Bengkulu (Antara) - Pemerintah Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu resmi mengundangkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 4 tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Rejang.

"Kami sudah sahkan menjadi Perda melalui paripurna DPRD Lebong pada 3 Mei 2017," kata Ketua DPRD Kabupaten Lebong, Teguh Raharjo Eko Purwoto di Bengkulu, Rabu.

Setelah ditetapkan menjadi Perda dalam rapat paripurna legislatif, regulasi itu masuk dalam lembaran daerah dan resmi diundangkan mulai 15 September 2017.

Perda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Rejang ini merupakan Perda masyarakat adat pertama di Bengkulu.

Tim ahli penyusunan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Rejang dari Akar Foundation, Pramasty Ayu Kusdinar mengatakan pengesahan Perda tersebut merupakan titik awal pekerjaan selanjutnya.

"Ini baru langkah awal karena masih diperlukan Surat Keputusan Bupati Lebong tentang Penunjukan dan Penetapan Masyarakat Hukum Adat Rejang di Kabupaten Lebong," kata Pramasty.

Langkah kedua kata dia yaitu membentuk tim inventarisasi dan verifikasi wilayah adat, sesuai dengan pasal 37 dalam Perda tersebut. Setelah itu pelepasan kawasan hutan adat dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui SK.

Di tingkat tapak, Akar Foundation telah melakukan pemetaan sosial dan praktik tenurial serta pemetaan wilayah adat hingga muncullah unit sosial masyarakat hukum adat lebih dikenal dengan sebutan Kutei.

"Kutei ini setingkat desa kalau dalam sistem pemerintahan. Mereka memiliki struktur adat, sistem pengelolaan wilayah adat dan sumber daya di dalamnya," kata dia.

Untuk percontohan, Akar mendorong pengakuan masyarakat hukum adat pada 11 Kutei yakni Kutei Embong, Kutei Embong Uram, Kutei Koto Baru, Kutei Plabai, Kutei Talang Donok, Kutei Baru Santan, Kutei Talang Donok I, Kutei Bajak, Kutei Suko Sari, Kutei Talang Ratu dan Kutei Teluk Diyen.

Kawasan hutan yang masuk dalam wilayah hutan adat 11 kutei tersebut saat ini berada dalam wilayah Taman Wisata Alam (TWA) Danau Tes, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan Cagar Alam Menghijau.

Erwin menambahkan dalam sruktur masyarakat adat Rejang kawasan hutan disebut Imbo. Mereka membagi pengelolaan hutan dalam beberapa istilah seperti, Imbo Lem yang berarti hutan belantara atau hutan larangan.

Dikenal pula istilah Imbo Cadang atau hutan cadangan, Imbo Bujang yakni hutan yang sudah pernah dikelola namun ditinggalkan atau ditelantarkan lebih dari 15 tahun.

Berikutnya Tebo, hutan dengan kemiringan 40 derajat dan berada di bawah bukit, Jamai atau ladang yang telah menghasilkan, Jamai Imbo ladang yang sudah berubah menjadi kebun. ***2***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017