Makassar (Antaranews Bengkulu) - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menilai bila terjadi praktik politik uang di masa tenang atau dengan istilah 'serangan fajar' jelang pencoblosan Rabu 27 Juni 2018 merupakan kejahatan terorganisir. 

"Meskipun telah dinyatakan sebagai hari tenang, namun tidak berarti potensi kecurangan pilkada tidak ada lagi. Justru menjelang pencoblosan adalah hari yang sangat rawan terhadap kecurangan termasuk politik uang," ujar Koordinator Advokasi Kopel Indonesia Anwar Razak, di Makassar, Selasa. 

Menurutnya, Kopel melihat bahwa dalam setiap pesta demokrasi baik Pilkada Gubernur maupun kabupaten kota, praktik politik uang selalu dilakukan bahkan dimodifikasi dengan berbagai macam modus untuk mendapatkan suara, kendati itu pelanggaran. 

Prakiek politik yang menggunakan uang, kata dia, sebagai instrumen untuk mengarahkan pilihan pemilih ini kepada salah satu pasangan calon, namun bagaimana pun ini tidak boleh ditoleransi atau disebut zero tolerance. 

Mengapa hal itu tidak boleh ditoleransi, lanjutnya, karena di antara jenis pelanggaran, politik uang adalah bentuk kejahatan politik yang daya rusaknya sangat tinggi. 

Selain melecehkan hak politik sebagai hak asasi warga, juga akan berimplikasi menciptakan kerusakan moral politik masyarakat dalam tatanan demokrasi di Indonesia.

"Siapa pun harus secara sadar melakukan penolakan terhadap politik uang, baik masyarakat maupun penyelenggara pilkada," ujarnya menegaskan.

Lembaga adhoc yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas atau wasit dalam penyelenggaraan pilkada maupun pemilu tidak boleh memberikan toleransi kepada siapa pun dengan menegakkan aturan serta mendiskualifikasi kontestan yang terbukti melakukan politik uang. 

Bahkan Bawaslu harusnya lebih tajam melihat adanya politik uang yang melibatkan para pemodal atau cukong atas kemungkinan-kemungkinannya yang sejak awal menjadi bagian dari tim pemenangan kandidat. 

"Inilah tantangan bagi Bawaslu yang tidak hanya sekadar mencari pelaku politik uang di lapangan, tapi mengejar sampai ke sumber pemodal tersebut," ujarnya sembari memberikan dorongan. 

Meski belum terbukti, namun dugaan indikasi itu ada, hanya saja dilaksanakan secara hati-hati oleh oknum tim pemenangan, sehingga Bawaslu beserta Panwaslu dituntut untuk melaksanakan pengawasan secara masif menjelang pencoblosan esok.

Pihaknya berharap pilkada serentak yang didorong atas semangat membangun budaya demokrasi lebih bersih melalui pilkada berintegritas di Sulsel tersebut, benar-benar dijaga seluruh kontestan pilkada, masyarakat dan penyelenggara pilkada itu sendiri.

Pelaksanaan Pilkada Serentak 27 Juni 2018 dilaksanakan pada 171 daerah baik pilkada gubenur maupun bupati/wali kota. Di Sulsel ada 13 pelaksanaan pilkada serentak, yakni Pilkada Gubernur Sulsel, tiga pilkada wali kota dan sembilan pilkada bupati.

Pewarta: M Darwin Fatir

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018