Bengkulu (Antara) - Seribuan warga dari 11 desa di Kecamatan Merigi Sakti dan Merigi Kelindang Kabupaten Bengkulu Tengah menggalang tanda tangan cap darah sebagai penolakan terhadap aktivitas tambang batu bara di wilayah mereka.

Koordinator aksi, Nurdin saat dihubungi dari Bengkulu, Kamis mengatakan aksi cap berdarah itu akan dikirim ke Presiden Joko Widodo sebagai pernyataan warga bahwa pengrusakan lingkungan masih terjadi di daerah itu.

"Tuntutan kami tetap sama yaitu cabut izin tambang batu bara PT Cipta Buana Seraya dari wilayah desa kami," kata Nurdin.

Penggalangan cap jempol berdarah itu dilakukan warga sejak Rabu (13/7) dan hingga saat ini lebih dari 1.000 orang sudah membubuhkan cap darahnya di kertas yang disiapkan panitia aksi.

Selain menggalang tanda tangan dan cap darah, masyarakat yang bergabung dalam Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk juga menggelar pengibaran bendera raksasa berukuran 10 x 20 meter di Desa Durian Lebar.

Penolakan warga terhadap aktivitas PT CBS, perusahaan tambang yang beroperasi dengan sistem bawah tanah atau "under ground" dikarenakan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan.

Warga berkaca dari kondisi di desa lain yaitu desa Kota Niur, Kecamatan Taba Penanjung, Bengkulu Tengah. Di desa itu, lahan masyarakat ambruk akibat aktifitas pertambangan batu bara dengan sistem underground.

"Kami tidak ingin desa dan kebun kami rusak karena tanah inilah yang akan kami wariskan untuk anak cucu," ucapnya.

Warga kata Nurdin, memberikan batas waktu hingga 20 Juli 2016 bagi pemerintah daerah untuk mencabut izin tambang tersebut. Jika tidak dipenuhi maka cap jempol darah itu akan dikirim ke Presiden Jokowi, sebagai bukti bahwa telah terjadi pengabaian oleh pemerintah daerah terhadap warga yang telah berjuang sampai berdarah-darah menuntut hak atas lingkungan yang baik.

Sementara Direktur Walhi Bengkulu, Beni Ardiansyah mengatakan tuntutan warga atas lingkungan yang baik seharusnya dijamin oleh negara.

Hal itu kata Beni tertuang dalam konsitusi bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Bahwa lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 H UUD 1945.

"Oleh karena itu negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan," katanya.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016