Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Farizal yang menangani kasus dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton.

"KPK sudah melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung. Kejagung melakukan pemeriksaan etik dan bisa dilakukan pararel penanganan KPK sehingga keduanya tetap berjalan dan rencananya besok pemeriksaan Farizal sebagai tersangka di KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa.

Farizal merupakan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepad CV Semesta Berjaya tahun 2016 untuk provinsi Sumatera Barat.

Farizal diduga menerima Rp365 juta dalam empat kali penyerahan dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto yang menjadi terdakwa kasus dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton.

Sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga betindak seolah sebagai pensihat hukum Xaverius seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi yang menguntungkan Xaveriandy.

"Kita panggil dalam kapasitas sebagai tersangka, untuk pemeriksaan pertama sesuai perundang-undangan dijelaskan kepada yang bersangkutan mengenai sangkaan dan tindak pidana yang diduga dilakukan yang bersangkutan kemudian akan ditanya sejumlah peristiwa dan materi-materi lain yang berkaitan dengan proses persidangan," tambah Priharsa.

Kasus ini juga melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman yang diduga menerima Rp100 juta agar bersedia mengusahakan penambahan kuota gula impor untuk CV Semesta Berjaya dengan imbalan sejumlah uang per kilogram gula.

"Saat ini KPK masih fokus dugaan perbuatan yang dilakukan tersangka yang berkaitan dengan kuota distribusi gula impor, bukan kuota impor gula, 'commitment fee' untuk Irman masih didalami. IG diduga melakukan pengaturan dan tersangka tidak melulu punya kewenangan secara langsung tapi bisa saja menawarkan jasa menjanjikan untuk pengurusan atau memiliki akses kepada yang punya kewenangan tidak harus dalam posisi sebagai pemilik kewenangan," ungkap Priharsa.

Xaveriandy dan istrinya Memi disangkakan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 201 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan Irman Gusman dan Farizal disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar. ***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016