Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah merestui operasi kapal pengguna alat tangkap trawl atau pukat harimau di perairan Bengkulu dengan catatan beroperasi di atas empat mil laut dari pesisir.

"Silakan kapal trawl beroperasi di atas empat mil dari pesisir, kalau ada yang melaut di bawah empat mil akan ditangkap aparat," kata Plt Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah di Bengkulu.

Saat menerima sejumlah nelayan tradisional dan nelayan pengguna trawl di rumah dinas wakil gubernur Bengkulu, pada Jumat (16/2) malam, Rohidin mengatakan membolehkan trawl beroperasi di atas empat mil tersebut hingga ada pergantian alat tangkap.

Para nelayan pengguna trawl tetap diperbolehkan beroperasi hingga pemerintah mampu memfasilitasi peralihan alat tangkap. Lampu hijau itu dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Danlanal, Direktur Polairud dan diketahui Plt Gubernur.

?Karena para nelayan trawl ini juga butuh makan dan masih ada yang mengontrak rumah,? kata Rohidin.

Persetujuan Plt Gubernur Bengkulu ini membuat nelayan tradisional berang. Mereka menilai Plt Gubernur berpihak pada kelompok nelayan pengguna pukat harimau yang jelas-jelas menghancurkan ekosistem laut.

?Bapak tidak melaut sehingga tidak tahu kondisi di lapangan. Kapal trawl beroperasi hanya satu kilometer dari pesisir,? kata Rusman nelayan asal Kerkap, Kabupaten Bengkulu Utara.

Menurut dia, para nelayan tradisional sudah cukup bersabar dengan perpanjangan penggunan cantrang dan trawl sejak 2015 hingga akhir 2017.

Sementara peraturan Menteri Kelautan tentang pelarangan trawl yang tertuang dalam Peraturan Menteri nomor 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine. Nets) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik masih berlaku sehingga kebijakan Plt gubernur membolehkan trawl dinilai mengangkangi aturan.

Sempat terjadi adu mulut antara seorang perwakilan nelayan tradisional dengan Plt Gubernur. Karena tidak puas dengan hasil pertemuan, para nelayan tradisional meninggalkan forum tersebut dan menolak menandatangani kesepakatan.

Sebelumnya dalam forum itu, akademisi Jurusan Kelautan Universitas Bengkulu, Zamdial Ta'alidin telah memaparkan tentang kerugian sumber daya kelautan akibat penggunaan trawl.

"Kami sudah membuat penelitian di pesisir Bantal Kabupaten Mukomuko dan menemukan fakta hanya 27 persen hasil tangkapan nelayan trawl yang mereka ambil, sisanya dibuang ke laut," kata Zamdial.

Karena itu, ia mengharapkan ketegasan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melindungi perairan Bengkulu dari trawl tanpa mengesampingkan nasib para nelayan yang masih menggunakan alat tangkap terlarang itu.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Riski Maruto


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018