Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu Sudoto mengatakan alat pelindung diri dalam bekerja merupakan hak yang harus didapatkan setiap pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Alat pelindung diri yang standar itu sudah menjadi hak pekerja, jadi harus dipenuhi oleh perusahaan," kata Sudoto di Bengkulu, Senin.

Ia mengatakan hal itu terkait alat pelindung diri yang dipakai pekerja perempuan pemilah batu bara di area penumpukan batu bara atau "stockpile" di kawasan Pelabuhan Pulau Baai.

Para pekerja pemilah batu bara di area tersebut hanya menggunakan masker seadanya yang tidak mampu menghalau debu batu bara masuk ke tubuh melalui mulut dan hidung.

Kondisi ini membuat sejumlah aktivis lingkungan dan mahasiswa yang bergabung dalam Aliansi Tolak Paru Hitam (ATPH) mengadvokasi para pekerja tersebut dengan membagikan masker standar nasional.

Baca juga: Relawan Muhammadiyah Bengkulu berbagi dengan pekerja perempuan

Para aktivis tersebut juga mendorong pemerintah menerbitkan regulasi berupa peraturan gubernur yang mewajibkan perusahaan menyediakan alat pelindung diri yang standar.

"Kami sedang menyusun draft dokumen surat edaran gubernur untuk seluruh perusahaan," ucapnya.

Surat edaran gubernur tersebut akan menginduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Koordinator Aliansi Tolak Paru Hitam Bengkulu Feni Oktavera mengatakan para pekerja yang terdiri dari ibu-ibu tersebut hanya menggunakan serbet dan kain jilbab untuk menutup mulut dan hidung.

"Alat pelindung diri yang tidak memadai akan mengancam kesehatan para pekerja perempuan itu, karena menghirup batu bara sama dengan mengundang paru-paru hitam," kata Feni.

Karena itu, aliansi bergerak mengumpulkan dana masyarakat untuk pengadaan 1.000 masker berstandar nasional yang akan dibagikan kepada pekerja perempuan.

 

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018