Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Sejumlah aktivis lingkungan yang bergabung dalam Aliansi Lingkar Hijau Lebong mendesak pemerintah dan PT Pertamina Geothermal Energy mengevaluasi proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi di Hulu Lais, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu.

"Kami minta pengeboran dihentikan sementara untuk evaluasi menyeluruh karena dampak lingkungan terus terjadi hingga kini," kata Koordinator Aliansi Lingkar Hijau Lebong, Nurkholis Sastro di Bengkulu, Selasa.

Nurkholis mengatakan sejak longsor yang merenggut enam jiwa pada April 2016 lalu, kondisi lingkungan di sekitar proyek sudah di luar kendali.

Frekuensi banjir semakin sering menerjang permukiman dan sawah warga di beberapa desa terdampak.

Belum lama ini, makam leluhur Marga 8 di Desa Bingin Kuning di tepi Sungai Kotok juga hanyut diterjang banjir bandang.

Setiap hujan melanda wilayah itu, material longsoran terbawa aliran Sungai Kotok dan meluber ke sawah warga.

"Ada 10 hektare sawah yang tertimbun material longsoran dan 2.500 hektare sawah kerap terendam banjir," ucapnya.

Selain itu, ada delapan desa yang kerap diterjang banjir bila hujan melanda wilayah itu.

Kondisi ini, tambah Sastro, terus berulang sehingga PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dinilai penting mengaudit lingkungan dan mengevaluasi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

"Kami sudah menyurati DPRD Lebong dan mereka akan turun ke lokasi dan memanggil direksi PT PGE," ujarnya.

Operasi PT PGE membangun PLTP Hulu Lais sudah memasuki tahap pengeboran sumur panas bumi yang dimulai pada November 2015 untuk menghasilkan daya sebesar 2 x 55 Megawatt (MW).

Namun pada April 2016 terjadi longsor dan banjir bandang di sekitar area pengeboran hingga menyebabkan enam orang meninggal dunia.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018