Bengkulu (Antara) - Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sahat Martin Philip Sinurat mengingatkan pemerintah untuk menjalankan program reforma agraria sesuai prinsip keadilan dan tepat sasaran.

"Program ini dinanti-nanti masyarakat banyak dan diharapkan menjawab sejumlah permasalahan agraria di Nusantara," kata Sahat saat memberikan sambutan dalam Simposium Kedaulatan Agraria dan Maritim yang digelar GMKI pusat di Kota Bengkulu, Jumat.

Menurut Sahat, kesuksesan program redistribusi tanah lewat program reforma agraria seluas 9 juta hektare dan program perhutanan sosial seluas 12,7 hektare menjadi salah satu penentu kelanjutan program pengembangan wilayah maritim yang digaungkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Wilayah kelautan menurut dia tidak dapat dipisahkan dari daratan. Sebab selain mengoptimalkan sumber daya kelautan, program kemaritiman yang membangun tol laut dan perdagangan antarpulau tidak dapat dipisahkan produktivitas di daratan atau agraria.

"Karena itu, program reforma agraria ini harus mengembalikan alat produksi yaitu tanah kepada masyarakat sehingga program maritim bisa berlanjut," ucapnya.

Simposium yang diikuti para anggota cabang dari sejumlah daerah dan para kader organisasi kepemudaan di Bengkulu itu digelar dalam rangka menyambut Paskah Nasional GMKI yang digelar di Bengkulu.

Sahat menambahkan bahwa GMKI mengangkat tema maritim dan keagrariaan berkaitan dengan Paskah mengandung pesan bahwa paskah adalah momen pembebasan manusia atas dosa dan momen perdamaian.

"Lewat kegiatan ini kami mengajak seluruh elemen mahasiswa, pemuda dan masyarakat untuk ikut mendorong pemerintah memastikan kedaulatan rakyat atas tanah dan air," katanya.

Pelaksana tugas Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Sudoto, saat membuka kegiatan itu mengatakan simposium yang digelar GMKI pusat dan cabang Bengkulu itu diharapkan mampu menghasilkan resolusi dan pemikiran dalam memajukan daerah ini.

Dalam catatan sejarah, kata Sudoto, Bengkulu merupakan wilayah strategis yang pernah dikuasai Inggris dan ditukar dengan Singapura yang dikenal dengan "Traktat London".

"Kegiatan ini perlu diapresiasi, mahasiswa menjadi jembatan dan bahkan aktor yang menyusun resolusi memajukan daerah," ucapnya.

Simposium yang dengan tajuk "Rakyat Berdaulat atas Tanah dan Air" itu menghadirkan pemateri dari Kantor Staf Kepresidenan, Riza Damanik, mantan Komisioner Pemantauan dan Penyelidik Komnas HAM, Joni Nelson Simanjuntak.

Pada sesi kedua, hadir sebagai pembicara Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bengkulu, Danu Ishadi.***4***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017