Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Pembuat kapal tradisional di sejumlah galangan kapal di Kelurahan Malabero Kota Bengkulu mengalami kesulitan bahan baku untuk pembuatan kapal.
"Pembuatan kapal tergantung bahan baku kayu yang semakin sulit didapatkan," kata Yayan, salah seorang pembuat kapal di Kelurahan Malabero Kota Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan jika pasokan kayu lancar maka pembuatan kapal dengan bobot 6 "Gross Ton" (GT) dapat dibuat dalam waktu dua pekan. Galangan kapal tradisional tersebut masih menerima banyak pesanan pembuatan kapal, hanya saja terkendala pasokan kayu. "Kalau pesanan kapal banyak mencari kayu lebih mudah karena kami membeli partai besar," tambahnya.
Sulitnya mendapatkan bahan baku membuat sebagian besar nelayan lebih memilih kapal kecil atau disebut lancang.
Sedangkan pembuatan kapal berbobot 6 GT membutuhkan biaya hingga Rp50 juta, sebab harga kayu yang tinggi menjadi pengeluaran terbesar.
Yayan yang sedang membuat satu kapal pesanan nelayan mengatakan lebih sering menggunakan kayu jenis "pecah pinggan" dengan harga Rp2,8 juta per kubik. Sementara kayu jenis meranti yang digunakan sebagai balok kerangka kapal dan kayu leban untuk bagian papan atau lambung kapal semakin sulit diperoleh.
"Sebenarnya kayu ada, tapi sebagian besar tidak ada dokumen surat menyuratnya dan kami tidak mau mengambil risiko berhadapan dengan polisi," ujarnya.
Kapal tradisional dengan bahan baku kayu berkualitas mampu bertahan hingga puluhan tahun dengan syarat dipelihara dengan baik. Pemeliharaan meliputi pengecatan kapal dan perbaikan rutin atau disebut naik dok atau "docking".(rni)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
"Pembuatan kapal tergantung bahan baku kayu yang semakin sulit didapatkan," kata Yayan, salah seorang pembuat kapal di Kelurahan Malabero Kota Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan jika pasokan kayu lancar maka pembuatan kapal dengan bobot 6 "Gross Ton" (GT) dapat dibuat dalam waktu dua pekan. Galangan kapal tradisional tersebut masih menerima banyak pesanan pembuatan kapal, hanya saja terkendala pasokan kayu. "Kalau pesanan kapal banyak mencari kayu lebih mudah karena kami membeli partai besar," tambahnya.
Sulitnya mendapatkan bahan baku membuat sebagian besar nelayan lebih memilih kapal kecil atau disebut lancang.
Sedangkan pembuatan kapal berbobot 6 GT membutuhkan biaya hingga Rp50 juta, sebab harga kayu yang tinggi menjadi pengeluaran terbesar.
Yayan yang sedang membuat satu kapal pesanan nelayan mengatakan lebih sering menggunakan kayu jenis "pecah pinggan" dengan harga Rp2,8 juta per kubik. Sementara kayu jenis meranti yang digunakan sebagai balok kerangka kapal dan kayu leban untuk bagian papan atau lambung kapal semakin sulit diperoleh.
"Sebenarnya kayu ada, tapi sebagian besar tidak ada dokumen surat menyuratnya dan kami tidak mau mengambil risiko berhadapan dengan polisi," ujarnya.
Kapal tradisional dengan bahan baku kayu berkualitas mampu bertahan hingga puluhan tahun dengan syarat dipelihara dengan baik. Pemeliharaan meliputi pengecatan kapal dan perbaikan rutin atau disebut naik dok atau "docking".(rni)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012