New York (Antarabengkulu.com) - Calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik Donald Trump menang dari lawannya Hillary Clinton - capres AS dari Partai Demokrat - dalam pemungutan suara, "popular votes" dan "electoral votes", pemilihan Presiden AS 2016.

        Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS ke-45 dengan perolehan suara elektoral (electoral votes) jauh di atas perolehan suara elektoral Hillary Clinton.

        Kemenangan Trump itu cukup mengejutkan karena banyak lembaga survei justru memprediksi bahwa Hillary Clinton yang akan memenangkan kontes pemilihan presiden AS.

        Hal itu karena rata-rata jajak pendapat di AS yang dilakukan lembaga survei profesional dengan metodologi statistik menunjukkan bahwa perolehan suara yang dikumpulkan Donald Trump tertinggal kira-kira sebesar enam persen dari lawannya Hillary Clinton, khususnya sekitar dua pekan sebelum hari H pemilu presiden AS yang jatuh pada 8 November.

        Bahkan, menjelang hari H pemilu AS, banyak proyeksi jajak pendapat yang menunjukkan kemenangan bagi Hillary Clinton. Proyeksi tersebut antara lain dikeluarkan oleh New York Times yang memprediksi kemenangan bagi Hillary sebesar 92 persen, FiveThirtyEight 87 persen, dan PredictWise 90 persen.

        Namun, hampir tidak ada jajak pendapat atau pun proyeksi hasil pemilu AS yang menunjukkan kemenangan bagi Capres Partai Republik Donald Trump.

        Selain itu, Hillary mengungguli perolehan suara Trump sebanyak 15 persen untuk kalangan pemilih awal (early voters), beberapa hari menjelang pemilihan presiden AS.

        Bahkan, Hillary Clinton juga dinilai unggul dari Trump dalam acara debat capres AS yang dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada 26 September, 9 Oktober, 19 Oktober.

        Kedua capres yang bersaing itu melalui ketiga debat seringkali dengan saling serang mengenai kasus pribadi masing-masing.

        Misalnya, Trump menyerang Hillary dengan kasus dugaan kebocoran rahasia negara melalui surat elektornik Hillary Clinton yang tidak dikelola dengan baik selama ia menjadi menteri luar negeri AS.

        Sementara itu, Hillary menyerang Trump dengan kasus rekaman video 2005 yang berisi pernyataan cabul Trump terhadap perempuan.

        Kasus pribadi Trump dan Hillary itu sempat menjadi masalah dan hambatan bagi masing-masing kandidat presiden untuk meyakinkan pemilih dan mengumpulkan dukungan.

        Akan tetapi, Trump nampaknya yang mengalami pukulan lebih berat, karena setelah video rekaman pernyataan vulgarnya itu beredar, banyak tokoh ternama dan beberapa petinggi Partai Republik menarik dukungannya dan bahkan meminta Trump untuk mundur dari pencalonan presiden.

        Oleh karena itu, kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden AS itu bisa dianggap sebagai hasil yang cukup mengejutkan.

Pewarta: Yuni Arisandy

Editor : Riski Maruto


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016