Bengkulu Selatan (Antaranews Bengkulu) - Kalangan nelayan tradisional di Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, sejak beberapa waktu belakangan sulit memprediksi lokasi kerumunan ikan di laut.

Kamsari, ketua Persatuan Nelayan Bengkulu Selatan di TPI Pasar Bawah Manna, Rabu, mengatakan bahwa saat ini posisi gerombolan atau kerumun ikan selalu berpindah-pindah karena mengikuti angin yang sulit diprediksi.

"Nelayan mengalami kesulitan mendapatkan hasil laut. Kemunculan ikan sangat dipengaruhi faktor angin yang biasa berembus di laut, yaitu musim angin barat dan timur. Kedua musim ini menjadi indikator nelayan untuk berangkat melaut," ujarnya.

Adanya perubahan musim angin tersebut, kata dia, cenderung sulit ditebak kendati nelayan telah menggunakan tekhnologi berupa GPS dan "fish finder" guna mendeteksi kerumunan ikan, namun saat mereka menebar jaring ikannya kemudian menghilang mengikuti arah angin yang berhembus.

Karena tidak mendapatkan ikan tambah dia, banyak nelayan yang terjerat hutang, karena sehari nelayan ini bisa mengeluarkan modal hingga Rp350 ribu, yang digunakan untuk membeli BBM perahu motor, oli, biaya makan dan minum melaut.

Kendala yang dihadapi nelayan Bengkulu Selatan, selain karena adanya pengaruh musim angin juga keterbatasan armada perahu yang memadai, mereka masih mengandalkan perahu tradisional dengan kapasitas mesin terbatas.

"Perahu yang kami miliki hanya bermuatan 3GT dengan kekuataan mesin 40 PK. Nelayan hanya sanggup melaut setengah hari, sehingga tidak dapat memaksimalkan hasil tangkapan. Untuk itu kami berharap pemerintah bisa membantu kami," ujarnya.

Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Bengkulu Selatan, pada 2017 lalu hasil tangkapan nelayan daerah itu hanya mencapai 1.600 ton, sedangkan potensi lestari ikan diprediksi mencapai 14.000 ton ikan per tahun.

Pewarta: Sugiharto P

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018