bahwa jumlah tenaga honorer di Indonesia meningkat dengan tajam. Tito menyebut jumlah tenaga honorer titipan itu semakin banyak, bahkan hampir mencapai sekitar 2 juta orang.
Adapun salah satu alasan dari peningkatan jumlah tenaga honorer adalah banyaknya oknum hasil titipan ilegal bupati, wali kota, dan gubernur setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024