Majelis hakim tipikor Pengadilan Negeri Ambon maupun JPU KPK merasa kesal terhadap Mece Tanihatu, isteri pemilik swalayan Indo Jaya, yang berbelit-belit dalam memberikan keterangan sehingga hakim menyebutnya saksi pura-pura bodoh.
    
"Seharusnya yang hadir adalah saksi Suryanto Liem selaku pemilik swalayan yang menjadi salah satu dari 13 wajib pajak yang dicurigai bermasalah oleh Dirjen Pajak dan bukan isterinya," kata majeis hakim dipimpin Pasti Tarigan didampingi Jenny Tulak, Rony Felix Wuisan, Bernard Panjatian, dan Jefry Yefta Sinaga selaku hakim anggota di Ambon, Selasa.
    
Dalam persidangan lanjutan atas terdakwa La Masikamba selaku Kepala KPP Pratama Ambon non aktif, JPU KPK menghadirkan dua orang saksi yakni Wa Ode Nurhayat Umar yang didatangkan dari Papua dan Mece Tanihatu selaku isteri pemilik swayalan Indo Jaya.
    
Saksi Mece Tanihatu awalnya mengaku memberikan Rp200 juta kepada La Masikamba, dimana pemberian pertama tahun 2016 senilai Rp100 juta secara tunai, dan terdakwa berdalih uang tersebut adalah pinjaman yang nantinya dikembalikan.
    
Kemudian pada tahun 2017, saksi kembali memberikan pinjaman Rp100 juta kepada terdakwa melalui transfer dari rekening anaknya Venesia Liem kepada terdakwa melalui rekening orang lain atas nama Muhammad Said.
    
Majelis hakim menilai keterangan saksi berbelit-belit karena tidak menyebutkan alasan memberikan uang kepada terdakwa karena swalayan tersebut masuk dalam daftar 13 WP yang masuk kategori pengusaha kena pajak (PKP) yang bermasalah.
    
"Karena masuk dalam daftar 13 WP sesuai Dirjen Pajak lalu memberikan Rp100 juta kepada terdakwa, dan kenapa JPU KPK juga mau menerima kehadiran saksi dalam persidangan" tegas majelis hakim mengingatkan saksi.
    
JPU KPK, Ni Nengah Gina Saraswati dan Nur Haris Arhadi sempat mengingatkan saksi terancam pidana lima tahun penjara bila memberikan keterangan palsu dan berbelit-belit di persidangan.
    
Saksi Mece Tanihatu diingatkan JPU KPK sebab mengaku tidak mengetahui berapa omzet yang didapatkan setiap bulan, kemudian uang Rp200 juta yang diberikan kepada terdakwa adalah milik pribadinya.
    
Sedangkan swalayan tersebut milik suami Suryanto Liem yang mempekerjakan 40 karyawan dengan standar gaji sesuai UMR, kemudian saksi hanya bertugas mengawasi proses penjualan di swalayan.
    
"Kalau soal omzet itu saya tidak tahu karena ada karyawan di bagian keuangan yang mengetahuinya, kemudian uang Rp200 juta yang dipinjamkan kepada terdakwa adalah uang pribadi yang didapat dari anak saya," jelas saksi.
    
Sementara saksi Wa Ode Nurhayat Umar mengaku pernah memberikan pinjaman Rp500 juta kepada terdakwa, tetapi pengembalian pinjaman melalui rekening orang lain atas nama Sujarwo senilai Rp2,88 miliar.
    
Wa Ode Nurhayat yang merupakan caleg salah satu parpol di Sorong (Papua Barat) ini mengaku mengenali terdakwa sejak awal tahun 2000-an ketika bertugas di sana dan sering masuk-keluar karaoke.
    
Dia mengaku hanya menggunakan Rp400 juta dari uang yang ditransfer terdakwa untuk membangun tempat kos menjadi home stay di Kota Sorong, kemudian mengganti hutang orang lain bernama Ny. Yanti.
    
Uang Rp2,88 miliar ini ditransfer secara bertahap antara tahun 2010 hingga 2013, lalu kembali berlanjut dari tahun 2016 hingga 2018, namun saksi berbohong dengan alasan tidak mengetahui transferan tersebut untuk apa.
    
Saksi juga mengaku tidak ada hubungan apa-apa dengan terdakwa La Masikamba, namun dia mengaku ada dua orang anak yang dijelaskan dalam persidangan adalah anak angkat bernama Ode dan La Itin yang ditinggalkan di Fakfak tanpa sepengetahuan suami saksi.
    
Akibat berbelit-belit, JPU KPK akhirnya membuka transkrip rekaman percapakan telepon antara saksi dengan terdakwa yang menyebutkan 'Anak kita' kemmudian terdakwa mengatakan 'Ada kirim 28 keping (Rp28 juta) dan moga hari ini ada tambahan 30 keping (Rp30 juta) untuk MM (mama) ya, doakan'.
    
Saksi juga mengaku kalau suaminya di Sorong adalah seorang pengusaha kayu namun dia tidak bisa menjawab pertanyaan JPU KPK tentang berapa besar omzet yang didapatkan setiap bulan.
    
"Kalau saksi tidak berkata jujur maka kami akan terus mengejar dan membuka transkrip percakapan lainnya," kata JPU.
    
Usai memberikan keterangan sebagai saksi, isteri dan keluarga terdakwa yang hadir dalam ruang sidang juga nyaris ribut dengan saksi dan dua orang lainnya yang mendampingi saksi dari Sorong. 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019