Kasus dugaan pemerasan terhadap warga Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 mencoreng citra Indonesia dan melibatkan oknum polisi dari berbagai satuan yang meminta tebusan hingga Rp2,5 miliar melalui tes urine mendadak.

Polri berupaya memproses kasus tersebut salah satunya membuka desk pengaduan di KBRI Malaysia dan menjatuhkan sanksi pemecatan kepada beberapa pelaku, dengan proses hukum lainnya masih berlangsung.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi langkah tegas Polri, namun kasus ini tetap menjadi tantangan bagi reputasi Indonesia sebagai tuan rumah acara internasional.

“Kami mengapresiasi mekanisme akuntabilitas yang kemarin ada di dalam sidang etik tersebut,” ucap Choirul Anam ketika dihubungi awak media di Jakarta, Rabu (1/1/2025).

Djakarta Warehouse Project (DWP) adalah salah satu festival musik elektronik terbesar di Asia Tenggara yang diselenggarakan setiap tahun di Indonesia, biasanya di Jakarta. Acara ini menampilkan berbagai DJ dan musisi terkenal dari seluruh dunia, dengan fokus pada musik elektronic dance music (EDM).

Baca juga: Polri mulai gelar sidang etik 18 oknum polisi di kasus DWP
Baca juga: Kompolnas: Ada dua klaster soal dugaan pemerasan di acara DWP

Adapun berikut fakta-fakta terkait pemerasan di DWP, di antaranya:

1. Kasus Melibatkan 18 Oknum Polisi

Sebanyak 18 anggota Polri terlibat dalam dugaan pemerasan terhadap warga Malaysia yang menghadiri konser DWP pada 13-15 Desember 2024.

Oknum tersebut berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran.


2. Jumlah Korban dan Nilai Pemerasan

Kepolisian mengonfirmasi adanya 45 korban dalam kasus ini, dengan total barang bukti pemerasan mencapai Rp2,5 miliar. Modus yang digunakan termasuk melakukan tes urine mendadak dan meminta uang tebusan.

3. Desk Pengaduan di Malaysia

Untuk memfasilitasi pelaporan dari korban yang mayoritas warga Malaysia, Polri membuka desk pengaduan di Atase Polri KBRI Malaysia. Tim Propam Polri bahkan siap hadir langsung di Malaysia untuk menangani laporan korban.

4. Sidang Etik dan Pemecatan Oknum Polisi

Sidang etik terhadap para pelaku dimulai pada 31 Desember 2024. Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol. Donald Parlaungan Simanjuntak dan seorang kepala unit telah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Proses terhadap pelaku lainnya masih berlanjut.

Baca juga: Sanksi bagi personel polisi terlibat kasus DWP harus maksimal
Baca juga: Polda Metro Jaya lakukan rotasi jabatan diduga terkait kasus DWP

5. Komitmen Polri Menuntaskan Kasus

Kompolnas mengapresiasi langkah tegas Polri yang berkomitmen menyelesaikan kasus ini hingga tuntas. Polri menegaskan akan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan anggotanya tanpa pandang bulu.

6. Pengaruh Negatif pada Citra Indonesia

Kasus ini mencoreng nama baik Indonesia di mata internasional, khususnya di kalangan wisatawan Malaysia. Keterlibatan aparat dalam pemerasan di acara berskala internasional seperti DWP menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan publik.


7. Investigasi Aliran Dana

Sidang etik turut menyoroti aliran dana hasil pemerasan. Uang senilai miliaran rupiah diduga disalurkan ke sejumlah pihak terkait. Propam Polri sedang mendalami lebih lanjut mengenai penggunaan dana tersebut.

8. Respon Cepat Menpar dan Kompolnas

Menteri Pariwisata dan Kompolnas memuji langkah cepat Polri dalam menangani kasus ini. Hal ini menjadi sinyal penting untuk menjaga kepercayaan wisatawan terhadap keamanan di Indonesia.

Kasus ini menjadi pengingat penting akan perlunya pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum serta upaya menjaga reputasi Indonesia sebagai tuan rumah acara internasional.

Baca juga: Pengamat desak 18 polisi pemeras di DWP diberi sanksi PTDH dan diproses hukum
Baca juga: Propam Polri amankan 18 oknum personel dalam kasus pemerasan DWP

 

PMJ tindak lanjuti isu WNA diperas polisi saat konser DWP

 

 

Pewarta: Tim ANTARA

Editor : Anom Prihantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2025