Tapanuli Utara (Antara) - Menteri ESDM Ignasius Jonan menilai pengembangan energi panas bumi memerlukan "passion" (ketertarikan kuat) karena prosesnya juga seberat pengembangan minyak dan gas bumi yang memakan waktu lama.
Jonan di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Jumat, mengatakan PLTP Sarulla di Sumatera Tengah bahkan membutuhkan waktu 27 tahun hingga akhirnya bisa resmi beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date/COD).
"Panas bumi itu menurut saya dari tahap eksplorasi sama dengan minyak dan gas bumi, risikonya besar, pembiayaannya juga besar," katanya saat mengunjungi PLTP Sarulla Unit I.
Mantan Menteri Perhubungan itu menyebut untuk mendapatkan 1 MW listrik dari panas bumi, dibutuhkan investasi setidaknya sekitar 5 juta dolar AS.
"Kalau jadi barangnya, kalau tidak? Wah bisa rugi besar," ujarnya.
Jonan menjelaskan PLTP Sarulla butuh waktu hingga hampir tiga dekade dalam pengembangannya bukan lantaran terkendala.
"Mungkin 27 tahun ini suatu upaya yang banyak sekali. Saya kira pemegang saham eksisting juga tidak masuk dari awal. Jadi mungkin mereka gagal, lalu dijual, tidak berhasil, uangnya habis, jual lagi dan sebagainya. Memang ini perlu 'passion' kalau menurut saya," tuturnya.
PLTP Sarulla terdiri dari tiga unit berkapasitas 3x110 MW di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Sibual-buali di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Unit I baru beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date/COD) pada 18 Maret lalu. Unit II ditargetkan bisa COD pada September mendatang. Sementara Unit III diharapkan bisa COD Mei 2018.
Wilayah kerja tersebut dikembangkan melalui skema kontrak operasi bersama (KOB)/Joint Operation Contract (JOC) antara PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan Sarulla Operation Limited (SOL).
SOL sendiri merupakan konsorsium yang terdiri dari PT Medco Power Indonesia (bersama Inpex Corporation), Itochu Corporation, Kyushu Electric Power Co. Inc dan Ormat International Inc.
Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk Hilmi Panigoro menilai sangat wajar jika proyek pengembangan panas bumi membutuhkan waktu lama.
Menurut dia, pihaknya baru masuk dalam pengembangan WKP tersebut pada 2006. Diakuinya, proses perizinan yang berbelit juga menjadi salah satu penyebab lambatnya pengembangan.
"Kalau bicara waktu, kami baru 10 tahun. Untuk proyek seperti ini memang kita maklumi dan itu (waktu lama) bukan hal yang aneh. Senoro saja kita beli tahun 2000 baru beroperasi 2015. Kami yakin pemerintah semangat memangkas perizinan dan lainnya," ungkapnya.
Hilmi mengharapkan dukungan pemerintah dalam menggarap potensi energi panas bumi di Sumatera Utara itu. Terlebih, dalam kajian perusahaan, ditemukan cadangan hingga mencapai 1.000 MW.
"Kami harap dukungan kuat dari pemerintah yang sudah diberikan bisa terus dijalin sehingga visi Sumatera Utara untuk mendapat lebih dari 1.000 MW bisa tercapai," tukas dia.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017