Jakarta (Antaranews Bengkulu) - Relawan Bidadari Jokowi menolak Rancangan Undang-Undang Permusikan karena dinilai akan menghambat pengembangan industri kreatif di Tanah Air, terutama industri musik.
"Kami menolak lahir RUU Permusikan karena akan menghambat proses kreativitas. Ini sangat bertolak belakang dengan semangat Pemerintahan Jokowi yang mendorong perkembangan industri kreatif terutama industri musik," ujar Ketua Umum Bidadari Jokowi Linda Kartika Dewi, di Jakarta, Kamis.
Linda, melalui keterangan tertulis, menambahkan, RUU ini menyimpan banyak masalah fundamental, di antaranya menghambat dukungan perkembangan proses kreasi, merepresi para pekerja musik dan dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan UU Hak Cipta, UU Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dan UU ITE.
"Sekali lagi, kami tolak RUU Permusikan karena bertolak belakang dengan semangat kemajuan budaya Indonesia," katanya lagi.
Sebelumnya, sekitar 200-an musisi dan pelaku musik di Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, menyatakan tidak menginginkan draf rancangan undang-undang ini berlanjut hingga dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
"RUU Permusikan memagari pelaku musik dengan kawat berduri," kata vokalis Tika and The Dissidents, Kartika Jahja yang tergabung dalam organisasi ini, saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (6/2).
Koalisi menilai, DPR dan Badan Keahlian DPR gagal merumuskan naskah akademik yang menjadi landasan RUU Permusikan karena menggunakan sejumlah sumber tidak memiliki kredibilitas.
Vokalis band Seringai, Arian Tigabelas, pada acara yang sama menyatakan draf RUU tersebut menggunakan makalah tugas sekolah yang diunggah ke situs blogspot sebagai acuan akademik.
Koalisi juga mengkritik keterbukaan legislatif terhadap RUU Permusikan. Berdasarkan temuan mereka, draf RUU selesai pada Agustus 2018, namun baru dapat diakses publik per Februari 2019.
Koalisi juga menelaah draf RUU tersebut dan menemukan 80 persen dari 54 pasal dalam draf tersebut bermasalah dan berpotensi membatasi ruang gerak serta menyensor kebebasan berekspresi musisi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Kami menolak lahir RUU Permusikan karena akan menghambat proses kreativitas. Ini sangat bertolak belakang dengan semangat Pemerintahan Jokowi yang mendorong perkembangan industri kreatif terutama industri musik," ujar Ketua Umum Bidadari Jokowi Linda Kartika Dewi, di Jakarta, Kamis.
Linda, melalui keterangan tertulis, menambahkan, RUU ini menyimpan banyak masalah fundamental, di antaranya menghambat dukungan perkembangan proses kreasi, merepresi para pekerja musik dan dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan UU Hak Cipta, UU Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dan UU ITE.
"Sekali lagi, kami tolak RUU Permusikan karena bertolak belakang dengan semangat kemajuan budaya Indonesia," katanya lagi.
Sebelumnya, sekitar 200-an musisi dan pelaku musik di Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, menyatakan tidak menginginkan draf rancangan undang-undang ini berlanjut hingga dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
"RUU Permusikan memagari pelaku musik dengan kawat berduri," kata vokalis Tika and The Dissidents, Kartika Jahja yang tergabung dalam organisasi ini, saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (6/2).
Koalisi menilai, DPR dan Badan Keahlian DPR gagal merumuskan naskah akademik yang menjadi landasan RUU Permusikan karena menggunakan sejumlah sumber tidak memiliki kredibilitas.
Vokalis band Seringai, Arian Tigabelas, pada acara yang sama menyatakan draf RUU tersebut menggunakan makalah tugas sekolah yang diunggah ke situs blogspot sebagai acuan akademik.
Koalisi juga mengkritik keterbukaan legislatif terhadap RUU Permusikan. Berdasarkan temuan mereka, draf RUU selesai pada Agustus 2018, namun baru dapat diakses publik per Februari 2019.
Koalisi juga menelaah draf RUU tersebut dan menemukan 80 persen dari 54 pasal dalam draf tersebut bermasalah dan berpotensi membatasi ruang gerak serta menyensor kebebasan berekspresi musisi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019