Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa empat saksi dalam penyidikan korupsi terkait pengumpulan data atau bahan keterangan (pulbaket) proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VII di Provinsi Bengkulu Tahun Anggaran 2015-2016.

"Empat orang itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Parlin Purba (PP)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Empat saksi yang akan diperiksa itu, yakni Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pelaksanaan Jaringan Sumber Air (PJSA) Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Edi Junaidi, Kepala SNVT Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) Balai Wilayah Sungai Sumatera VII M Fauzi, Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Abustian, dan pegawai Litbang Kejaksaan Agung RI Edy Sumarno.

Sebelumnya, KPK telah melimpahkan proses penyidikan ke tahap penuntutan terhadap dua tersangka terkait kasus tersebut yaitu      Amin Anwari (AAN) dan Murni Suhardi (MSU).

Dua tersangka itu pada Selasa (8/8) telah dibawa ke Bengkulu untuk dipindahkan ke Rumah Tahanan Klas II A Bengkulu sambil menunggu jadwal persidangan.

Sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka tindak pidana korupsi suap terkait pengumpulan data atau bahan keterangan atas pelaksanaan proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VII di Provinsi Bengkulu Tahun Anggaran 2015 dan 2016, yaitu Kasi Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba (PP), Direktur CV Murni Harapan Tehnik Murni Suhardi (MSU), dan PNS Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Amin Anwari (AAN).

"KPK menggelar operasi tangkap tangan di Bengkulu pada Jumat dinihari sekitar pukul 01.00 WIB atas informasi dari masyarakat adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait proyek-proyek di BWS VII Bengkulu," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/6) malam.

Basaria menjelaskan bahwa tim KPK mengetahui adanya rencana penyerahan uang dari Amin Anwari (AAN) dan Murni Suhardi (MSU) kepada Parlin Purba (PP).

"Selain mengamankan ketiganya, tim juga mengamankan uang sejumlah Rp10 juta di lokasi. Uang itu dalam pecahan Rp100 ribu dan dimasukkan ke dalam amplop coklat," kata Basaria.

Selanjutnya, kata Basaria, ketiga orang itu menjalani pemeriksaan awal di Polda Bengkulu dan sekitar pukul 13.00 WIB tim bersama ketiga orang yang diamankan itu tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.

"Diindikasikan ini bukan pemberian yang pertama. Sebelumnya diduga telah diterima uang sebesar Rp150 juta dari proyek-proyek di Provinsi Bengkulu," ucap Basaria.

Untuk kepentingan pengamanan barang bukti, KPK melakukan penyegelan sejumlah lokasi antara lain ruangan Kepala BWS Sumatera VII Bengkulu, ruangan Kabag TU BWS Sumatera VII Bengkulu, ruangan PPK, ruangan Kasi III Bidang Intelijen Kejati Bengkulu, dan ruangan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bengkulu.

Setelah melakukan pemeriksaan 1X24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek-proyek di BWS VII Sumatera Bengkulu, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Amin Anwari dan Murni Suhardi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahub 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sementara sebagai pihak yang diduga penerima Parlin Purba disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017