Ribuan petani di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, menanam jernang sebagai tanaman lokal bernilai ekonomi tinggi untuk meningkatkan pendapatan mereka karena harganya lebih tinggi dari hasil kelapa sawit, sekaligus menjaga kelestarian Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB).

“Kami telah membuktikan hasil (penjualan) Jernang meningkatkan penghasilan masyarakat. (Hasil) satu hektar Jernang sebanding dengan lima belas hektar sawit,” kata Ketua KTH Bukik Ijau, Hendri Yanto dalam pernyataan pers kepada Antara di Pekanbaru, Selasa.

Hendri sendiri telah menikmati hasil Jernang sejak tahun 90-an. Jernang adalah resin berwarna merah darah atau merah tua dari beberapa spesies rotan dari marga Daemonorops.

Jernang lebih dikenal dalam dunia perdagangan dengan nama “dragon’s blood” atau darah naga. Seperti tumbuhan rotan lainnya, Jernang membutuhkan tegakan pohon untuk memanjat dalam memperoleh cahaya sebagai sumber energi hidup (asimilasi).

“Inilah kenapa kami yakin bawah komoditas Jernang itu sama halnya dengan simbol melestarikan hutan di Riau. Ini juga berarti semangatnya sama dengan semangat Riau Hijau yang tengah disiapkan oleh Gubernur Riau,” kata Hendri Yanto.

Karena Jernang membutuhkan tegakan pohon maka ketika kita menanam Jernang, juga harus menanam pohon. Dengan kata lain, menanam Jernang dan menjaganya tumbuh, maka sama halnya dengan menanam kembali hutan. Sebab, Jernang butuh hutan untuk tumbuh dan kemudian menghasilkan nilai ekonomi bagi warga petani hutan.

“Sejak 2016 kami telah mulai menanam Jernang dan tanaman lokal bernilai ekonomi tinggi lainnya untuk meningkatkan penghidupan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian hutan” ujar Duski Samad, dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Mandiri, Desa Lubuk Ramo, Kecamatan Kuantan Mudik, Kuantan Singingi.

Duski Samad menjelaskan ada puluhan KTH yang berada di sekitar Hutan Lindung Bukit Betabuh. Mereka merupakan binaan UPT KPH Singingi dan didampingi Yayasan HutanRiau.

Ia mengatakan, masyarakat desa-desa sepanjang HLBB siap mendukung konsep “Riau Hijau”, yang kini tengah dirumuskan oleh Gubernur Riau Syamsuar. Seperti diketahui, dalam program 100 hari kerjanya, Syamsuar sedang merumuskan konsep Riau Hijau dengan melibatkan partisipasi publik.

Sementara itu, Direktur HutanRiau, Widya Astuti, untuk mempercepat Riau Hijau seluruh pemangku kepentingan harus ikut berkontribusi.

“Inisiatif telah dimulai dari tapak, tinggal dukungan para pihak mulai dari Universitas, Medis, Pemda bahkan Sektor Bisnis untuk bersama-sama mempercepat terwujudnya Riau Hijau,” kata Widya.

Menurut Widya, HutanRiau telah bersama dengan warga di sekitar Bukit Betabuh dalam meningkatkan sumber penghidupan bagi masyarakat tanpa menebang hutan alam. Alhasil, para petani yang dulunya pembalak liar kini telah berkomitmen untuk menjaga hutan Bukit Betabuh dengan menanam kembali hutan tersebut. Komitmen yang kini telah diikrarkan oleh seribuan petani hutan dari puluhan KTH diperkuat oleh dukungan dari UPT KPH Singingi.

“Dukungan dari KPH Singingi ini jelas merupakan model program yang sesuai dengan visi misi Gubernur Syamsuar yang ingin menyejahterakan rakyat tanpa merusak hutan,” kata Widya.

Pewarta: Febrianto Budi Anggoro

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019